Mataram Ntb,— EKOIN.CO – Abdul Haris Agam, dikenal sebagai Agam Rinjani, memimpin proses evakuasi jenazah pendaki Brasil, Juliana De Souza Marins, dari dasar jurang Gunung Rinjani. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu, 21 Juni 2025 dan berakhir pada Rabu, 25 Juni 2025 setelah upaya panjang dan menegangkan.
Pencarian Dihambat Medan Curam dan Kabut Tebal
Tim SAR bergerak begitu menerima laporan jatuhnya Juliana. Mereka menyisir jalur menuju Danau Segara Anak, lokasi terakhir korban terlihat. Namun, cuaca buruk dan kabut tebal menghalangi pandangan. Medan licin dan kemiringan curam memaksa tim untuk menunda operasi lanjutan.
Selama dua hari, drone pemantau terus terbang di atas lokasi jatuhnya korban. Tim akhirnya berhasil mendeteksi tubuh Juliana yang tergeletak sekitar 600 meter di bawah jalur pendakian.
Petugas SAR langsung menandai koordinat dan mengatur rencana evakuasi vertikal, langkah yang memerlukan keahlian khusus serta keberanian tinggi. Agam Rinjani Turun ke Jurang Bersama Tiga Relawan
Agam Rinjani, seorang pemandu senior yang telah ratusan kali mendaki Rinjani, menerima tantangan ini. Ia turun bersama tiga relawan lainnya menggunakan tali pengaman. Mereka memasang anchor pada batu cadas, lalu secara bertahap menuruni lereng terjal.
Dalam perjalanan menuruni tebing, Agam terus memberi laporan kepada tim atas melalui radio darurat. Ia memastikan setiap langkah aman sebelum tim lain mengikuti.
Mereka tiba di dasar jurang saat malam menjelang. Agam memutuskan bermalam di tebing, membangun “flying camp” agar jenazah tidak tergelincir kembali lebih dalam.
Evakuasi Sukses Setelah Bertahan di Tengah Cuaca Ekstrem
Tim bertahan semalam dalam kondisi minim cahaya, angin kencang, dan suhu yang sangat dingin. Agam dan timnya terus menjaga posisi jenazah sambil mempersiapkan sistem tali untuk menariknya ke atas.
Pagi harinya, mereka mulai proses penarikan jenazah. Dengan perhitungan matang, tim mengangkat tubuh Juliana sedikit demi sedikit ke jalur aman di atas.
Sekitar pukul 10.30 WITA pada Rabu (25/6), jenazah Juliana berhasil dievakuasi sepenuhnya. Tim langsung membawanya ke RS Bhayangkara Mataram untuk proses identifikasi dan autopsi awal.
Agam Terekam Menangis, Minta Maaf Kepada Keluarga Juliana
Dalam video singkat yang tersebar di media sosial, Agam terekam mengusap air mata sambil berbicara lirih. Ia menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Juliana karena tidak bisa menyelamatkan korban hidup-hidup.
“Maafkan kami, Juliana sudah sangat jauh ke bawah. Kami sudah berusaha sekuat tenaga,” ujar Agam dalam video tersebut.
Rekaman itu menyebar luas, bahkan menarik perhatian warganet dari Brasil. Ribuan ucapan terima kasih dan penghargaan membanjiri akun media sosial Agam.
Warga Brasil Menyebut Agam sebagai Pahlawan Tanpa Jubah
Media Brasil dan komunitas pendaki internasional memuji aksi Agam. Mereka menyebutnya sebagai “pahlawan sejati tanpa jubah” karena keberaniannya mempertaruhkan nyawa di tebing berbahaya.
Beberapa komentar warganet Brasil menyatakan kekaguman:
“Terima kasih, Agam. Brasil tak akan lupa jasamu.”
“Engkau benar-benar pahlawan. Dunia perlu lebih banyak orang sepertimu.”
Ucapan-ucapan itu menggambarkan apresiasi publik internasional terhadap dedikasi para pemandu lokal seperti Agam.
Pengalaman dan Sertifikasi Agam Membuktikan Kompetensinya
Agam bukan orang baru di Gunung Rinjani. Ia telah menapaki jalur pendakian ini lebih dari 350 kali, bahkan mampu mendaki puncak tiga kali dalam seminggu. Ia juga mengelola Etno Shop Adventure, penyedia jasa wisata alam dan pendakian privat.
Ia memegang sertifikat vertical rescue dan telah beberapa kali mengevakuasi pendaki dalam situasi ekstrem, termasuk pendaki asal Israel yang jatuh ke jurang pada 2022.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan memberikan penghargaan kepada Agam pada 2024 atas kontribusinya menjaga keselamatan kawasan konservasi.
Tragedi Juliana Jadi Peringatan Soal Keamanan Jalur Pendakian
Kematian Juliana mengungkapkan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur keselamatan pendakian. Pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) didesak untuk memperkuat sistem peringatan dini serta memperbarui alat komunikasi dan penyelamatan.
Selain itu, pelatihan rutin bagi porter, pemandu, dan relawan harus digencarkan untuk menghadapi kemungkinan serupa di masa depan.
Pemerintah juga didorong memperluas jalur aman, memperbanyak titik pos pantau, dan menyediakan peta digital yang bisa diakses pendaki secara real time.
Juliana Dimakamkan Setelah Proses Forensik di Denpasar
Setelah proses autopsi di Mataram, jenazah Juliana diterbangkan ke RS Bali Mandara, Denpasar. Di sana, tim forensik melanjutkan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab pasti kematian.
Keluarga Juliana yang datang dari Brasil mengucapkan terima kasih langsung kepada tim evakuasi, terutama Agam. Mereka juga berencana membawa abu jenazah Juliana kembali ke Brasil untuk disemayamkan di kampung halamannya.
Perwakilan Kedutaan Brasil di Jakarta mengapresiasi bantuan pemerintah Indonesia dan menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kehilangan warga negaranya.
Kejadian tragis ini seharusnya menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat sistem keselamatan di destinasi pendakian. Langkah-langkah antisipatif perlu diterapkan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa serupa di kemudian hari.
Setiap pendaki harus diberikan edukasi menyeluruh sebelum memulai perjalanan. Petugas TNGR bisa menyediakan pelatihan singkat di pintu masuk pendakian, serta memastikan semua pendaki membawa alat keselamatan standar.
Pemerintah daerah juga perlu menambah anggaran pengadaan peralatan SAR serta membangun kerja sama lintas sektor antara relawan, komunitas lokal, dan pihak keamanan.
Selain itu, sosialisasi soal pentingnya registrasi resmi sebelum mendaki perlu diperluas hingga ke wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Lombok.
Media juga bisa membantu dengan memberitakan kisah-kisah heroik seperti Agam, agar muncul kesadaran kolektif tentang pentingnya tanggung jawab bersama dalam menjaga nyawa para pendaki.
Agam Rinjani menunjukkan dedikasi luar biasa dalam menyelamatkan nyawa meski dalam kondisi yang sangat berbahaya. Tindakannya membuktikan bahwa pemandu lokal memiliki peran strategis dalam operasi darurat.
Namun, tragedi ini sekaligus menyoroti celah yang harus segera dibenahi dalam sistem pendakian Gunung Rinjani. Tanpa peningkatan keamanan, risiko akan terus mengancam para petualang.
Komitmen untuk melindungi pendaki harus datang dari seluruh elemen, baik pengelola taman nasional, pemerintah daerah, maupun komunitas pencinta alam. Mereka perlu bersinergi membangun sistem respons tanggap dan efektif.
Penting pula untuk mengangkat cerita-cerita kemanusiaan seperti ini agar menjadi inspirasi bagi masyarakat luas. Cerita Agam bukan hanya kisah penyelamatan, tapi juga tentang nilai luhur keberanian dan empati.
Dengan memperkuat perlindungan dan edukasi, kita dapat mencegah tragedi serupa dan menjadikan gunung sebagai tempat yang aman untuk semua. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v