Sukabumi, EKOIN.CO – Puluhan pekerja dari sebuah perusahaan swasta di wilayah Sukabumi mengeluhkan gaji mereka yang belum dibayarkan selama beberapa bulan terakhir. Mereka menuntut pihak perusahaan segera mencairkan hak mereka yang tertunda tanpa kejelasan.
Masalah ini mencuat setelah sejumlah pekerja mendatangi kantor perusahaan pada Senin, 1 Juli 2025. Aksi damai tersebut dilakukan guna menagih hak gaji yang belum mereka terima sejak April 2025. Beberapa di antara mereka mengaku telah bekerja penuh waktu tanpa menerima bayaran sepeser pun.
Keluhan para pekerja mendapat perhatian dari organisasi buruh lokal yang langsung turun mendampingi. Mereka menilai, tindakan perusahaan ini berpotensi melanggar aturan ketenagakerjaan. Tidak hanya itu, kondisi ini juga mempersulit ekonomi keluarga para buruh yang terdampak langsung.
Salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pihak manajemen tidak memberikan penjelasan yang memadai terkait keterlambatan tersebut. “Kami hanya diminta bersabar, tapi tidak ada kepastian kapan gaji akan dibayarkan,” ujarnya saat ditemui.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak perusahaan terkait permasalahan ini. Wartawan EKOIN.CO telah mencoba menghubungi manajemen namun belum memperoleh tanggapan.
Perwakilan dari serikat buruh setempat menyebutkan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini hingga para pekerja menerima haknya. Mereka mendesak pemerintah daerah untuk turut terlibat menyelesaikan persoalan yang dinilai sudah kronis ini.
“Ini bukan pertama kalinya perusahaan terlambat bayar. Kami sudah dua kali melakukan mediasi, tapi hasilnya nihil,” kata Ketua Serikat Buruh Sukabumi, Yanto Permana.
Yanto menambahkan, pekerja bukan hanya kehilangan hak finansial, tetapi juga ketenangan dalam bekerja. Ia berharap instansi seperti Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) segera turun tangan untuk melakukan inspeksi langsung.
Beberapa pekerja bahkan menyebut telah menggadaikan barang pribadi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Situasi ini menurut Yanto dapat berujung pada pelanggaran hak asasi manusia.
Selain mendampingi secara hukum, serikat buruh juga tengah menyiapkan laporan resmi yang akan diajukan ke DPRD dan Ombudsman setempat.
Disnaker Akan Panggil Pihak Perusahaan
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukabumi, Budi Santosa, mengatakan bahwa pihaknya akan segera memanggil manajemen perusahaan terkait. Panggilan ini dijadwalkan dalam minggu ini untuk meminta klarifikasi secara resmi.
“Kami sudah menerima laporan dari serikat buruh. Kami akan cek fakta di lapangan dan memanggil pimpinan perusahaan,” ujar Budi saat ditemui di kantornya.
Ia menjelaskan bahwa perusahaan yang menunda pembayaran gaji tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi sesuai undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Budi menegaskan bahwa hak pekerja merupakan hal mendasar yang wajib dipenuhi.
Disnaker juga mengimbau para pekerja tetap tenang dan menempuh jalur yang sesuai prosedur. Pemerintah daerah, lanjut Budi, siap memediasi persoalan tersebut bila memang dibutuhkan.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Sukabumi menyatakan akan menunggu laporan resmi dari Disnaker sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
Respons dari DPRD dan Pengawasan Hukum
Ketua Komisi IV DPRD Sukabumi, Dewi Nurhayati, menyatakan keprihatinan terhadap persoalan ini. Ia menyebut keterlambatan pembayaran gaji adalah bentuk pelanggaran hak tenaga kerja yang sangat serius.
“Apalagi jika ini sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Itu bisa menjadi temuan dan dasar untuk tindakan hukum,” ujarnya dalam konferensi pers singkat di Gedung DPRD.
Dewi menegaskan bahwa pihaknya akan mendorong penegakan hukum yang adil dan transparan terhadap perusahaan yang terbukti lalai. Ia juga mengajak pekerja untuk mengumpulkan bukti pendukung sebagai bagian dari proses pelaporan.
Langkah ini penting agar kasus keterlambatan pembayaran gaji tidak terus terulang di perusahaan lain. DPRD, kata Dewi, siap memfasilitasi jika dibutuhkan rapat dengar pendapat bersama perusahaan dan pekerja.
Ia menekankan pentingnya edukasi hukum bagi pekerja, agar mereka memahami hak-haknya dan tahu jalur yang bisa ditempuh saat menghadapi persoalan ketenagakerjaan.
Pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Sukabumi, Ahmad Zakaria, menyebut bahwa kasus ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat jika keterlambatan sudah melampaui 30 hari kerja tanpa kesepakatan tertulis.
Menurutnya, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan secara tegas melindungi hak buruh untuk menerima upah tepat waktu. Kegagalan membayar gaji bisa dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha.
Ahmad menambahkan, kasus ini bisa berdampak luas secara sosial. Ketika hak pekerja diabaikan, maka produktivitas dan loyalitas mereka juga akan terganggu, yang akhirnya memengaruhi performa perusahaan itu sendiri.
Ia mendorong pihak-pihak terkait segera melakukan audit terhadap sistem manajemen perusahaan. “Jangan sampai ini menjadi preseden buruk dan menyebar ke sektor lainnya,” jelasnya.
Pemerintah daerah diharapkan bisa membuat regulasi tambahan berupa sanksi lokal sebagai bentuk komitmen perlindungan terhadap pekerja.
Penting bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak disiplin dalam memenuhi hak pekerja. Inspeksi mendadak dari Dinas Tenaga Kerja bisa menjadi solusi untuk menghindari kejadian serupa terulang.
Perusahaan juga perlu lebih transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan jika memang terjadi kendala internal. Keterbukaan ini bisa memunculkan kepercayaan dari para pekerja sehingga konflik tidak membesar.
Diperlukan kolaborasi antara serikat buruh, DPRD, dan lembaga hukum untuk menciptakan sistem pengaduan tenaga kerja yang lebih responsif dan efisien. Sistem ini bisa membantu pekerja dalam melaporkan masalahnya lebih cepat.
Para pekerja juga disarankan untuk menyimpan bukti kerja dan dokumentasi hak yang belum dibayarkan. Hal ini penting sebagai dasar kuat dalam proses pelaporan atau gugatan hukum.
Akhirnya, kasus ini mengingatkan semua pihak bahwa keberlanjutan usaha tak bisa dilepaskan dari perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Keberhasilan perusahaan harus berjalan selaras dengan kesejahteraan tenaga kerjanya. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v