Sukabumi, EKOIN.CO – Warga merusak sebuah vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat, 27 Juni 2025. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sukabumi memastikan bahwa bangunan tersebut bukan gereja, melainkan vila yang digunakan sebagai tempat ibadah sementara.
Ketegangan Warga Cidahu Pecah karena Aktivitas Ibadah
MUI Kabupaten Sukabumi menyampaikan bahwa warga merasa aktivitas ibadah di vila itu mengganggu lingkungan. Sekretaris Umum MUI, Haji Ujang Hamdun, mengatakan bahwa bangunan tersebut tidak memiliki izin sebagai rumah ibadah.
“Kasus yang di Cidahu bukan gereja tetapi vila yang digunakan untuk kegiatan ibadah,” kata Haji Ujang, Senin, 30 Juni 2025,
Warga telah beberapa kali menegur pihak vila, namun pengelola tidak mengindahkan keberatan mereka. Akibatnya, massa melampiaskan kemarahan dengan merusak beberapa fasilitas vila.
MUI juga menyoroti kurangnya komunikasi antara pengelola vila dengan masyarakat sekitar yang memicu kesalahpahaman.
Sementara itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menyatakan bahwa peristiwa ini harus menjadi pembelajaran untuk memperbaiki hubungan sosial dan antaragama di lingkungan.
Kepolisian Resor Sukabumi mengkonfirmasi bahwa bangunan yang dirusak bukan gereja resmi. Kasi Humas Polres Sukabumi, Iptu Aah Saifulrohman, mengatakan bangunan tersebut merupakan rumah singgah.
“Bangunan itu rumah singgah. Bukan gereja,” ujar Aah dalam keterangannya, Sabtu, 28 Juni 2025.
Aah menjelaskan bahwa beberapa bagian bangunan yang rusak antara lain gazebo, gerbang, kamar mandi, hingga satu unit sepeda motor.
Pihak kepolisian menyatakan situasi sudah kondusif dan proses penyelidikan terhadap pelaku perusakan masih berjalan.
Kapolres Sukabumi mengimbau masyarakat tidak terpancing emosi dan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kasus ini kepada aparat penegak hukum.
Aparat keamanan juga meningkatkan patroli di wilayah Cidahu untuk mencegah kejadian serupa.
Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Anwar Abbas, meminta masyarakat tidak terpancing isu yang dapat menimbulkan perpecahan. Ia mengimbau semua pihak menahan diri dan menyerahkan kasus kepada aparat.
“Saya harap masyarakat agar tetap tenang dan jangan melakukan hal-hal yang bisa memancing terjadinya hal yang tidak diinginkan,” kata Anwar Abbas, Minggu, 29 Juni 2025.
Politikus PDIP, Guntur Romli, juga mengecam aksi perusakan tersebut. Ia meminta aparat segera menangkap pelaku dan menjamin hak beribadah warga.
“Ini menyedihkan dan menyakitkan. Tak boleh ada alasan apapun untuk merusak,” ujar Guntur seperti dikutip dari jenteranews.com.
Guntur juga menilai peristiwa ini menunjukkan bahwa intoleransi masih menjadi ancaman nyata di beberapa wilayah.
Tokoh agama dan masyarakat sipil mendesak pemerintah daerah aktif menjaga keharmonisan antarumat beragama.
Kegiatan ibadah di vila itu berlangsung sejak 17 Februari 2025. Menurut laporan Okezone, vila digunakan untuk kegiatan retret dan misa oleh umat Katolik.
Pada 30 April, pengelola memasang salib besar di area vila. Kemudian pada 27 Juni, vila digunakan untuk kegiatan ibadah yang dihadiri sekitar 35 peserta.
Kegiatan tersebut menimbulkan keberatan warga karena tidak ada pemberitahuan resmi kepada lingkungan.
Pemerintah Kecamatan Cidahu bersama Forkopimcam, tokoh agama, dan pengelola vila sempat melakukan mediasi pada 28 Juni.
Dalam mediasi itu, disepakati bahwa aktivitas di vila dihentikan sementara sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah daerah.
Pemerintah Kabupaten Sukabumi bergerak cepat meredam situasi dengan menggelar dialog bersama semua pihak.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut dan menginstruksikan penyelidikan menyeluruh.
“Kita tidak ingin kejadian seperti ini terus berulang. Semua pihak harus duduk bersama,” kata Dedi, Minggu, 30 Juni 2025.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, juga menyayangkan insiden ini. Ia mengimbau agar umat Islam menjunjung tinggi prinsip toleransi dan kebersamaan.
“Mari kita jaga kerukunan, jangan biarkan intoleransi mencederai persatuan,” ucap JK seperti dilansir dari nasional.okezone.com.
Pemda dan FKUB kini tengah merancang sistem komunikasi lintas komunitas agama untuk mencegah konflik serupa.
Peristiwa di Sukabumi menunjukkan pentingnya membangun komunikasi terbuka antara pengelola tempat ibadah dengan masyarakat sekitar. Ketidakterbukaan seringkali memicu ketegangan dan prasangka yang berujung pada konflik.
Aparat penegak hukum perlu bertindak cepat dan adil agar masyarakat tidak mengambil tindakan sendiri. Proses hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan dapat mencegah kejadian serupa terulang.
Pemerintah daerah diharapkan proaktif mengawasi izin penggunaan bangunan untuk kegiatan keagamaan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Semua tokoh agama dan masyarakat harus menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran untuk menjaga keharmonisan dan toleransi.
Dialog lintas agama, mediasi lokal, serta edukasi multikulturalisme dapat memperkuat kohesi sosial dan menekan benih-benih intoleransi. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v