Bangkok, EKOIN.CO – Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja terjadi pada tanggal 24 Juli 2025 di sepanjang perbatasan sengketa dekat candi Ta Muen Thom dan Preah Vihear. Bentrokan berlangsung dengan penggunaan artileri, serangan udara F‑16 dari pihak Thailand, dan saling tuding antara kedua negara. Tercatat sedikitnya 14 korban tewas, mayoritas warga sipil, serta puluhan lainnya luka-luka. Ribuan warga mengungsi dari desa-desa perbatasan.
Pasukan Thailand melakukan serangan udara terhadap sejumlah sasaran militer di enam lokasi sepanjang perbatasan, setelah ledakan ranjau yang melukai lima prajurit Thailand. Kamboja menuduh Thailand menyerang warga sipil dan fasilitas umum, sementara Thailand menyatakan tindakannya sebagai pembelaan diri
Diplomasi kedua negara mengalami kemunduran total: kedutaan saling memanggil pulang staf, perbatasan ditutup, dan sanksi ekonomi diberlakukan oleh Kamboja atas impor dari Thailand. Uni Bangsa‑Bangsa menyerukan agar kedua pihak menahan diri.
Menurut indeks Global Firepower 2025, Thailand menduduki peringkat ke-25 dunia, sementara Kamboja berada di posisi ke-95. Thailand memiliki kekuatan militer yang jauh lebih superior secara keseluruhan.
Perbandingan Kekuatan Militer
Thailand menampilkan keunggulan signifikan dalam jumlah personel aktif: lebih dari 360.000, didukung oleh cadangan 221.000 dan paramiliter 25.000. Kamboja memiliki total sekitar 231.000 personel, termasuk 221.000 aktif dan 10.000 paramiliter.
Dalam hal tank tempur utama, kedua negara memiliki jumlah yang hampir seimbang: Thailand 635–644 unit, Kamboja 644 unit. Namun Thailand jauh unggul dalam jumlah kendaraan lapis baja lainnya: sekitar 16.935 unit dibanding Kamboja hanya 3.627 unit.
Bidang artileri menunjukkan keunggulan Thailand baik dalam artileri pelontar sendiri (50 unit) maupun artileri towed (589 unit), dibanding Kamboja masing-masing memiliki 30 dan 430 unit. Namun Kamboja unggul drastis dalam sistem roket peluncur ganda: 463 unit, jauh lebih banyak dibanding Thailand yang hanya memiliki 26 unit.
Angkatan udara Thailand mempertahankan dominasi besar dengan sekitar 112 pesawat tempur, termasuk F‑16 dan Gripen, ditambah armada transport dan helikopter. Kamboja praktis tidak memiliki jet tempur, hanya memiliki sekitar 25 pesawat ringan dan helikopter transportasi.
Di laut, Korps Angkatan Laut Thailand dilengkapi oleh kapal induk helikopter, tujuh fregat, enam korvet, dan puluhan kapal patroli, sedangkan Kamboja hanya memiliki sekitar 20 kapal patroli dan tidak memiliki fregat atau kapal besar lainnya.
Durasi Potensial Konflik
Analisis militer menyatakan bahwa jika konflik terjadi ulang seperti pada 2011 (berdurasi sekitar 10 hari), maka Thailand kini memerlukan kekuatan tiga kali lebih besar untuk mempertahankan superioritas, karena perkembangan militer Kamboja yang signifikan. Perkiraan durasi konflik jika terjadi saat ini bisa mencapai 20 hari.
Strategi Militer dan Doktrin
Thailand mengandalkan keunggulan teknologi, intelijen, daya tembak presisi, serta fleksibilitas logistik. Sementara Kamboja mengandalkan strategi saturasi roket, penguatan infrastuktur perbatasan, dan doktrin darat yang menekankan jumlah roket dan tank.
Meski memiliki peningkatan signifikan, Kamboja masih menghadapi masalah operasional seperti pelatihan prajurit, pemeliharaan peralatan, dan keterandalan sistem dalam pertempuran jangka panjang.
Thailand tetap mendominasi di semua domain—lambang kekuatan militer regional yang tak tertandingi—namun konflik jangka pendek masih dapat berjalan hingga beberapa minggu sebelum skew dominance muncul.
Rangkuman Inti Perbandingan
Kamboja hanya memiliki jet tempur, hanya helikopter dan pesawat kecil; Thailand memiliki F‑16 dan Gripen. Dalam angkatan laut, Thailand memiliki kapal besar dan kapal induk helikopter, Kamboja hanya kapal patroli. Thailand unggul dalam jumlah personel aktif, kendaraan tempur, artileri, serta dana pertahanan sekitar sepuluh kali lebih besar dari Kamboja.
Pihak Thailand secara militer secara tegas lebih kuat daripada Kamboja berdasarkan semua data domain (personel, darat, udara, laut, serta dukungan logistik dan finansial).
Durasi potensi konflik bisa berlangsung hingga sekitar 20 hari jika eskalasi berlangsung penuh, tiga kali lebih panjang dari pertempuran terakhir pada 2011.
Meskipun demikian, dominasi militer Thailand tidak menjamin kemenangan cepat jika Kamboja memanfaatkan strategi asimetris seperti saturasi roket dan penggunaan medan tempur rumit.
kedua negara perlu menahan diri dan kembali ke jalur diplomasi melalui ASEAN dan PBB untuk meredam ketegangan.
Negara-negara tetangga dan aktor internasional disarankan mendukung dialog guna mencegah eskalasi regional yang lebih luas.
( *)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v