Jakarta, EKOIN.CO – Ketegangan geopolitik semakin memuncak setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir Iran dalam sehari terakhir. Kejadian yang terjadi pada Sabtu, 21 Juni 2025 pukul 09.00 waktu setempat, mengguncang skena keamanan internasional dan memicu reaksi keras dari Teheran.
Presiden AS, Donald Trump, melalui akun media sosial resminya menyatakan bahwa militer Amerika berhasil menghancurkan sepenuhnya fasilitas pengayaan uranium di situs Fordow, Natanz, dan Esfahan
Menurut Trump, serangan ini bertujuan untuk “menghentikan ancaman nuklir” yang ditimbulkan oleh Iran, yang disebutnya sebagai “sponsor teror nomor satu dunia” . Ia menegaskan tiga lokasi inti nuklir tersebut telah hancur total dan menggambarkan aksi militer itu sebagai “spektakuler”
Tak butuh waktu lama, Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) merespons dengan menyatakan perang terhadap AS. Lewat pernyataan resmi yang dikutip Euronews via Suara Surabaya, IRGC menegaskan, “Perang dimulai sekarang”
Hossein Shariatmadari, Pemimpin Redaksi Kayhan dan penasihat Ayatollah Ali Khamenei, menyerukan serangan rudal ke armada AS di Bahrain serta penutupan Selat Hormuz yang krusial untuk jalur minyak global.
Dari Gedung Putih, Trump mengingatkan Iran untuk memilih jalan damai, atau menghadapi serangan berikutnya yang “lebih dahsyat”. “Masih banyak target tersisa,” ujarnya
Dalam wawancara dengan Kompas TV, pengamat Hubungan Internasional dari Unpar, Kishino Bawono, menyebut kemungkinan tanggapan serius dari negara-negara sekutu Iran seperti Rusia, China, dan Korea Utara . Meski begitu, Kishino menilai risiko eskalasi besar bisa diminimalkan jika jalur diplomasi kembali diaktifkan .
Kompas.com menyatakan, serangan terjadi pada Minggu (22/6/2025) pukul 11.00 WIB, menggunakan jet dan drone siluman B‑2 di bawah komando langsung Trump
Sementara itu, Iran mengklaim evakuasi darurat di Fordow sebelum bom seremoni, sehingga kerusakan utama dapat diminimalkan
Dalam sebuah video yang diunggah oleh MetroTV, Trump menegaskan aksi militer berskala ini sebagai bentuk “gabungan strategi dengan Israel” , di tengah konflik Iran-Israel yang juga sedang meningkat.
Temuan serupa dilaporkan Tempo, menyatakan serangan terjadi saat konflik Iran-Israel memasuki hari ke-10, meningkatkan kekhawatiran serangan balasan langsung dari Teheran
Reaksi internasional pun bermunculan. Pakistan dan Turki menyerukan de-eskalasi, sementara Inggris dan Prancis meminta agar kedua pihak menahan diri dan kembali membuka jalur diplomasi.
Rusia, China, dan Korea Utara diprediksi tidak tinggal diam terhadap keputusan AS. Namun Kishino menilai, ketiga negara nuklir itu tetap memilih solusi damai demi menjaga citra internasional
Garda Revolusi sendiri menyatakan siap melakukan balasan militer. Shariatmadari menegaskan, “Iran tidak boleh ragu atau menunda responsnya” dalam pernyataannya
Meski belum ada pernyataan resmi dari Ayatollah Khamenei, tekanan dari kalangan konservatif Iran mendorong langkah cepat dalam bentuk militer
Analis militer mencatat, keberadaan kapal perang AS di kawasan Teluk Persia kini berada dalam risiko tinggi. Iran akan meluncurkan rudal sebagai balasan awalnya .
Di internal AS sendiri, sebagian politisi memberikan dukungan kuat terhadap Trump, sementara yang lain mendesak agar Kongres segera dipanggil untuk mengesahkan otorisasi penggunaan militer.
PBB menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan agar Dewan Keamanan segera mengadakan sesi darurat untuk mendiskusikan aksi militer ini.
Berbagai negara anggota Uni Eropa mempertanyakan legalitas serangan AS tanpa mandat PBB. Sekretaris Jenderal PBB meminta jalur diplomasi yang tidak tunduk pada perang terbuka.
Masyarakat global, khususnya di Timur Tengah, kini mengalami tekanan tinggi akibat potensi gangguan rute minyak di Selat Hormuz dan risiko lonjakan harga bahan bakar global.
Di Indonesia, Kemenlu memantau perkembangan dan mengimbau WNI di kawasan agar tetap waspada, menghindari perjalanan ke negara konflik, dan selalu merujuk informasi resmi.
Beberapa negara Timur Tengah lainnya juga meningkatkan status kesiagaan militer dan menutup perbatasan udara beberapa jam untuk berjaga‑jaga.
Media saluran internasional seperti CNN dan Al Jazeera turut menyiarkan intensif analisis geopolitik, menunjukkan potensi pergeseran keseimbangan kekuatan dunia jika konflik melebar.
Operasional militer AS melibatkan teknologi drone siluman dan serangan presisi tinggi,
Meski Rusia dan China menolak komentar langsung, diperkirakan mereka akan mengkoordinasikan respons diplomatik dan politik melalui jalur PBB.
Analisis ekonomi global menyebut potensi peningkatan harga minyak hingga 15 persen jika Selat Hormuz ditutup dalam tempo lama.
Sekutu AS seperti Inggris dan Australia menyuarakan dukungan dengan catatan bahwa agar aksi selanjutnya harus didakan mandat kolektif dari organisasi internasional.
Iran disebut memegang kartu kuat melalui jaringan proxy di Irak, Lebanon, dan Suriah yang bisa dikerahkan bila kondisi makin memanas.
Sementara itu, Pakistan dan Turki secara bilateral menawarkan diri sebagai mediator dalam upaya menurunkan eskalasi kedua negara.
Para pengamat menyoroti bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir meningkatkan risiko terjadinya “Perang Dunia III” jika tidak diimbangi intervensi cepat oleh pihak ketiga .
Pekan depan, berbagai forum internasional dijadwalkan membahas potensi cuitan moral dan hukum oleh Iran terhadap serangan ini, termasuk kemungkinan menggugat di Mahkamah Internasional.
Media Israel menyebut awal konflik ini dipicu oleh meningkatnya kapabilitas nuklir Iran, sehingga pihak mereka merasa terdorong untuk mendukung Amerika .
Analis pro Iran memprediksi bahwa Teheran bisa menutup pasokan minyak secara total untuk menjegal AS dan sekutunya saat balasan dilancarkan.
Sementara itu, wartawan lokal di Iran melaporkan peningkatan pergerakan militer, pengetatan keamanan, dan mobilisasi warga sipil untuk mendukung operasi pertahanan.
Dari sisi global, lembaga rating kredit internasional mulai mengoreksi prospek ekonomi negara‑negara minyak karena ancaman gangguan suplai.
Kantor berita internasional memperkirakan bahwa harga minyak dunia bisa menyentuh USD 120 per barel jika Selat Hormuz ditutup dan konflik berlanjut lebih dari satu bulan.
Di tingkat lokal, warga pesisir selatan Iran tampak tegang, bersiap menerima kemungkinan gelombang pengungsi jika wilayah Teluk naik tensinya.
Pihak AS menyatakan kesiapan untuk menahan serangan balasan, mengerahkan kapal induk dan sistem pertahanan rudal Patriot ke kawasan sekitar Bahrain.
Meski begitu, pemerintah Washington menjanjikan bahwa mereka hanya menyerang infrastruktur militer, bukan kawasan sipil, untuk menghindari eskalasi langsung.
Untuk menghindari konflik lebih luas, perlu digalakkan kembali dialog multilateral yang melibatkan PBB dan negara-negara kunci.
Bagi AS dan Iran, penting mengaktifkan komunikasi melalui jalur diplomatik resmi agar serangan tidak berkembang menjadi perang nuklir.
Negara-negara kawasan Teluk harus meningkatkan koordinasi regional dan mempersiapkan jalur evakuasi bagi warga sipil.
Investor dan pasar global sebaiknya memperhatikan perkembangan konflik ini sebagai indikator risiko bagi sektor energi dan keuangan.
Keterlibatan pihak ketiga, seperti PBB atau negara netral, akan menjadi kunci meredam ketegangan dan mewujudkan solusi damai.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v