Jakarta, EKOIN.CO – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyarankan kepada Pemerintah Indonesia agar memberikan perhatian atas peristiwa pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa pada kerusuhan Mei 1988.
Menurutnya, peristiwa kemanusiaan tersebut menjadi bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia yang harus diingat.
“Pemerintah menyesali (adanya) perbuatan itu. Meminta maaf dan pemerintah berjanji tidak akan ada lagi terjadi dengan cara yang konkret. Entah itu membuat sebuah museum seperti di Jerman atau di Amerika. Menetapkan suatu hari sebagai hari berkabung nasional, memberikan keluarga korban keadilan hukum, dan keadilan moral,” ujar Usman kepada Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 18 Juni 2025, dan dikutip pada Kamis (19/6).
Pria kelahiran Jakarta, 6 Mei 1976 itu mengatakan, pemerintah tidak boleh mengabaikan apalagi sampai mengelak terjadinya perkosaan massal tersebut.
“Harusnya kan pemerintah mengakui, benar telah terjadi kerusuhan Mei. Benar bahwa telah terjadi pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa,” kata Usman.
Peristiwa itu kembali mencuat setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon tidak mengakui terjadinya pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa pada kerusuhan Mei 1988, yang ia nyatakan dalam sebuah acara Talk Show, Senin, 8 Juni 2025.
Padahal, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo telah ditetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk perkosaan massal tersebut.
Oleh karena itu, Usman berharap peristiwa kelam masa lalu menjadi pelajaran penting untuk kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang.
“Sejarah itu bukan tentang kita dulu pernah membangun Candi Borobudur, kejayaan seperti itu tentu penting tapi kita juga harus jujur bahwa masa lalu kita ada yang kelam sebagai refleksi, introspeksi, kontemplasi,” ucapnya. ()