Male ,EKOIN.CO – Larangan terhadap warga Israel yang ingin bepergian ke luar negeri terus bertambah seiring meningkatnya kecaman internasional terhadap tindakan militer negara itu di Jalur Gaza. Pemerintah Maldives secara resmi mengumumkan pelarangan masuk bagi pemegang paspor Israel, sebagai respons atas agresi yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Larangan ini diumumkan pada Minggu, 2 Juni 2024, oleh Presiden Maldives Mohamed Muizzu. Kebijakan tersebut merupakan bentuk solidaritas pemerintah dan masyarakat Maldives terhadap rakyat Palestina. Pemerintah juga membentuk komite khusus untuk mengawasi pelaksanaannya.
Kebijakan itu dipandang sebagai langkah tegas dari negara berpenduduk mayoritas Muslim tersebut dalam mendukung perjuangan Palestina. Tahun lalu, hampir 11.000 wisatawan asal Israel tercatat mengunjungi Maldives, menjadikan negara ini sebagai salah satu destinasi favorit bagi mereka.
Langkah Maldives menjadi perhatian dunia internasional karena menunjukkan bahwa protes terhadap tindakan Israel kini beralih dari sekadar kecaman verbal ke kebijakan nyata. Muizzu juga menyerukan negara lain agar mengambil langkah serupa.
Gelombang Boikot terhadap Israel Meluas
Tak hanya Maldives, beberapa negara lain juga menunjukkan sikap yang sama. Seperti dikutip dari berbagai media internasional, Aljazair, Iran, dan Pakistan telah lebih dulu tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Meskipun alasan dan implementasinya berbeda, semuanya memiliki latar belakang yang sama: agresi Israel terhadap Palestina.
Di Asia, Malaysia dan Indonesia menjadi dua negara besar yang sejak lama konsisten menolak hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam beberapa pernyataan resmi, kedua negara mengecam keras serangan Israel ke Gaza dan menyerukan agar komunitas internasional bertindak tegas.
Sementara itu, Bolivia menjadi negara di Amerika Latin pertama yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada akhir 2023, setelah meningkatnya serangan ke Gaza. Pemerintah Bolivia menilai bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.
Negara-negara di Afrika seperti Afrika Selatan juga tidak tinggal diam. Pemerintah setempat secara terbuka mengecam Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dan menyeretnya ke meja hukum atas tuduhan pelanggaran berat HAM.
Aksi serupa juga terjadi di tingkat masyarakat. Di Eropa, sejumlah kota besar menggelar demonstrasi besar-besaran yang menuntut pemutusan hubungan dagang dan militer dengan Israel. Seruan ini turut memengaruhi opini publik dan mendorong kebijakan luar negeri negara-negara tersebut.
Bentuk Dukungan Global terhadap Palestina
Selain pelarangan masuk, berbagai bentuk solidaritas terhadap Palestina juga meningkat secara signifikan. Banyak lembaga internasional dan organisasi kemanusiaan menggalang dana serta mengirim bantuan ke Gaza, meski akses distribusi masih kerap diblokir oleh militer Israel.
Menurut Amnesty International, tindakan Israel selama operasi militer di Gaza telah menewaskan lebih dari 35.000 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Organisasi ini menyebut Israel telah melanggar hukum internasional secara sistematis.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia turut menyerukan investigasi atas kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel. Seruan ini semakin memperkuat dasar hukum internasional bagi negara-negara yang melarang warga Israel masuk wilayah mereka.
Di bidang akademik dan budaya, sejumlah universitas dan institusi di Barat memutuskan kerja sama dengan lembaga Israel. Beberapa selebritas dan tokoh masyarakat dunia juga ikut bersuara, mengajak publik untuk memboikot produk yang terafiliasi dengan Israel.
Lembaga-lembaga sosial di Timur Tengah dan Afrika Utara bahkan membuat daftar produk dan perusahaan yang mendukung Israel. Mereka mengimbau masyarakat untuk tidak membeli atau menggunakan barang dari daftar tersebut, sebagai bentuk tekanan ekonomi.
Pemerintah Palestina menyambut baik gerakan internasional tersebut. Dalam pernyataannya, Presiden Mahmoud Abbas mengucapkan terima kasih atas solidaritas dunia dan menegaskan bahwa perjuangan mereka belum berakhir.
Gerakan ini memperlihatkan bahwa dukungan terhadap Palestina bukan hanya datang dari negara-negara mayoritas Muslim, tetapi juga dari berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara Barat.
Israel sendiri menyatakan kekecewaan atas langkah-langkah tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan diskriminatif. Kementerian Luar Negeri Israel menuding keputusan negara-negara tersebut sebagai bentuk anti-Semitisme yang terselubung.
Meski demikian, tekanan terhadap Israel terus meningkat. Komite HAM PBB menjadwalkan pertemuan khusus untuk membahas laporan kekerasan terbaru yang terjadi di Gaza serta sanksi yang bisa dijatuhkan kepada Israel.
Langkah-langkah tersebut menandakan bahwa dunia tidak lagi menutup mata terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Seruan untuk gencatan senjata dan penghentian kekerasan semakin menguat dalam berbagai forum internasional.
Seiring bertambahnya jumlah negara yang mengambil tindakan nyata terhadap Israel, situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah juga ikut berubah. Diplomasi kini menjadi alat utama dalam menekan Israel agar menghentikan kekerasan.
Dari sisi ekonomi, sejumlah pakar memprediksi larangan masuk dan boikot akan memberikan dampak signifikan terhadap pariwisata dan perdagangan Israel, terutama dari negara-negara yang selama ini menjadi mitra wisata dan ekspor utama.
pelarangan masuk bagi warga Israel merupakan refleksi dari kemarahan global terhadap agresi militer di Gaza. Tindakan tersebut menunjukkan adanya pergeseran pendekatan dari protes verbal menjadi tindakan konkret dalam bentuk kebijakan luar negeri.
Langkah Maldives menjadi simbol bahwa bahkan negara kecil pun dapat mengambil sikap tegas dalam isu kemanusiaan global. Ini juga menunjukkan bahwa kekuatan moral bisa mengalahkan kekuatan militer melalui diplomasi dan solidaritas.
Penolakan terhadap warga Israel di beberapa negara bisa menjadi momentum baru untuk memperkuat tekanan terhadap pemerintah Israel agar menghentikan serangan di Gaza dan mematuhi hukum internasional.
Solidaritas dunia terhadap Palestina bukan hanya aksi emosional, tetapi didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia universal yang diakui oleh komunitas global.
Jika negara-negara lain mengikuti langkah Maldives, maka tekanan terhadap Israel akan semakin kuat, dan peluang untuk tercapainya perdamaian bisa terbuka lebih luas. (*)