Warsawa EKOIN.CO – Untuk kedua kalinya dalam sepekan, Polandia kembali mengerahkan jet tempurnya sebagai respons terhadap serangan besar-besaran Rusia ke sejumlah wilayah Ukraina. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat malam, 18 Juli 2025, ketika serangan drone dan rudal Rusia kembali menyasar kota-kota utama di Ukraina.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kementerian Pertahanan Polandia mengonfirmasi pengerahan itu melalui pernyataan resmi yang dirilis pada Jumat malam. Langkah ini dilakukan karena peningkatan ancaman terhadap keamanan kawasan timur Eropa, yang berada dalam cakupan wilayah NATO. Jet tempur dari Swedia juga ikut serta dalam misi tersebut.
Menurut laporan Newsweek pada Minggu, 20 Juli 2025, Kementerian Pertahanan Polandia menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran wilayah udara Polandia selama serangan berlangsung. Meski begitu, kesiapsiagaan pertahanan udara dan radar pengintaian ditingkatkan ke level tertinggi.
Pernyataan militer Polandia menegaskan bahwa Angkatan Bersenjata telah mengaktifkan seluruh sistem pertahanan yang tersedia. Mereka mengerahkan pasangan jet tempur yang ditempatkan di wilayah Polandia untuk melakukan pengamanan wilayah udara selama serangan terjadi.
Peningkatan Kesiapsiagaan NATO di Eropa Timur
Pengerahan tersebut merupakan reaksi langsung terhadap serangan udara Rusia ke sejumlah kota Ukraina, seperti Donetsk, Dnipro, Kirovohrad, Sumy, Kherson, Volyn, Zaporizhzhia, Mykolaiv, Odesa, dan Zhytomyr. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan serangan tersebut dalam pernyataan publiknya.
Kementerian Pertahanan Polandia menjelaskan bahwa jet tempur yang dikerahkan bertujuan mengantisipasi segala kemungkinan menyusul eskalasi militer Rusia. Sistem radar pengintaian juga difokuskan untuk mendeteksi potensi pelanggaran wilayah udara sejak dini.
Angkatan Bersenjata Polandia mengatakan dalam pernyataan kepada Newsweek, bahwa pengerahan pesawat tempur kali ini dilakukan bersamaan dengan peningkatan status siaga penuh seluruh perangkat militer. Langkah itu dianggap krusial untuk menjamin keamanan negara dari serangan lintas batas.
Hanya tujuh hari sebelumnya, Polandia juga telah mengaktifkan langkah serupa menyusul serangan udara Rusia yang menyasar wilayah barat Ukraina, tepat di dekat perbatasan Polandia. Hal ini menunjukkan tren peningkatan serangan ke arah wilayah yang berbatasan langsung dengan negara-negara anggota NATO.
Moskow Diserang Drone Ukraina
Sementara itu, pihak Rusia melaporkan bahwa Ukraina juga melakukan serangan balasan dengan drone ke wilayah Moskow. Serangan ini menandai malam ketiga berturut-turut ibu kota Rusia menghadapi ancaman drone dari Ukraina.
Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin, menyatakan bahwa 13 drone berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Rusia pada Sabtu sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat. Beberapa drone disebutkan jatuh sekitar 37 kilometer barat laut Moskow.
Saksi mata di lokasi menyampaikan bahwa ledakan terdengar keras di beberapa titik. Namun, belum ada laporan resmi mengenai korban jiwa maupun kerusakan akibat serangan tersebut. Operasi drone ini dianggap sebagai upaya Ukraina membalas intensitas serangan Rusia ke wilayahnya.
Hingga kini, belum ada konfirmasi dari pihak Ukraina terkait operasi drone ke Moskow. Namun, berdasarkan pola sebelumnya, serangan ini biasanya dilakukan untuk merespons eskalasi militer yang meningkat secara drastis di bagian selatan dan timur Ukraina.
Polandia, sebagai negara anggota NATO di garis depan Eropa Timur, selama ini telah menjadi suara vokal dalam memperingatkan tentang bahaya invasi Rusia ke Ukraina. Sejak tahun 2022, Polandia terus memperkuat pertahanan wilayahnya termasuk modernisasi sistem udara dan penguatan aliansi dengan negara NATO lainnya.
Ketika dihubungi pada Juli lalu, juru bicara militer Polandia menyatakan bahwa karena alasan keamanan nasional, mereka tidak dapat memberikan rincian teknis atau strategi pertahanan yang sedang dijalankan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan perluasan konflik lintas batas, yang secara langsung dapat memicu Pasal 5 NATO, yaitu klausul pertahanan kolektif jika salah satu anggotanya diserang.
Jet tempur Swedia yang dikerahkan bersama Polandia menunjukkan solidaritas antar negara NATO dalam menghadapi ancaman bersama. Meskipun Swedia baru bergabung sebagai anggota NATO, kontribusinya dalam operasi udara menegaskan komitmennya terhadap keamanan kawasan.
Seiring dengan meningkatnya serangan dari Rusia, negara-negara di Eropa Timur bersiap untuk menghadapi kemungkinan skenario konflik terbuka yang melibatkan banyak negara di kawasan tersebut. Sistem pertahanan udara yang dimiliki NATO diaktifkan dalam status siaga tinggi.
Situasi ini menjadi perhatian dunia internasional, karena eskalasi di Ukraina tidak hanya menyangkut dua negara, tetapi berpotensi menyeret aliansi besar seperti NATO ke dalam konflik langsung dengan Rusia.
Kementerian Pertahanan Polandia juga terus melakukan koordinasi dengan negara-negara NATO lain, termasuk Amerika Serikat dan Jerman, guna memastikan langkah-langkah yang diambil bersifat kolektif dan sesuai dengan kebijakan pertahanan aliansi.
Sebagai upaya diplomatik, beberapa pejabat tinggi NATO direncanakan akan menggelar pertemuan darurat dalam beberapa hari ke depan untuk membahas perkembangan terakhir dan menentukan strategi kolektif ke depan.
Konflik antara Rusia dan Ukraina yang terus berkembang, ditambah reaksi militer dari negara-negara NATO seperti Polandia dan Swedia, menunjukkan bahwa ketegangan di kawasan Eropa Timur belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
peristiwa ini menunjukkan betapa seriusnya eskalasi konflik Rusia-Ukraina dan dampaknya terhadap keamanan regional di Eropa Timur. Polandia secara aktif merespons dengan pengerahan kekuatan udara untuk mengamankan wilayahnya dari ancaman lintas batas. Peran negara-negara anggota NATO semakin menonjol dalam menangani situasi yang dapat berimplikasi besar terhadap stabilitas Eropa.
Koordinasi pertahanan dengan negara mitra menunjukkan bahwa solidaritas NATO tetap kuat dalam menghadapi situasi yang menantang. Dukungan dari negara-negara seperti Swedia juga menambah lapisan pertahanan yang signifikan di kawasan timur. Serangan drone Ukraina ke Moskow turut menambah dimensi baru dari konflik yang kini telah mencapai ibu kota negara penyerang.
Langkah preventif seperti peningkatan kesiapsiagaan dan penguatan radar pengintaian akan menjadi bagian penting dari strategi keamanan jangka panjang. Tidak hanya itu, transparansi informasi kepada publik juga menjadi kunci agar masyarakat memahami risiko yang mungkin terjadi akibat konflik ini.
Situasi ini menunjukkan bahwa dinamika militer di Eropa sangat cepat berubah, dan keterlibatan militer negara-negara NATO berpotensi berkembang menjadi konflik yang lebih luas jika tidak segera diredam dengan jalur diplomatik. Kesadaran global terhadap pentingnya penyelesaian damai menjadi lebih penting dari sebelumnya.
penting bagi komunitas internasional untuk terus mendorong penyelesaian diplomatik dalam konflik Rusia-Ukraina. Negara-negara anggota NATO, termasuk Polandia, sebaiknya menyeimbangkan kesiapan militer dengan upaya mediasi untuk mencegah perluasan konflik.
Pihak Ukraina dan Rusia diharapkan dapat kembali ke meja perundingan guna menghindari jatuhnya korban lebih banyak dan kehancuran infrastruktur yang terus meluas. Mekanisme internasional seperti PBB juga harus lebih aktif terlibat sebagai penengah.
Masyarakat sipil, terutama di wilayah yang terdampak langsung oleh konflik, perlu mendapatkan perlindungan maksimal dari pemerintah masing-masing dan bantuan kemanusiaan secara berkelanjutan. Bantuan tersebut termasuk evakuasi, pengungsian, dan pemulihan psikologis.
Negara-negara lain yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut hendaknya menahan diri dan tidak menambah ketegangan dengan provokasi atau pengiriman pasukan tambahan. Stabilitas kawasan sangat tergantung pada kebijakan yang diambil bersama.
Penting pula bagi media dan pengamat global untuk menyajikan informasi secara objektif dan seimbang, agar publik mendapat pemahaman utuh tentang krisis ini dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang memecah belah. (*)