Jakarta, EKOIN.CO – Hoegeng Imam Santoso, mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) periode 1968–1971, dikenang sebagai sosok polisi berintegritas yang tak segan turun ke lapangan meski berpangkat jenderal bintang empat. Salah satu kisah heroiknya adalah ketika ia menyamar sebagai “orang gila” untuk menyelidiki jaringan narkoba di kalangan elite Jakarta pada awal 1970-an.
Dalam autobiografinya, Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2014), ia mengisahkan bagaimana ia mengenakan wig gondrong, kemeja bermotif bunga, dan syal untuk menyamar sebagai pemuda linglung. “Saya pakai wig gondrong, kemeja bunga-bunga, syal di leher, pokoknya seperti orang gila,” tuturnya. Penyamaran ini membantunya menyusup ke lingkaran pengguna narkoba, yang banyak berasal dari keluarga kaya.
Hoegeng tidak hanya berhasil mengungkap praktik peredaran narkoba, tetapi juga memahami alasan di balik keterlibatan mereka. “Banyak yang terjerumus karena tekanan hidup, entah dari keluarga, pekerjaan, atau pendidikan,” tulisnya.
Sebelum menjadi Kapolri, Hoegeng juga pernah menyamar sebagai pelayan restoran di Yogyakarta untuk mengumpulkan intelijen dari tentara Belanda saat masa perjuangan kemerdekaan. “Saya masih suka menyamar untuk memantau situasi, meski sudah menjabat Kapolri,” ungkapnya dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).
Masa jabatannya sebagai Kapolri berakhir pada 1971, tetapi reputasinya sebagai polisi yang bersih dan berani tetap melekat hingga kini. Hoegeng wafat pada 14 Juli 2004, meninggalkan warisan integritas yang langka di dunia kepolisian.