Jakarta, EKOIN.CO – Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Periode 2019-2024, Barita Simanjuntak mendukung pelibatan TNI terhadap perlindungan jaksa dalam pemberantasan korupsi yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025.
Ia menilai pelibatan TNI dalam pengamanan tugas-tugas Kejaksaan bukan hal baru, karena telah termaktub dalam berbagai Undang-undang (UU) yang berlaku di Indonesia.
“Ini bukan kali pertama (hubungan TNI dengan Jaksa). Ada hubungan historis konstitusional antara keterlibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan,” ujar Barita saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 11 Juni 2025, yang dikutip pada Kamis (12/6).
Menurut Barita, perlindungan dan pengamanan anggota TNI terhadap Kejaksaan dapat dikaitkan dengan sejumlah UU yang dapat menjadi dasar hukum atau aturan yang mendukung Perpres 66/2025.
“Kalau dalam hierarki tugas, ada peradilan koneksitas. Sudah ada Jaksa Agung Muda (bidang tindak) Pidana Militer (Jampidmil). Dalam UU Intelijen negara telah diberikan peluang bahwa Kejaksaan dapat melakukan kerjasama strategis dengan TNI. Jadi payung hukumnya dalam berbagai UU itu sudah ada,” kata dia.
Pernyataan Barita merespons kebijakan Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Perpres 66/2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia pada Rabu, 21 Mei 2025.
Perpres tersebut menuai polemik karena memberikan kewenangan TNI dan Polri untuk perlindungan jaksa. Beleid itu kini digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bertentangan dengan aturan perundang-undangan lainnya seperti UU Kejaksaan dan UU TNI.
Barita mengatakan, pelibatan TNI dalam perlindungan dan pengamanan jaksa merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Karena korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa berhubungan dengan berbagai kekuatan kelompok, misalnya ekonomi, bisnis, dan oligarki, sehingga dapat mengancam jiwa para jaksa terutama penyidik pidana khusus (pidsus) maupun keluarganya.
“Kalau pun TNI terlibat, di dalam Perpres itu dijelaskan hal-hal yang sifatnya strategis dan pengamanan jaksa serta keluarganya, agar target dari Presiden Prabowo untuk tidak toleransi terhadap korupsi ini dapat terimplementasi dan diawasi di lapangan. Itulah leadership yang kuat,” ucap Barita.
Lulusan Doktoral Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu menjelaskan, keterlibatan TNI dalam Perpres tersebut hanya tugas perlindungan dan pengamanan, bukan mengintervensi kewenangan jaksa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar.
“Masyarakat perlu memahami bahwa keterlibatan TNI tidak dalam rangka mengurusi substansi tugas kewenangan jaksa, tapi pengamanan saja,” ucap Barita.
“Tentu jaksa perlu diproteksi. (TNI) tidak masuk dalam urusan penuntutan, penyidikan, prosesnya terbatas pada pengamanan,” katanya menambahkan. ()