Depok EKOIN.CO – Zahra, siswi berusia 15 tahun, menjadi salah satu dari hanya empat murid baru yang terdaftar di SMA Muhammadiyah 1 Depok pada tahun ajaran 2025/2026. Ia mengaku terkejut ketika mengetahui jumlah teman sekelasnya sangat sedikit, berbeda jauh dari ekspektasinya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Zahra memilih sekolah tersebut karena lokasinya dekat dari rumah. Namun saat mulai kegiatan belajar mengajar, ia merasa heran melihat ruang kelas begitu sepi. “Kaget, enggak nyangka gitu. Sebenarnya aku kira bakal 25 muridnya,” ujarnya pada Selasa, 22 Juli 2025.
Meskipun jumlah teman sekelasnya minim, Zahra tetap bersemangat. Ia menyatakan akan lebih giat belajar agar tidak tertinggal dibandingkan pelajar dari sekolah lain. “Aku kira bakal banyak orang yang ada di sini,” tambahnya dengan nada terkejut.
Jumlah Murid Jauh Menyusut
SMA Muhammadiyah 1 Depok hanya menerima empat murid baru tahun ini. Seluruh siswa tersebut adalah perempuan dan menempati bangku depan di ruang kelas yang tampak kosong. Bangku di sisi samping dan belakang tampak tidak terisi sama sekali.
Kondisi ini diduga merupakan dampak dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menaikkan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) di SMA Negeri menjadi 50 orang. Kebijakan itu disinyalir mempengaruhi minat masuk ke sekolah swasta.
Fikria Irsyad, perwakilan sekolah, mengungkapkan bahwa sistem penerimaan siswa baru (SPMB) di SMA Muhammadiyah 1 Depok tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Namun, hingga kegiatan belajar dimulai pada Senin, 14 Juli 2025, hanya lima murid yang mendaftar.
“Yang datang sampai sekarang cuma empat, satunya lagi tuh belum konfirmasi,” kata Fikria kepada wartawan. Ia menambahkan bahwa tahun-tahun sebelumnya, jumlah siswa baru bisa mencapai lebih dari 20 orang.
Menurut Fikria, meningkatnya kapasitas rombel di sekolah negeri turut berpengaruh pada penurunan pendaftar ke sekolah swasta. “Mungkin, penerimaan di SPMB sekolah negeri dimundurin lagi. Terus, rombelnya ditambah menjadi 50,” jelasnya.
Dampak Kebijakan Pendidikan Baru
Fikria juga menyoroti bahwa keterlambatan jadwal penerimaan di sekolah negeri membuat siswa menunggu lebih lama, sehingga sekolah swasta menjadi pilihan cadangan. Hal ini dinilai mengurangi minat pendaftaran sejak awal.
Ia mengatakan, penurunan jumlah pendaftar ini bukan hanya dialami oleh SMA Muhammadiyah 1 Depok. Sejumlah sekolah swasta lainnya juga menghadapi situasi serupa, terutama di wilayah Depok dan sekitarnya.
Dari pantauan di lokasi, ruang kelas X SMA Muhammadiyah 1 Depok hanya diisi oleh empat orang siswa. Situasi itu cukup mencolok dibandingkan suasana tahun sebelumnya yang lebih ramai dan penuh.
Pihak sekolah masih membuka kemungkinan pendaftaran susulan, namun belum ada kepastian mengenai tambahan siswa baru hingga saat ini. Proses pembelajaran tetap dilangsungkan meskipun hanya diikuti oleh empat murid.
Selain lokasi yang strategis, SMA Muhammadiyah 1 Depok juga memiliki berbagai program unggulan. Namun demikian, perubahan pola seleksi dan distribusi siswa oleh pemerintah daerah tetap memberi dampak signifikan.
Gubernur Dedi Mulyadi belum memberikan pernyataan langsung terkait dampak kebijakan rombel terhadap sekolah swasta. Namun kebijakan tersebut sudah mulai diberlakukan sejak awal tahun 2025.
Sementara itu, para orang tua siswa menyampaikan harapan agar pemerintah memperhatikan keberlangsungan sekolah swasta, agar tetap bisa bersaing secara sehat dengan sekolah negeri.
Minimnya siswa baru juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam merancang metode pembelajaran yang efektif. Sekolah menyatakan akan tetap melayani siswa yang ada dengan kualitas terbaik.
Meski terbatas secara kuantitas, pihak sekolah menegaskan bahwa fokus mereka adalah memastikan pembelajaran tetap berjalan optimal. Fasilitas yang tersedia tetap digunakan untuk menunjang kegiatan belajar.
Para guru dan staf sekolah berupaya menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan bagi empat murid baru tersebut, agar tidak merasa tertinggal atau sendirian.
dari fenomena ini menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan di tingkat provinsi dapat berdampak langsung pada institusi pendidikan swasta. Penyesuaian strategis diperlukan agar sekolah swasta tetap bisa bertahan.
Sekolah swasta perlu mengembangkan pendekatan baru dalam promosi dan komunikasi dengan calon siswa. Menjaga mutu dan menjalin kerja sama dengan orang tua bisa menjadi kunci menghadapi tantangan ini.
Kebijakan penerimaan rombel yang diperluas harus diikuti dengan evaluasi menyeluruh terhadap dampaknya pada lembaga pendidikan lain. Ketimpangan jumlah siswa antara negeri dan swasta perlu diantisipasi.
Pemerintah daerah disarankan untuk membuka dialog dengan pihak sekolah swasta agar kebijakan yang diambil bersifat inklusif dan tidak merugikan satu pihak.
Masyarakat juga berperan penting dalam mendukung keberlangsungan pendidikan di sekolah swasta, terutama dengan memperhatikan potensi dan program yang dimiliki lembaga tersebut. (*)