Berlin
EKOIN.CO – Kanselir Jerman Friedrich Merz secara langsung mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar segera melaksanakan gencatan senjata dengan kelompok Hamas di Jalur Gaza. Seruan ini disampaikan Merz dalam pembicaraan via sambungan telepon pada Jumat, 18 Juli 2025, yang juga menyinggung pentingnya distribusi bantuan kemanusiaan secara adil dan aman kepada warga sipil Palestina di wilayah konflik tersebut.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam pernyataan resmi dari kantor Kanselir Jerman yang dikutip dari AFP, disebutkan bahwa Merz mengharapkan gencatan senjata segera diberlakukan. Ia juga menegaskan perlunya pembebasan semua sandera yang ditahan Hamas, termasuk mereka yang berkewarganegaraan Jerman, tanpa syarat dan penundaan.
Lebih lanjut, Merz menyampaikan pandangan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik yang tidak dapat lagi ditoleransi. Ia menyerukan agar penyaluran bantuan dilakukan secara manusiawi serta menjangkau seluruh wilayah Gaza yang terdampak, tanpa diskriminasi.
Dorongan Jerman untuk Gencatan Senjata
Kanselir Merz juga mendesak agar semua pihak mulai merancang tatanan pascaperang yang adil dan berkelanjutan. Menurutnya, hal ini harus memperhatikan hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri, sekaligus menjamin keamanan Israel. Ia menolak segala bentuk pencaplokan wilayah, termasuk di Tepi Barat.
“Tidak boleh ada langkah-langkah menuju pencaplokan Tepi Barat,” demikian bunyi pernyataan dari kantor Kanselir. Merz memperingatkan bahwa tindakan semacam itu hanya akan memperpanjang konflik dan memperburuk ketegangan regional.
Dalam konferensi pers yang digelar sebelumnya di Berlin, Merz menegaskan posisi Jerman dalam isu ini. Ia menyatakan bahwa pemerintahnya tetap berkomitmen terhadap prinsip keadilan dan penyelesaian damai bagi kedua pihak, Israel maupun Palestina.
Distribusi Bantuan Kemanusiaan Jadi Fokus
“Peristiwa di Gaza tidak lagi dapat diterima,” ujar Merz saat menjawab pertanyaan jurnalis. Ia mengungkapkan bahwa Jerman sedang mengupayakan pengiriman bantuan kemanusiaan secara aktif dan konsisten bagi warga Palestina yang terdampak konflik berkepanjangan.
“Kami melakukan segala yang kami bisa untuk menegakkan keadilan bagi kedua belah pihak, di mana posisi kami,” lanjut Merz. Ia menegaskan bahwa Jerman tidak akan berpihak secara sepihak dan tetap memedulikan korban dari semua sisi.
Menurut Merz, penderitaan masyarakat Palestina yang kini menghadapi krisis pangan dan malnutrisi parah menjadi perhatian utama pemerintah Jerman. Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa penyaluran bantuan harus dilakukan sesegera mungkin dan tanpa hambatan.
Komitmen Jerman ini muncul seiring meningkatnya kecaman internasional terhadap kondisi di Jalur Gaza, termasuk dari lembaga-lembaga kemanusiaan dan PBB yang menyebut bahwa lebih dari separuh warga Gaza kini mengalami kelaparan akut.
Sumber dari Kementerian Luar Negeri Jerman menyebutkan bahwa Jerman telah menyalurkan puluhan juta euro untuk mendukung program bantuan pangan dan kesehatan di Gaza melalui badan-badan internasional, termasuk UNRWA dan Palang Merah Internasional.
Namun, pengiriman bantuan tersebut dinilai masih terhambat oleh blokade dan pembatasan akses yang diberlakukan oleh Israel. Hal ini mendorong Merz untuk secara langsung menekan Netanyahu agar mempermudah jalur logistik bagi bantuan kemanusiaan.
Pemerintah Jerman juga mendorong komunitas internasional agar bersama-sama mengawasi proses distribusi bantuan agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
Sejak awal 2025, Jerman menjadi salah satu negara Eropa yang paling vokal dalam menyerukan penyelesaian damai di Gaza. Pemerintah Jerman menyatakan siap menjadi mediator jika diminta oleh kedua pihak.
Netanyahu, menurut media pemerintah Israel, belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan Kanselir Merz. Namun, sejumlah pejabat Israel menyatakan bahwa mereka tetap mempertimbangkan langkah-langkah diplomatik jika Hamas menghentikan serangan roket.
Kondisi di lapangan di Jalur Gaza masih belum menunjukkan perbaikan berarti. Laporan terakhir dari World Food Programme mencatat lebih dari 80% penduduk Gaza hidup dalam kondisi rawan pangan ekstrem.
Sementara itu, kelompok-kelompok HAM di Eropa juga terus mendesak pemerintahan di Berlin agar mengambil tindakan lebih konkret, termasuk kemungkinan pemberlakuan embargo senjata terhadap Israel bila kekerasan terus berlanjut.
Tekanan terhadap Israel dari mitra-mitra baratnya semakin kuat, mengingat dampak jangka panjang konflik ini terhadap stabilitas kawasan. Para pengamat menyebut bahwa peran negara-negara besar seperti Jerman bisa menjadi kunci untuk membuka kembali perundingan damai.
Dalam laporan terpisah, AFP menyebutkan bahwa Jerman telah melakukan kontak diplomatik intensif dengan Mesir dan Qatar, dua negara yang sebelumnya pernah menjadi fasilitator negosiasi antara Israel dan Hamas.
Langkah Merz ini dinilai konsisten dengan kebijakan luar negeri Jerman yang mengedepankan diplomasi dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam setiap konflik internasional.
Jerman juga menekankan pentingnya pelibatan PBB dalam pengawasan gencatan senjata dan rekonstruksi Gaza pascaperang agar konflik serupa tidak terulang di masa depan.
desakan Jerman ini menandai peningkatan tekanan diplomatik terhadap Israel dan menunjukkan keprihatinan internasional yang mendalam terhadap krisis kemanusiaan di Gaza. Merz menegaskan bahwa penyelesaian damai harus segera dicapai melalui dialog dan diplomasi yang konstruktif.
Pernyataan Merz mencerminkan tekad Jerman untuk memainkan peran lebih aktif dalam isu Timur Tengah, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Langkah ini diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan negara-negara Barat lainnya.
Tindakan ini juga menyoroti tanggung jawab komunitas global dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan mengakhiri penderitaan warga sipil yang terus menjadi korban konflik.
Dengan meningkatnya perhatian internasional, peluang untuk menghidupkan kembali proses perdamaian di Timur Tengah menjadi semakin besar. Namun, semua pihak harus menunjukkan kemauan politik yang sama kuat untuk mewujudkan solusi jangka panjang.
Diperlukan pemantauan yang ketat atas implementasi gencatan senjata, distribusi bantuan, dan rekonstruksi agar tidak ada lagi celah yang dimanfaatkan untuk memperpanjang konflik.(*)