Jakarta, Ekoin.co – Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp 11,8 triliun terkait dugaan korupsi dalam pemberian izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) oleh Wilmar Group. Penyitaan dilakukan terhadap lima anak perusahaan Wilmar di Indonesia pada Selasa (17/6/2025).
Penyitaan Terbesar
Lima perusahaan yang dananya disita antara lain PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Menurut Kejaksaan Agung, dana ini terkait kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan izin ekspor CPO.
“Penyitaan ini bagian dari upaya penegakan hukum untuk memulihkan kerugian negara,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Jakarta.
Wilmar Bantah Klaim Penyitaan
Wilmar International Limited membantah bahwa uang tersebut hasil sitaan. Dalam pernyataan resmi, mereka menyebut dana Rp 11,8 triliun sebagai jaminan banding.
“Penempatan dana jaminan ini terkait proses banding di pengadilan Indonesia yang melibatkan lima anak perusahaan kami,” jelas pernyataan Wilmar, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (18/6/2025).
Media Asing Soroti Kinerja Kejaksaan
Reuters melaporkan, Wilmar menyerahkan 725 juta dolar AS (Rp 11,8 triliun) sebagai jaminan. Media ini juga menyebut Kejaksaan Agung mengajukan banding atas pembebasan Wilmar dari tuduhan suap pada 2022.
Business Times Singapura mencatat saham Wilmar turun 4% setelah berita penyitaan. Harga saham sempat anjlok ke 2,89 dolar Singapura sebelum sedikit pulih.
Kejaksaan Agung mengungkap, hakim yang membebaskan Wilmar pada April 2025 telah ditahan. “Ini bagian dari upaya membersihkan sistem peradilan,” ujar Jaksa Penyidik Sutikno, seperti dilansir Channel News Asia (CNA).
The Edge Malaysia juga memberitakan penyerahan dana jaminan oleh Wilmar. Media ini menekankan bahwa kasus ini menjadi sorotan global akibat nilai kerugian yang fantastis.
Proses Hukum Berlanjut
Penyidikan masih berjalan untuk mengungkap aliran dana dan pihak-pihak terlibat. “Kami akan terus mendalami keterkaitan perusahaan dan oknum tertentu,” kata Burhanuddin.
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi sektor kelapa sawit yang menarik perhatian internasional.