Paris. EKOIN.CO – Majalah Le Monde Diplomatique edisi Agustus 2025 mengungkap secara mendalam pengaruh lobi pro-Israel di Prancis, yang disebut sebagai penyebab utama keterlambatan negara tersebut dalam mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Investigasi ini dipublikasikan di tengah keputusan Presiden Emmanuel Macron yang baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memberikan pengakuan resmi kepada Palestina pada September mendatang.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Artikel investigatif tersebut ditulis oleh jurnalis Serge Halimi dan Pierre Rembert. Mereka menyoroti bagaimana lobi Yahudi pro-Israel telah memengaruhi kebijakan luar negeri Prancis, khususnya terkait konflik Palestina-Israel. Dalam laporan itu dijelaskan bahwa keputusan Prancis berkaitan erat dengan tekanan politik dan media yang kuat, yang mendukung kebijakan Tel Aviv.
Menurut Le Monde Diplomatique, Prancis menjadi negara ke-149 yang mengakui Palestina. Namun, keterlambatan ini bukan tanpa alasan. Laporan tersebut menyebut adanya peran signifikan dari aktor-aktor berpengaruh di bidang politik, media, dan akademisi yang selama dua dekade terakhir memengaruhi pengambilan keputusan negara tersebut.
Pengaruh Lobi Pro-Israel terhadap Kebijakan Prancis
Majalah tersebut menyatakan bahwa lobi pro-Israel berhasil menanamkan pengaruhnya dalam berbagai institusi strategis di Prancis. Salah satunya adalah bagaimana mereka mempengaruhi opini publik melalui media arus utama dan mengarahkan narasi yang bersifat mendukung Israel secara mutlak. Dalam praktiknya, hal ini sering kali bertentangan dengan nilai-nilai universal yang diklaim oleh Barat.
Lebih lanjut, majalah itu mengungkap bahwa Jalur Gaza kini diperlakukan layaknya kamp konsentrasi oleh Israel, sementara Tepi Barat terus dicaplok. Keputusan Macron disebut diambil setelah perkembangan dramatis di lapangan yang memicu kecaman internasional. Namun pengambilan keputusan ini tetap mengalami hambatan internal dari blok-blok pro-Israel di dalam negeri.
Le Monde Diplomatique menyebut bahwa selama ini Prancis bersikap seolah menjadi “kaki tangan diam” dari kebijakan Israel, meskipun negara tersebut adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memiliki kekuatan nuklir yang signifikan. Kritik tajam ini diarahkan pada minimnya inisiatif Prancis dalam menegakkan keadilan di Timur Tengah.
Tiga Faktor Utama Keterlibatan Prancis
Majalah tersebut merinci tiga faktor utama yang menyebabkan keterlibatan erat Prancis dalam mendukung kebijakan Israel. Pertama, keberpihakan Paris terhadap “diplomasi nilai”, yaitu keyakinan akan superioritas moral dan peradaban Barat. Dalam konteks ini, Israel diposisikan sebagai perwakilan nilai-nilai Barat di kawasan Timur Tengah.
Faktor kedua adalah restrukturisasi politik dalam negeri Prancis. Pemerintah Macron disebut mengadaptasi wacana “Perang Peradaban”, sebuah narasi yang menyatukan kelompok sayap kanan dan pendukung Macron melawan kelompok kiri yang sering diasosiasikan dengan Islamisme, ketidakamanan, dan anti-Semitisme. Narasi ini menurut majalah itu memperkuat keberpihakan terhadap Israel.
Faktor ketiga adalah peran media dan kelompok lobi yang aktif menghalangi langkah pemerintah untuk mengakui Palestina lebih awal. Mereka disebut menggunakan berbagai saluran komunikasi dan tekanan politik untuk menjaga status quo hubungan Prancis-Israel. Hasilnya, dukungan terhadap Palestina menjadi isu sensitif dan sering dituding sebagai bentuk anti-Semitisme.
Le Monde Diplomatique juga mempertanyakan ketidakseimbangan Prancis dalam menerapkan nilai-nilai universal, terutama ketika negara tersebut sering mengadvokasi hak asasi manusia namun lambat dalam merespons penderitaan rakyat Palestina. Situasi ini dinilai memengaruhi citra Prancis di dunia Arab dan negara-negara berkembang.
Diketahui, keputusan Macron untuk mengakui Palestina mendapatkan dukungan dari sejumlah negara Uni Eropa yang telah lebih dahulu mengambil langkah serupa. Namun, di dalam negeri, keputusan ini memunculkan resistensi dari kelompok-kelompok lobi yang selama ini memiliki pengaruh besar dalam kebijakan luar negeri.
Dalam artikel itu disebutkan bahwa selama 20 tahun terakhir, Prancis cenderung menyesuaikan sikapnya dengan kebijakan luar negeri AS, termasuk dalam dukungan penuh terhadap Israel. Hal ini memperlihatkan konsistensi dalam kebijakan luar negeri namun memunculkan kritik karena dianggap mengabaikan penderitaan rakyat Palestina.
Le Monde Diplomatique juga menyinggung bagaimana pengaruh politik dalam negeri turut memengaruhi kebijakan luar negeri Prancis. Presiden Macron disebut harus mempertimbangkan keseimbangan antara dukungan publik dan tekanan dari kelompok-kelompok lobi yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan.
Kendati demikian, pengakuan terhadap Palestina pada bulan September tetap dijadwalkan, meskipun terdapat kemungkinan penundaan jika tekanan politik dari kelompok lobi semakin meningkat. Keputusan akhir tersebut akan menjadi ujian besar bagi komitmen Prancis terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kedaulatan negara-negara di dunia.
Dalam laporan tersebut, Le Monde Diplomatique menyoroti bahwa isu Palestina telah menjadi ujian moral dan politik bagi negara-negara Barat. Prancis, sebagai kekuatan besar di Eropa, dihadapkan pada dilema antara konsistensi nilai universal dan kepentingan politik domestik yang kompleks.
Sebagai penutup, majalah itu menyampaikan bahwa langkah Prancis akan menjadi sinyal penting bagi negara-negara lain yang masih ragu dalam mengakui Palestina. Tindakan ini juga akan berdampak pada dinamika diplomatik di kawasan Timur Tengah dan posisi Prancis dalam perundingan-perundingan internasional.
Keputusan Prancis untuk mengakui Palestina akan menciptakan momentum baru dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade. Banyak pihak menilai langkah ini dapat membuka peluang dialog damai, meskipun tantangan politik domestik masih menjadi hambatan utama.
Sebagai kesimpulan, laporan investigatif tersebut menegaskan bahwa keterlambatan Prancis mengakui Palestina tidak hanya disebabkan oleh kalkulasi geopolitik, tetapi juga oleh pengaruh kuat lobi pro-Israel di berbagai lini kekuasaan. Keputusan Prancis di bulan September akan menjadi cermin sejauh mana negara tersebut mampu melepaskan diri dari tekanan tersebut dan bertindak berdasarkan prinsip keadilan.
Langkah Macron akan berdampak tidak hanya pada hubungan bilateral dengan Israel dan Palestina, tetapi juga pada hubungan Prancis dengan negara-negara Arab dan Islam. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Prancis untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan ini.
Keberanian mengambil keputusan ini akan memperlihatkan posisi Prancis sebagai negara berdaulat yang menjunjung nilai-nilai keadilan global. Di sisi lain, tekanan politik internal menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh negara demokrasi dalam menjalankan diplomasi bebas tekanan.
Penting bagi publik Prancis dan komunitas internasional untuk terus mengawasi perkembangan kebijakan ini agar proses pengakuan Palestina tidak hanya menjadi simbol politik, tetapi juga langkah nyata menuju penyelesaian konflik. Setiap langkah politik harus mencerminkan komitmen terhadap perdamaian dan penghormatan terhadap hak rakyat Palestina.
dinamika politik Prancis terkait pengakuan Palestina mencerminkan kompleksitas hubungan internasional modern, di mana keputusan diplomatik tidak pernah lepas dari pengaruh kekuatan dalam negeri dan aliansi strategis global. ( * )