Jakarta, EKOIN.CO – Sebanyak 100 peserta dari berbagai kalangan berkumpul di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Selasa (18/6/2025), dalam acara pencanangan Gerakan Menuju Sejuta Biopori. Inisiatif ini menjadi langkah konkret menuju pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan di Kota Pelajar.
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, serta Prof. Kamir R. Brata, yang dikenal luas sebagai inovator teknologi Lubang Resapan Biopori. Agenda ini terselenggara melalui kolaborasi antara berbagai lembaga, mulai dari Pemerintah Kota Yogyakarta hingga komunitas pelestari lingkungan.
Paguyuban Bank Sampah DIY, Lokalab, Perisai Bumi, CRCS UGM, P3Nusantara, dan PERSADA LANGGENG MAKMUR ikut mendukung kegiatan tersebut. Hadir pula dari Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa, yaitu Kepala Bidang Wilayah III, Herdiana, bersama para Penyuluh Lingkungan Hidup (Pelhi).
Partisipasi dalam acara ini melibatkan pengurus bank sampah dari Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, serta perwakilan komunitas muda dari GKJ dan Orang Muda Katolik (OMK). Kegiatan ini menjadi ruang sinergi antar lapisan masyarakat untuk membangun kesadaran bersama.
Gerakan ini ditujukan untuk mendukung agenda nasional pelestarian lingkungan melalui teknologi biopori, dan akan dilanjutkan dalam bentuk aksi nyata serentak pada 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Teknologi Biopori dan Kesadaran Ekologis
Dalam sesi materi, Prof. Kamir dari IPB memberikan penekanan penting terhadap praktik biopori yang benar. Ia menyoroti bahwa banyak implementasi biopori di lapangan menyimpang dari prinsip dasarnya.
Salah satu kesalahan yang umum ditemukan adalah penggunaan pipa paralon yang mahal dan tidak ramah biodiversitas tanah. “Biopori bukan soal lubang saja, tapi sistem yang mendukung keanekaragaman hayati tanah,” ujarnya.
Ia mengajak peserta untuk kembali memahami filosofi teknologi ini agar fungsinya sebagai pengelola air dan pelindung tanah dapat tercapai. Menurutnya, kesadaran terhadap prinsip ekologis sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kerusakan berulang.
Acara ini juga menyajikan pertunjukan budaya bertema lingkungan, berupa wayang kristal hasil karya Ki Dalang Sardiman Beib. Wayang tersebut dibuat dari sampah plastik daur ulang, menyampaikan pesan tentang masa lalu yang bebas limbah non-organik.
Dalam pementasannya, Beib memperingatkan tentang bahaya mikroplastik yang kini banyak mencemari tubuh manusia. “Sistem pencernaan manusia diciptakan untuk bahan organik, bukan plastik,” ungkapnya di depan peserta.
Tantangan Kota dan Komitmen Bersama
Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, dalam sambutannya, menyatakan komitmen pemerintah kota terhadap pengelolaan lingkungan. Ia menyampaikan bahwa dalam 100 hari pertama menjabat, persoalan sampah menjadi tantangan yang menonjol.
“Saya baru tiga bulan menjabat sebagai Walikota, tapi sudah disuguhi berbagai tantangan sampah,” katanya, yang disambut tepuk tangan peserta. Ia juga menautkan isu pengelolaan sampah dengan kesehatan masyarakat.
Langkah-langkah awal yang telah diambil oleh Pemerintah Kota antara lain adalah peningkatan edukasi publik, sinergi lintas komunitas, serta kampanye terbuka untuk pengurangan sampah rumah tangga.
Sebagai bentuk komitmen bersama, acara ditutup dengan penandatanganan nota kesepakatan dari seluruh peserta. Dokumen tersebut berisi dukungan moral dan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan Gerakan Sejuta Biopori.
Diharapkan dari kegiatan ini muncul kesadaran kolektif untuk mengatasi masalah sampah secara sistematis dan berkelanjutan, baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas.
Gerakan Menuju Sejuta Biopori yang dicanangkan di Yogyakarta menunjukkan sinergi antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan generasi muda dalam menjawab tantangan lingkungan hidup. Kegiatan ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga bentuk keseriusan dalam membangun kota yang ramah lingkungan.
Dengan melibatkan para tokoh penting dan komunitas lintas wilayah, gerakan ini menegaskan bahwa perubahan bisa dimulai dari tindakan kecil namun konsisten. Edukasi terhadap praktik biopori yang benar, serta pentingnya prinsip keanekaragaman hayati menjadi poin utama dalam acara ini.
Komitmen bersama yang dihasilkan dalam kegiatan ini menandai dimulainya transformasi nyata dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta. Ke depan, diharapkan gerakan ini dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota lain dalam merawat lingkungan secara inklusif dan berkesinambungan.(*)