Jakarta, EKOIN.CO –
Krisis air bersih masih menjadi persoalan mendasar yang belum sepenuhnya teratasi di berbagai wilayah Indonesia. Terutama di kawasan-kawasan padat penduduk dan wilayah tertinggal, akses terhadap air bersih layak konsumsi menjadi tantangan besar yang terus menghantui masyarakat. Masalah ini berdampak langsung pada kesehatan, sanitasi, hingga kualitas hidup warga sehari-hari.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, lebih dari 15 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki akses terhadap sumber air minum yang layak. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah pedesaan dan kawasan perkotaan kumuh. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, kelangkaan air bersih kerap muncul akibat pencemaran sungai dan eksploitasi air tanah berlebihan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa akses air bersih merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang bergantung pada sumber air tidak terlindungi seperti sumur gali, sungai, atau bahkan air hujan. Penggunaan air yang tercemar berisiko menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari diare, tifus, hingga infeksi kulit.
Air Bersih Sulit Dijangkau di Wilayah Tertentu
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), masalah air menjadi isu utama setiap musim kemarau. Warga di beberapa desa di Kabupaten Kupang, misalnya, harus berjalan kaki hingga 4-5 kilometer hanya untuk mengambil air dari sumur yang mulai mengering. Tak jarang mereka harus membeli air tangki yang harganya sangat tinggi bagi masyarakat dengan penghasilan rendah.
“Air bersih di sini seperti emas. Hanya orang-orang yang mampu beli air tangki. Kami lainnya harus gali sumur atau menunggu hujan,” ujar Yustinus Bunga, warga Desa Noelbaki, seperti dikutip dari Kompas.com pada Mei 2025. Situasi ini tidak hanya memperlihatkan ketimpangan akses, tetapi juga memperlihatkan lemahnya infrastruktur air daerah.
Permasalahan serupa juga terjadi di daerah Bogor bagian selatan, Jawa Barat. Beberapa warga mengeluhkan kekeruhan air sumur dan menurunnya debit air sungai. “Kami khawatir anak-anak sakit karena air yang tidak layak. Tapi kalau tidak pakai itu, mau mandi dan masak bagaimana?” ujar Siti Rohani, ibu rumah tangga dari Desa Rancabungur.
Pencemaran dan Alih Fungsi Lahan Jadi Penyebab
Salah satu penyebab utama krisis air bersih di Indonesia adalah pencemaran lingkungan, terutama sungai dan danau yang menjadi sumber air utama. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa sekitar 68 persen sungai di Indonesia mengalami pencemaran berat, terutama akibat limbah rumah tangga, industri, dan pertanian.
Di Sungai Citarum, Jawa Barat—yang disebut sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia—berbagai upaya rehabilitasi sudah dilakukan. Namun, pencemaran masih tetap terjadi karena tingginya jumlah pembuangan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan industri juga memperburuk kondisi resapan air tanah. Kawasan yang dulu hijau dan menyerap air kini menjadi kawasan beton yang tidak memungkinkan air meresap secara alami ke dalam tanah. Akibatnya, sumber air tanah makin menipis dan krisis air pun tak terhindarkan.
Ketergantungan pada Air Tanah yang Tidak Terkontrol
Di wilayah perkotaan, ketergantungan pada air tanah untuk keperluan domestik dan industri telah menyebabkan penurunan muka tanah yang signifikan. Di Jakarta Utara, misalnya, beberapa area telah mengalami penurunan permukaan tanah hingga 25 sentimeter per tahun. Ini tidak hanya berdampak pada ketersediaan air, tapi juga meningkatkan risiko banjir rob.
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta mencatat bahwa penggunaan air tanah yang tidak terkontrol menjadi tantangan besar. Masyarakat maupun pelaku industri masih banyak yang menggunakan sumur bor tanpa izin. Padahal, penggunaan berlebihan ini mempercepat kerusakan akuifer dan memperbesar kerentanan terhadap kekeringan.
Menurut pengamat tata kota Yayat Supriatna, diperlukan kebijakan yang tegas untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada air tanah. “Perlu peningkatan sistem perpipaan air bersih dan pengawasan ketat terhadap pengambilan air tanah,” ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta pada awal tahun ini.
Upaya Pemerintah dan Tantangannya
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mencanangkan program 100-0-100, yakni 100 persen akses air minum layak, 0 persen kawasan kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Namun, realisasi program ini masih menghadapi kendala, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan terluar.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur air masih menjadi prioritas. “Kami terus bangun embung, jaringan irigasi, serta SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) di berbagai daerah. Tapi butuh waktu dan anggaran besar,” ujarnya dikutip dari Antara News pada April 2025.
Pemerintah daerah juga diharapkan lebih aktif dalam mengelola sumber daya air lokal. Namun banyak daerah yang masih menghadapi keterbatasan dana dan SDM untuk mengelola sistem air bersih secara efektif. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Masyarakat dan LSM Bergerak Mandiri
Beberapa lembaga swadaya masyarakat dan komunitas lokal kini mulai mengambil peran aktif dalam mengatasi masalah air bersih. Di daerah Gunungkidul, misalnya, warga bekerja sama dengan lembaga donor membangun sumur bor dan filter air sederhana.
“Air adalah kebutuhan dasar. Kalau hanya mengandalkan pemerintah, bisa lama. Kami berinisiatif sendiri,” kata Marsono, ketua kelompok warga Desa Karangmojo. Upaya seperti ini menunjukkan potensi besar dari pemberdayaan masyarakat dalam mengelola kebutuhan air mereka sendiri.
Organisasi seperti Water.org dan Yayasan Tirta Lestari juga turut mendampingi warga untuk mendapatkan akses air bersih melalui program pinjaman mikro dan pembangunan infrastruktur kecil. Inisiatif semacam ini dinilai efektif dalam menjangkau daerah-daerah yang belum terlayani jaringan air kota.
Krisis Air dan Dampaknya terhadap Anak-anak
Salah satu kelompok yang paling terdampak akibat krisis air bersih adalah anak-anak. Menurut UNICEF, lebih dari 30 persen kasus diare di Indonesia pada anak-anak disebabkan oleh air minum yang tercemar. Selain itu, kekurangan air juga mempengaruhi kebersihan sekolah dan sanitasi dasar.
Di Kabupaten Pidie, Aceh, beberapa sekolah dasar bahkan tidak memiliki akses ke toilet bersih karena tidak tersedia air. Hal ini menyebabkan siswa terpaksa pulang ke rumah hanya untuk buang air. “Anak-anak jadi malas ke sekolah karena tidak nyaman,” ungkap Nurhayati, guru di SDN 12 Pidie.
Sanitasi buruk juga berdampak pada prestasi belajar anak. Ketika mereka sering sakit, konsentrasi dan kehadiran di sekolah menurun. Kesehatan dan pendidikan anak seharusnya menjadi prioritas utama dalam penanganan masalah air ini.
Kesimpulan dan Saran
Krisis air bersih di Indonesia memerlukan penanganan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur air, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau. Keterlibatan masyarakat juga penting untuk memperkuat upaya ini secara lokal.
Diperlukan edukasi menyeluruh tentang pentingnya menjaga sumber air dan tidak mencemari lingkungan. Kesadaran kolektif akan konservasi air harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan kampanye publik yang efektif.
Kerjasama lintas sektor—antara pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat—dapat menjadi kunci untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan air bersih secara merata. Penyediaan air harus dilihat bukan hanya sebagai kebutuhan teknis, tetapi juga sebagai hak dasar warga negara.
Pemerintah juga perlu memperketat regulasi penggunaan air tanah dan memberikan insentif bagi pelaku industri yang menggunakan sistem daur ulang air. Pendekatan inovatif berbasis teknologi seperti pemanenan air hujan dan filterisasi alami bisa dijadikan alternatif.
Terakhir, perlindungan terhadap hutan dan daerah resapan air harus dijadikan prioritas dalam kebijakan tata ruang. Tanpa konservasi lingkungan, masalah air tidak akan pernah selesai dan justru akan memburuk di masa mendatang.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v