Medan EKOIN.CO – Empat orang terdakwa menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan terkait perkara peredaran obat-obatan tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), termasuk di antaranya Ketamine. Sidang digelar pada Rabu, 17 Juli 2025, dengan menghadirkan keempat terdakwa secara bersamaan untuk mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Sidang tersebut menyoroti peran masing-masing terdakwa dalam peredaran obat terlarang yang disita aparat penegak hukum sebelumnya. Para terdakwa ditangkap dalam operasi terpisah di wilayah Sumatera Utara, yang dilaksanakan setelah adanya laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan.
Menurut jaksa, para terdakwa tidak memiliki izin edar atas produk-produk farmasi yang mereka jual, termasuk obat keras seperti Ketamine yang masuk dalam kategori zat psikotropika. Ketamine dikenal sebagai obat bius yang penyalahgunaannya dapat mengganggu sistem saraf pusat.
Barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan antara lain berupa ratusan butir tablet beraneka warna, sejumlah botol cairan, serta perangkat pengemasan. Seluruh barang bukti tersebut diamankan dari tempat usaha dan kendaraan para terdakwa saat penangkapan berlangsung.
Dalam sidang, jaksa memaparkan bahwa keempat terdakwa diduga telah menjalankan bisnis ini selama berbulan-bulan. Mereka menawarkan obat-obatan tersebut secara daring dan melalui jaringan distribusi lokal, yang menyasar konsumen umum tanpa resep dokter.
Jaksa juga menyampaikan bahwa tindakan para terdakwa melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal yang mengatur tentang peredaran sediaan farmasi tanpa izin resmi. Ancaman pidana atas pelanggaran ini dapat mencapai belasan tahun penjara.
Terdakwa Diduga Jaringan Terorganisir
Fakta dalam persidangan mengindikasikan bahwa para terdakwa tidak bertindak secara individu. Ada dugaan kuat bahwa mereka merupakan bagian dari jaringan terorganisir yang bergerak di bidang peredaran obat-obatan ilegal di wilayah Sumatera.
Dugaan ini diperkuat oleh kesamaan modus operandi serta pola distribusi yang digunakan oleh keempat terdakwa. Mereka menggunakan sistem pengemasan serupa dan saluran distribusi yang saling terhubung.
Jaksa juga menyebutkan bahwa transaksi dilakukan secara tertutup dan menggunakan media sosial atau aplikasi pesan instan. Hal ini dilakukan untuk menghindari deteksi dari aparat penegak hukum.
Dalam keterangan singkat kepada wartawan, seorang jaksa mengatakan, “Kami akan mendalami apakah ada pihak lain yang terlibat dan akan memperluas penyidikan jika diperlukan.” Penyelidikan lanjutan masih terus berlangsung seiring jalannya proses persidangan.
Pelanggaran Berat di Bidang Kesehatan
Perkara ini menjadi perhatian serius karena melibatkan pelanggaran berat terhadap ketentuan hukum di sektor kesehatan. BPOM sendiri telah mengonfirmasi bahwa semua produk yang diamankan tidak memiliki nomor izin edar.
Juru bicara BPOM wilayah Sumatera Utara menjelaskan, “Obat-obatan yang tidak terdaftar dan tidak melalui uji klinis bisa sangat berbahaya, karena tidak ada jaminan keamanan dan efektivitasnya.” Ia juga mengimbau masyarakat untuk hanya membeli obat dari fasilitas resmi.
Selain ancaman terhadap kesehatan, peredaran ilegal ini juga merusak tatanan sistem distribusi farmasi yang sah. Hal ini dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap industri obat nasional.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Proses ini akan menjadi kunci dalam mengungkap jaringan dan mekanisme kerja para pelaku.
Hakim yang memimpin jalannya sidang mengingatkan bahwa proses hukum harus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menghormati hak para terdakwa untuk mendapatkan pembelaan yang layak.
Persidangan ini diperkirakan akan memakan waktu beberapa pekan ke depan, tergantung pada jumlah saksi dan kelengkapan alat bukti yang disajikan oleh jaksa dan tim pembela.
Perkara ini menambah daftar panjang kasus serupa yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Medan dalam beberapa tahun terakhir. Kasus ini mencerminkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi produk farmasi.
kasus ini menggambarkan ancaman nyata dari peredaran obat ilegal yang dapat membahayakan keselamatan publik. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat menjadi efek jera bagi pelaku lain.
Kejadian ini juga memperlihatkan pentingnya kolaborasi antara aparat hukum, BPOM, dan masyarakat dalam memberantas praktik berbahaya ini. Edukasi tentang bahaya obat tanpa izin harus ditingkatkan secara masif.
Dari sisi regulasi, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan distribusi farmasi agar lebih adaptif terhadap modus-modus baru. Penggunaan teknologi dalam pelacakan distribusi juga perlu dikembangkan.
Masyarakat diminta untuk lebih waspada terhadap penawaran obat yang tidak jelas asal-usulnya, khususnya melalui media daring. Pemerintah pun harus memastikan bahwa akses terhadap obat resmi tetap terjangkau.
Akhirnya, proses hukum terhadap empat terdakwa ini diharapkan berjalan transparan dan objektif demi menegakkan keadilan dan melindungi masyarakat dari bahaya obat ilegal. (*)