Jakarta, EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut dugaan kasus suap terbaru terkait izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pemeriksaan diperluas terhadap para petinggi perusahaan dan pejabat untuk mengungkap skema pemerasan yang terjadi sejak 2019 hingga 2023, dengan total uang sekitar Rp 53 miliar .
pemeriksaan saksi Juni 2025
Pada Senin (23 Juni 2025), Gedung Merah Putih KPK di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, menjadi lokasi pemeriksaan oleh penyidik KPK terhadap tiga petinggi perusahaan sebagai saksi: Peter Surya Wijaya alias Peter Chang (Pemilik PT Samyang Indonesia), Sucipto (Direktur PT Gerbang Sarana Indonesia), dan Yuli Pramujiyanti (Direktur PT Gria Visa Solusi)
- Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pemeriksaan menyangkut “pengurusan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)”
- dugaan pemerasan
- Kasus ini mencakup periode 2019–2023, dengan dugaan pemerasan terhadap calon TKA mencapai total Rp 53 miliar
- KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut, terdiri dari pejabat di Kemnaker dugaan sebagai pihak yang memeras calon pekerja asing
- Daftar tersangka dan jabatannya
- Suhartono – Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023)
- Haryanto – Dirjen Binapenta dan PPTKA (2019–2025), kini Staf Ahli Menteri
- Wisnu Pramono – Direktur PPTKA (2017–2019)
- Devi Angraeni – Direktur PPTKA (2024–2025)
- Gatot Widiartono – Koordinator Analisis dan Pengendalian PPTKA (2021–2025)
- Putri Citra Wahyoe – Petugas Hotline dan Verifikator PTTKA
- Jamal Shodiqin – Analis TU dan Pengantar Kerja di PPTKA
- Alfa Eshad – Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker
KPK memanggil lebih banyak saksi, termasuk pejabat dan pihak swasta, untuk memperjelas aliran pemerasan dan hubungan strukturalnya
- Dari laporan Tempo dan MetroTV, KPK juga menyita dokumen serta uang tunai melalui penggeledahan dan pemeriksaan ahli serta pejabat terkait, strategi untuk mengurai dalang pemerasan .
KPK menyebut praktik pemerasan TKA ini memiliki dampak besar pada iklim investasi dan citra pemerintah dalam pengelolaan tenaga kerja asing
- Publik serta organisasi antikorupsi menuntut agar penanganan kasus ini terbuka dan komprehensif, termasuk terhadap pejabat setingkat juta rupiah maupun ratusan miliar.
Jika terbukti, para tersangka pejabat institusi Kemnaker bisa kehilangan jabatan serta menghadapi hukuman maksimal sesuai UU Tipikor.
- Kasus ini menguji konsistensi KPK dalam memberantas korupsi di ranah izin dan regulasi, yang selama ini sering dianggap rawan praktik.
- Perlu pengawasan menyeluruh dari DPR dan publik agar proses penyidikan tidak berhenti pada level rendah saja.
Saran memperkuat sistem rotasi jabatan pejabat Kemnaker, audit berkala, dan pengawasan perizinan digital dinilai penting untuk mencegah pola pemerasan berulang.
- Kolaborasi KPK, BPK, dan Inspektorat Jenderal Kemnaker perlu ditingkatkan untuk menghadirkan kontrol lebih sistematis.
- Audit independen atas sistem perizinan TKA dan penerapan saluran whistle-blower layak diperluas.
Dengan tajamnya fokus KPK terhadap kasus pemerasan TKA ini, diharapkan ada efek jera bagi pejabat publik. Penanganan kasus harus menyasar akar sistem yang rentan, bukan hanya pelaku individu. Rakyat butuh kepastian bahwa proses legal berjalan adil dan tidak pandang bulu.
Penegakan hukum dalam kasus ini harus merambah ke sistem digital perizinan agar tidak gaduh dan rawan suap. KPK perlu terus memanggil saksi dan melengkapi berkas sampai tersangka diadili. Penguatan budaya anti-korupsi di Kemnaker mutlak untuk memulihkan kepercayaan publik. Audit eksternal terhadap regulasi TKA harus dilakukan secara berkala dan transparan. Untuk masa depan, Indonesia harus membangun mekanisme perizinan berbasis teknologi dan integritas birokrasi agar kasus serupa tak berulang.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v