Jakarta, EKOIN.CO – Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan tujuh orang tersangka terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023, yang diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun hanya dalam satu tahun .
Penyidik dari Jampidsus Kejagung sudah memeriksa 96 saksi dan 2 ahli, dan Senin (24 Februari 2025), tujuh pejabat tinggi ditahan .
Jaksa Agung ST Burhanuddin kemudian menjelaskan bahwa perhitungan awal menyatakan kerugian ini mencapai Rp 193,7 triliun untuk tahun 2023, dan jika tren serupa berlangsung sepanjang lima tahun, totalnya bisa mencapai Rp 968,5 triliun, meski angka itu masih bersifat perkiraan sementara .
Kronologi dan Mekanisme Korupsi
Pada periode 2018–2023, Pertamina diduga mengubah rencana pemenuhan minyak mentah dari dalam negeri ke impor, padahal harga dan kualitas lokal dinilai masih layak . Tindakan ini dilakukan melalui pengondisian dalam rapat teknis dan penolakan tak berdasar terhadap minyak KKKS, yang justru diekspor .
Selain itu, terjadi mark-up biaya pengiriman hingga 13–15 % melalui sub-holding Pertamina International Shipping, sehingga menambah beban biaya bagi negara dan menguntungkan para broker .
Modus lainnya adalah pembelian BBM bersubsidi RON 90 (Pertalite) lalu dicampur menjadi RON 92 (Pertamax) di depo ilegal, meski tidak sesuai prosedur di kilang .
Rincian Komponen Kerugian Negara
Kejagung mengidentifikasi lima komponen utama kerugian negara pada tahun 2023:
- Ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun
- Impor minyak mentah via broker: Rp 2,7 triliun
- Impor BBM via broker: Rp 9 triliun
- Kompensasi BBM 2023: Rp 126 triliun
- Subsidi BBM 2023: Rp 21 triliun .
Jika pola ini diulang setiap tahun, potensi dampak lima tahunan bisa mencapai sekitar Rp 968,5 triliun, meskipun perhitungan rinci harus melalui penghitungan BPK dan Kejagung .
Tersangka dan Pihak yang Terlibat
Tujuh pejabat yang ditahan berasal dari Pertamina dan perusahaan swasta:
- Riva Siahaan (Dirut Pertamina Patra Niaga)
- Sani Dinar Saifuddin (Dirut Feedstock Kilang)
- Yoki Firnandi (Dirut Pertamina International Shipping)
- Agus Purwono (VP Feedstock Management)
- Muhammad Kerry Andrianto Riza, broker minyak
- Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo, Komisaris Jenggala & Dirut Orbit Terminal Merak .
Dugaan Modus Oplosan Subsidi BBM
Diduga ada praktik mencampur (blending) RON 90 menjasi RON 92 di depo ilegal, bukan di kilang, sehingga pemerintah tetap membayar harga lebih tinggi atas produk yang sebenarnya kualitas lebih rendah . Meski biaya ini legalitasnya dipertanyakan, dampaknya signifikan terhadap APBN dan subsidi.
Reaksi Pemangku Kepentingan
- ST Burhanuddin memastikan penghitungan kerugian melibatkan BPK agar hasilnya akurat .
- DPR, melalui Komisi XII, mendukung pengungkapan secara menyeluruh dan sidak ke SPBU Cibubur menemukan konsistensi modus impor dan subsidi . Bambang Haryadi menyatakan:
“Kita mendukung pengungkapan kerugian negara, kalau perlu ke akar-akarnya…”
- Reuters melaporkan Pertamina menjanjikan meningkatkan transparansi dan merespons penyelidikan tanpa hambatan .
Implikasi Keuangan dan Sosial
Praktik ini mempengaruhi harga BBM, APBN, dan memicu ketidakpercayaan publik terhadap Pertamina . Bahkan muncul wacana gugatan class action karena konsumen membayar premi terhadap kualitas BBM yang tidak sebagaimana mestinya .
Korupsi di Pertamina menunjukkan betapa rapuhnya tata kelola energi dalam memenuhi prinsip penggunaan produk lokal sesuai regulasi yang berlaku. Pengawasan lebih ketat terhadap proses impor dan subsidi mutlak dilakukan oleh pemerintah dan lembaga audit demi mencegah kerugian APBN yang berulang.
Kerjasama antara Kejaksaan Agung dan BPK perlu didukung sepenuhnya agar penghitungan kerugian negara dapat akurat, transparan, dan bisa menjadi dasar penuntutan yang adil. DPR pun sebaiknya terus memantau dan mendesak perbaikan sistem dalam pengadaan energi.
Pertamina sebagai penyelenggara negara wajib melakukan reformasi struktural segera, memperbaiki SOP pengadaan dan distribusi BBM, serta membangun sistem cek dan audit internal yang efektif untuk memulihkan kepercayaan publik.
Masyarakat dan konsumen juga perlu diberi akses informasi melalui mekanisme transparansi harga dan kualitas BBM; publikasi hasil audit serta kebijakan whisteblowing oleh pegawai Pertamina dapat memperkuat sinergi pemberantasan korupsi.
Secara menyeluruh, kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan akuntabilitas di sektor strategis, mendesak perbaikan hukum dan kebijakan energi nasional, serta mendorong penggunaan subsidi yang benar-benar tepat sasaran. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v