Jakarta, EKOIN.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita uang sebesar Rp 11,880,351,802,619 (sekitar Rp 11,8 triliun) dari lima entitas dalam Wilmar Group, terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Uang itu kini disimpan dalam rekening penampungan Jampidsus sebagai pengembalian kerugian keuangan negara dan barang bukti untuk kasasi Mahkamah Agung .
Penyerahan dan Penyimpanan Uang
Tim Jampidsus menerima dana dari Wilmar Group dan langsung menempatkannya di rekening khusus. Selain itu, Kejagung memamerkan sebagian berupa uang tunai Rp 2 triliun sebagai simbol dari total sitaan .
Perkembangan Hukum
Kasus ini telah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan inkrah setelah melalui tahap kasasi. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, korporasi terbukti merugikan negara terkait fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya.
Tuntutan terhadap Korporasi
Jaksa menuntut Wilmar Group membayar uang pengganti Rp 11,880 triliun, Permata Hijau Group Rp 937,5 miliar, dan Musim Mas Group Rp 4,890 triliun, total Rp 17,7 triliun. Selain itu, denda dan potensi penutupan perusahaan juga diajukan .
Latar Belakang Kasus
Peristiwa bermula pada Januari 2021–Maret 2022. Dosa korupsi teridentifikasi dalam pemberian izin ekspor tanpa memenuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Hal ini menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng domestik .
Kerugian Negara dan Ekonomi
Audit dari UGM dan BPKP mengungkap kerugian langsung negara sekitar Rp 6,05 triliun serta kerugian ekonomis Rp 12,3 triliun. Wilmar Group sendiri meraup keuntungan ilegal sekitar Rp 1,6 triliun .
Penyitaan Aset Tambahan
Selain uang, Kejagung juga menyita aset berupa 14.000 ha tanah, puluhan kapal, dan pesawat dari ketiga korporasi terkait. Aset ini untuk mengamankan potensi pemenuhan kerugian negara .
Status Pemain Korporasi
Entitas yang terlibat dalam Wilmar Group termasuk lima anak perusahaan seperti PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Terdakwa Individual
Selain korporasi, lima individu telah divonis 5–8 tahun penjara antara lain mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; pihak dari Permata Hijau dan Musim Mas Group .
Sikap Kejaksaan
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyatakan bahwa korporasi juga memiliki tanggung jawab pidana dan proses penegakan berlanjut sampai ke tingkat kasasi
Tanggapan Jaksa
Jaksa menyebut vonis yang lebih ringan dari tuntutan menimbulkan ketidakadilan dan mengugatkan melalui banding. Kerugian yang dibawa ke persidangan mencapai nilai total Rp 18,3 triliun jika ekonomi negara dihitung.
Potensi Dampak Ekonomi
Manipulasi ekspor menyebabkan kelangkaan minyak goreng, sehingga masyarakat dan pelaku usaha lokal mengerang akibat harga semakin melambung .
Ancaman Penutupan Korporasi
JPU mengusulkan agar korporasi terkait ditutup selama satu tahun jika tidak memenuhi kewajiban membayar ganti kerugian .
Alat Bukti dan Penggeledahan
Penyitaan aset di berbagai lokasi—termasuk Medan—disertai penggeledahan dan surat perintah resmi, diperoleh bukti kuat dari dokumen elektronik dan audit internal .
Tahapan Kasasi
Uang sitaan dan aset dijadikan barang bukti dalam memori kasasi Kejaksaan untuk memastikan putusan pengadilan paling tinggi mendukung pemulihan kerugian negara.
Upaya Pemulihan Negara
Uang dan aset yang disita berada di bawah pengelolaan Jampidsus dan akan digunakan sebagian sebagai dana kompensasi langsung kepada masyarakat jika diperlukan.
Proses Lanjutan
Kejaksaan terus memantau pembayaran dan eksekusi aset. Bila korporasi gagal bayar, harta individu pengendali juga akan menjadi sasaran penyitaan.
Perlindungan Sistemik
Kasus ini menjadi preseden bagi penegakan hukum terhadap korporasi eksportir yang menyalahgunakan fasilitas negara.
Transparansi Publik
Pemameran uang tunai dalam konferensi pers bertujuan menunjukkan transparansi dan komitmen Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Tantangan Eksekusi
Proses eksekusi aset, audit dan pelacakan dana akan memakan waktu dan melibatkan berbagai lembaga seperti BPKP dan instansi teknis.
Diharapkan Efek Jera
Penindakan tegas ini diharapkan menimbulkan efek jera agar korporasi multinasional mematuhi aturan pasar domestik dan eksport.
Kolaborasi Multistakeholder
Kasus menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga hukum, dan akademisi untuk mencegah pelanggaran serupa di sektor ekspor strategis.
Pemulihan aset oleh Kejaksaan telah berjalan meski prosesnya kompleks dan panjang.
Jumlah sitaan yang besar memberi sinyal kuat terhadap niat pemerintah memperbaiki keuangan negara.
Namun, eksekusi hukum perlu ditegakkan secara konsisten agar jera dan menimbulkan kepercayaan publik.
Korupsi dalam sektor ekspor tak hanya menyasar keuntungan tetapi juga menimbulkan dampak ekonomi luas, seperti kelangkaan dan inflasi.
Rekomendasi: perlu penguatan pengawasan izin ekspor, peningkatan ketahanan pasokan domestik, serta penegakan hukum korporasi yang tegas.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v