Jakarta EKOIN.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri secara resmi membuka penyelidikan terhadap dugaan praktik beras oplosan oleh enam perusahaan besar. Pada Kamis, 24 Juli 2025, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan pemanggilan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut bertujuan menelusuri kemungkinan penyimpangan mutu beras dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pelanggaran terhadap aturan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Langkah hukum itu merupakan bagian dari upaya negara menata kembali ekosistem distribusi dan penjualan beras nasional agar berjalan sesuai ketentuan. Anang menegaskan bahwa pemeriksaan akan dimulai pada Senin, 28 Juli 2025, terhadap enam produsen besar.
Kejagung Periksa 6 Perusahaan Beras Raksasa
Adapun daftar perusahaan yang dipanggil adalah PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, PT Belitang Panen Raya, PT Unifood Candi Indonesia, PT Subur Jaya Indotama, serta PT Sentosa Umar Utama Lestari Java Group. Menurut Anang, proses ini bertujuan mengembalikan kepercayaan publik terhadap kualitas beras yang beredar di pasar.
“Tujuan dari proses hukum yang kita lakukan itu dengan harapan ke depannya dapat mengembalikan proses atau ekosistem distribusi dan penjualan beras dilaksanakan dengan sesuai ketentuan,” ujar Anang di Jakarta.
Selain memeriksa penyimpangan terhadap SNI, Satgasus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung juga menyoroti kemungkinan adanya pelanggaran harga yang merugikan masyarakat. Satgasus ini dibentuk khusus untuk menangani kasus-kasus korupsi strategis, termasuk dalam sektor pangan.
Sementara itu, Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan telah lebih dahulu melakukan penyelidikan dan menaikkan status perkara beras oplosan ini ke tahap penyidikan. Hal tersebut disampaikan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim, Brigjen Helfi Assegaf, pada Kamis yang sama.
Menurut Helfi, peningkatan status penyidikan dilakukan setelah ditemukan indikasi pelanggaran pidana Perlindungan Konsumen serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia menyebutkan ada tiga produsen dan lima merek beras yang tengah diselidiki.
Tiga Produsen dan Lima Merek Jadi Target Bareskrim
Tiga produsen tersebut adalah PT PIM dengan merek Sania, PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Beras Setra Pulen, serta Toko SY dengan merek Jelita. Helfi menambahkan, penyidikan ini dilakukan untuk mengungkap jaringan produksi dan distribusi beras oplosan yang berdampak luas.
“Penyidikan terhadap produsen dan merek-merek ini merupakan langkah awal untuk mengurai praktik yang merugikan konsumen dan perekonomian nasional,” ucap Helfi.
Ia menyebutkan, bukti awal cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana dalam praktik pencampuran beras kualitas rendah yang dijual dengan merek dan harga premium. Hal ini berpotensi menyesatkan konsumen dan merugikan secara finansial.
Meski kasus ini ditangani oleh dua institusi berbeda, Kejagung dan Polri, Anang Supriatna memastikan tidak ada tumpang tindih kewenangan dalam penyelidikan. Ia menegaskan bahwa kedua institusi akan bersinergi untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas.
“Dalam rangka melaksanakan tugas dan penyelidikan ini, tentunya Satgasus P3TPK Gedung Bundar akan melakukan komunikasi dan berkoordinasi dengan Satgas Pangan dari Mabes Polri dan Gugus Ketahanan Pangan dari TNI,” jelas Anang.
Lebih lanjut, kerja sama lintas institusi ini menjadi penting agar penyelidikan dapat menyasar hingga ke pelaku utama di balik praktik ilegal tersebut. Kejagung juga membuka peluang melakukan penyitaan aset bila ditemukan bukti kuat.
Kejagung mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan menunggu hasil penyelidikan yang akan disampaikan secara terbuka. Pemerintah menjamin transparansi dalam pengungkapan kasus ini demi melindungi kepentingan publik.
Penyelidikan gabungan ini menjadi sinyal kuat bagi pelaku industri bahwa manipulasi mutu pangan tidak akan ditoleransi. Negara menegaskan posisi sebagai pelindung hak konsumen dan penegak keadilan dalam industri pangan.
Pihak Bareskrim menambahkan, mereka akan mendalami rantai pasok dari produsen ke distributor dan pengecer untuk mengetahui sejauh mana praktik oplosan ini dilakukan secara sistematis.
Diharapkan, penyelidikan ini juga membuka peluang pembenahan regulasi beras, termasuk mekanisme pengawasan mutu di tingkat produsen, agar kejadian serupa tidak berulang.
Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional turut diminta mendukung proses penyelidikan dengan memberikan data serta informasi terkait peredaran dan kualitas beras nasional.
Upaya ini juga menjadi momentum untuk memperkuat peran pengawasan internal di perusahaan-perusahaan pangan, khususnya dalam pengendalian mutu produk yang beredar di pasar.
Kejagung dan Bareskrim telah menetapkan tim investigasi khusus untuk mempercepat proses hukum dan memastikan seluruh bukti terkumpul secara sah dan lengkap.
Penegakan hukum yang tegas terhadap penyimpangan di sektor pangan diharapkan dapat menjadi efek jera dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk kebutuhan pokok.
dari penyelidikan ini akan menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan adanya tuntutan pidana dan pembekuan izin usaha terhadap perusahaan yang terbukti bersalah.
Penyidikan ini membuka mata publik akan pentingnya pengawasan mutu beras secara konsisten. Dugaan praktik oplosan tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga membahayakan kepercayaan konsumen terhadap produk dalam negeri. Pemerintah melalui Kejagung dan Polri memperlihatkan komitmen serius memberantas praktik curang dalam industri beras nasional.
Dari kasus ini, dapat diambil pelajaran penting bahwa integritas dalam proses produksi dan distribusi pangan harus dijaga. Pelanggaran terhadap standar mutu harus ditindak agar tidak merugikan masyarakat. Pemerintah diharapkan memperkuat sistem pengawasan serta regulasi yang lebih ketat untuk menjamin keamanan dan kualitas pangan nasional.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan lebih cermat dalam memilih produk beras dan melaporkan jika menemukan indikasi beras oplosan. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam membantu pengawasan pangan. Transparansi dari produsen serta pelabelan yang akurat juga menjadi kunci utama.
Kejadian ini diharapkan menjadi momentum pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola industri pangan, termasuk membangun sistem distribusi yang adil dan transparan. Langkah koordinatif antar institusi penegak hukum dan pengawasan pangan menjadi pilar penting menjaga keamanan pangan.
Akhirnya, dengan proses hukum yang adil dan transparan, diharapkan tercipta industri pangan nasional yang sehat dan berdaya saing tinggi. Perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pemerintah di sektor pangan. (*)