Phnom Penh, EKOIN.CO – Kamboja dikenal sebagai negara berkembang yang masih berjuang keluar dari kemiskinan. Namun, fakta terbaru mengungkap bahwa negara ini memiliki 87 kasino legal yang tersebar di berbagai wilayah. Kondisi ini menempatkan Kamboja sebagai negara dengan jumlah kasino terbanyak di Asia Tenggara, mengungguli negara tetangga lainnya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Meskipun sektor perjudian tumbuh pesat, Kamboja tetap tercatat sebagai negara termiskin keempat di Asia Tenggara. Perekonomian negara ini masih bergantung pada industri tekstil, pertanian, dan pariwisata, yang belum mampu memberikan kesejahteraan merata bagi seluruh rakyatnya.
Data dari lembaga riset regional menunjukkan bahwa keberadaan kasino di Kamboja tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan. Sebagian besar keuntungan dari industri ini justru dikuasai oleh pemilik modal asing dan elite lokal.
Sementara itu, tercatat sekitar 73.000 warga negara Indonesia (WNI) bekerja di Kamboja. Menurut data resmi, sebanyak 60% dari mereka bekerja di sektor judi online, baik sebagai operator maupun staf pendukung, yang kebanyakan berpusat di kota-kota besar seperti Phnom Penh dan Sihanoukville.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat banyaknya WNI yang terlibat dalam industri perjudian, yang di Indonesia sendiri masih tergolong ilegal. Pihak KBRI di Phnom Penh terus memantau dan memberikan perlindungan kepada WNI yang bekerja di sektor ini.
Kontras antara Industri Kasino dan Kemiskinan
Di tengah kemewahan kasino-kasino tersebut, sebagian besar penduduk Kamboja masih hidup dalam garis kemiskinan. Berdasarkan data Bank Dunia, sekitar 17% penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari US$2 per hari.
Kawasan Sihanoukville menjadi contoh nyata kontras ini. Kota tersebut dipenuhi hotel dan kasino mewah, namun warga lokal yang tinggal di sekitar kawasan tersebut banyak yang masih tinggal di rumah-rumah sederhana dan bekerja di sektor informal.
Para pengamat ekonomi menyebut bahwa pertumbuhan industri kasino belum disertai regulasi yang ketat untuk mendistribusikan keuntungan secara adil kepada masyarakat. Banyak dari pendapatan negara dari pajak perjudian tidak sampai ke sektor layanan publik.
Di sisi lain, sejarah panjang Kamboja memperlihatkan dinamika politik dan ekonomi yang berliku. Sejak zaman kerajaan Funan pada abad pertama, hingga ke masa kejayaan Kekaisaran Khmer, Kamboja telah mengalami pasang surut pembangunan.
Angkor Wat yang menjadi simbol kejayaan masa lalu, kini menjadi andalan sektor pariwisata. Namun, penghasilan dari sektor ini belum cukup untuk menutupi ketimpangan ekonomi yang terjadi secara luas.
Sejarah Kamboja dan Perkembangan Ekonominya
Nama “Kamboja” berasal dari bahasa Sanskerta dan dikaitkan dengan legenda Kambu. Negara ini mulai tercatat dalam sejarah sejak 7000 SM dengan berbagai kerajaan yang silih berganti menguasai wilayah tersebut.
Kerajaan Funan adalah kekuasaan besar pertama, yang kemudian digantikan oleh Kekaisaran Khmer. Pada masa kekaisaran ini, dibangun candi megah Angkor Wat yang kini menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Namun, kejayaan tersebut mulai pudar seiring masuknya pengaruh kolonialisme dan konflik internal. Pada abad ke-20, Kamboja mengalami masa kelam di bawah rezim Khmer Merah yang menyebabkan jutaan warga tewas akibat genosida.
Pasca konflik, Kamboja perlahan bangkit dan mulai membangun kembali ekonominya. Namun, pembangunan tersebut belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terutama di pedesaan.
Pemerintah Kamboja membuka diri terhadap investasi asing, termasuk di sektor perjudian. Hal ini menyebabkan menjamurnya kasino-kasino yang sebagian besar dimiliki oleh pengusaha asing, terutama dari Tiongkok.
Hingga kini, pemerintah setempat belum berhasil menjadikan industri kasino sebagai pendorong utama pembangunan ekonomi rakyat. Banyak pihak mendesak agar regulasi diperketat dan hasil pendapatan dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Dari sisi sosial, keberadaan kasino juga menimbulkan dampak negatif, seperti meningkatnya angka kriminalitas dan ketergantungan terhadap perjudian, terutama di kalangan pemuda.
Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah Kamboja dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat secara berkelanjutan.
Berdasarkan pengamatan para ekonom, pembangunan berkelanjutan di Kamboja memerlukan reformasi menyeluruh dalam sistem distribusi hasil ekonomi dan pemberdayaan masyarakat miskin.
meskipun Kamboja mencatat pertumbuhan industri kasino yang luar biasa, namun ketimpangan ekonomi masih menjadi isu sentral. Pendapatan dari kasino belum berhasil mengangkat sebagian besar rakyat keluar dari kemiskinan.
Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang mengatur alokasi hasil pajak kasino untuk pembangunan jangka panjang yang inklusif. Selain itu, perlu juga pengawasan terhadap praktik judi online yang melibatkan banyak pekerja asing, termasuk WNI.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama agar Kamboja tidak terus berada di jajaran negara miskin meskipun memiliki sumber pendapatan dari sektor perjudian.
Kamboja dapat belajar dari negara lain yang berhasil mengelola sektor perjudian tanpa mengabaikan hak-hak ekonomi masyarakatnya. Pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan harus menjadi agenda utama dalam beberapa tahun ke depan.
Tanpa reformasi struktural, industri kasino Kamboja berisiko menjadi sumber ketimpangan yang lebih dalam, ketimbang solusi bagi kemiskinan nasional. (*)