Jakarta EKOIN.CO – Indonesia resmi menjadi salah satu negara yang akan mengoperasikan dua tipe jet tempur canggih sekaligus, yakni KAAN buatan Turki dan Rafale produksi Prancis. Total pembelian mencapai 114 unit, mencerminkan langkah strategis dalam memperkuat kekuatan udara nasional di tengah persaingan teknologi militer global.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Jet tempur Rafale merupakan pesawat multiperan generasi 4.5 asal Prancis yang telah beroperasi sejak tahun 2000. Sementara KAAN, pesawat siluman generasi kelima buatan Turki, masih dalam tahap prototipe dan ditargetkan masuk produksi massal pada 2028. Meski berbeda generasi, kedua jet ini akan memperkuat armada TNI AU dalam waktu dekat.
Spesifikasi Teknis Kedua Jet Tempur
Rafale memiliki kecepatan maksimum 1.800 km/jam atau sekitar Mach 1,6, dengan jangkauan maksimum mencapai 3.700 km. Jet ini ditenagai dua mesin turbofan M88-2 dan dilengkapi sistem avionik mutakhir seperti radar AESA RBE2-AA, SPECTRA electronic warfare, dan OSF. Dimensi pesawat ini cukup ringkas dengan panjang 15,27 meter, lebar sayap 10,8 meter, dan tinggi 5,34 meter.
KAAN, sebaliknya, mengusung teknologi siluman generasi kelima dengan kemampuan tempur canggih. Kecepatan maksimum mencapai Mach 1,8, dengan radius tempur lebih dari 1.200 km. Jet ini awalnya menggunakan dua mesin General Electric F110-GE-129, dengan rencana penggantian ke mesin lokal TEI TF35000. Dimensi KAAN lebih besar, dengan panjang sekitar 21 meter, lebar 14 meter, dan tinggi 6 meter.
Kedua pesawat memiliki bobot lepas landas yang tinggi. KAAN memiliki berat maksimum sekitar 27.200 kg, sementara Rafale sekitar 24.500 kg. Persenjataan KAAN mencakup rudal Gökdoğan, Bozdoğan, SOM, KUZGUN, serta bom pintar HGK/KGK. Sementara Rafale dilengkapi rudal udara-ke-udara dan udara-ke-darat, serta bom berpemandu presisi tinggi.
Keunggulan dan Strategi Pertahanan
Keunggulan utama KAAN terletak pada teknologi siluman dan sistem peperangan elektronik canggih seperti radar AESA MURAD dan DAS. Jet ini juga memiliki fitur IRST (Infrared Search and Track) dan EWS lengkap yang mendukung misi tempur generasi kelima. Varian utamanya meliputi Blok 0, Blok 1, dan Blok 10.
Rafale, yang lebih dulu beroperasi secara global, memiliki varian B (dua kursi), C (satu kursi), dan M (versi kapal induk). Dengan pengalaman tempur nyata di beberapa konflik internasional, Rafale diakui atas fleksibilitas dan keandalannya dalam misi udara-ke-udara dan udara-ke-darat.
Seperti dilansir dari beberapa media pertahanan, Indonesia telah menandatangani kontrak pembelian 42 unit Rafale dari Prancis dan mengonfirmasi akuisisi 72 unit KAAN dari Turki. Hal ini menjadikan Indonesia negara pertama yang memesan KAAN, selain Turki sebagai produsen utama.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan, Marsda TNI Yusuf Jauhari, menyampaikan bahwa kerja sama dengan Turki tidak hanya terbatas pada pembelian, tetapi juga mencakup transfer teknologi dan produksi lokal sebagian komponen KAAN di Indonesia. Ini menjadi bagian dari strategi meningkatkan kemandirian industri pertahanan nasional.
Menurut pengamat militer dari Lembaga Kajian Pertahanan dan Keamanan, Andi Widjajanto, langkah ini memperlihatkan pergeseran pendekatan Indonesia yang kini mengandalkan kombinasi pesawat generasi 4.5 dan generasi 5 untuk memenuhi kebutuhan tempur modern di kawasan Indo-Pasifik.
Selain sebagai pembeli, Indonesia juga membuka peluang kerja sama regional untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat-pesawat tersebut. Hal ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat logistik dan servis alutsista udara di Asia Tenggara.
Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa penyerahan unit pertama Rafale akan dilakukan secara bertahap mulai 2026, sementara KAAN dijadwalkan mulai masuk layanan pada awal 2030-an. Proses pelatihan pilot dan teknisi akan dilaksanakan di Prancis dan Turki.
Total nilai pembelian 114 unit jet tempur ini mencapai miliaran dolar AS, dengan rincian anggaran telah disetujui oleh DPR. Skema pembiayaan melibatkan pinjaman luar negeri dan penguatan anggaran pertahanan yang masuk dalam Rencana Strategis Kemhan 2025-2029.
Pengadaan ini dinilai penting dalam meningkatkan daya gentar dan kemampuan respons cepat TNI AU, mengingat dinamika keamanan di Laut Cina Selatan dan perbatasan wilayah udara nasional yang kian kompleks. Integrasi kedua tipe jet tempur ini juga memungkinkan kombinasi misi siluman dan tempur konvensional.
Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan Rafale dan KAAN secara bersamaan. Langkah ini diperkirakan akan diikuti negara lain, mengingat tingginya ketertarikan terhadap KAAN yang baru diperkenalkan ke pasar ekspor.
Pakar penerbangan dari Universitas Pertahanan, Bambang Nugroho, menjelaskan bahwa penggabungan teknologi Prancis dan Turki membuka kesempatan diversifikasi sumber alutsista, sekaligus memperkuat hubungan bilateral dalam bidang pertahanan.
Produksi lokal KAAN di Indonesia masih dalam tahap pembahasan teknis, termasuk kemungkinan keterlibatan BUMN strategis seperti PT Dirgantara Indonesia dalam proses perakitan atau komponen tertentu.
Rencana pengembangan infrastruktur pendukung juga tengah dirancang, termasuk pembangunan hanggar khusus dan pusat pelatihan di beberapa pangkalan udara utama.
Dalam pengadaan jet tempur Rafale dan KAAN menandai era baru pertahanan udara Indonesia yang berorientasi pada teknologi maju dan kemampuan tempur multifungsi. Keputusan ini didasarkan pada kebutuhan jangka panjang menjaga kedaulatan udara dan keseimbangan kekuatan regional.
Langkah Indonesia mengakuisisi dua tipe jet tempur dari negara berbeda memperlihatkan komitmen dalam diversifikasi alutsista dan memperkuat posisi strategis di Asia-Pasifik. Teknologi siluman KAAN dan keandalan tempur Rafale menciptakan kombinasi kekuatan yang sulit ditandingi di kawasan.
Selain itu, kerja sama industri dan transfer teknologi memberikan nilai tambah dalam pembangunan pertahanan nasional. Partisipasi Indonesia dalam pengembangan KAAN menciptakan peluang pertumbuhan industri dalam negeri.
Namun, tantangan tetap ada, mulai dari kesiapan infrastruktur hingga penguasaan teknologi tinggi. Upaya berkelanjutan dibutuhkan agar pengadaan ini berdampak maksimal bagi pertahanan dan kemandirian nasional.
Ke depan, integrasi sistem kedua jet tempur dan pelatihan sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan. Pemanfaatan penuh dari kemampuan Rafale dan KAAN harus disertai dukungan logistik dan strategi operasional yang tepat. (*)