Teheran, EKOIN.CO – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada Selasa malam, 22 Juli 2025, menggelar pertemuan penting dengan sejumlah petinggi militer untuk mempertimbangkan kemungkinan serangan lanjutan terhadap Iran. Dalam pertemuan itu, Israel menegaskan keinginan mempertahankan dominasi udara dan mencegah Iran menghidupkan kembali proyek senjata nuklir dan misilnya.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Staf Mayjen Eyal Zamir, Wakil Kepala Staf Mayjen Tamir Yadai, kepala Direktorat Intelijen IDF, para komandan militer lainnya, serta perwakilan dari Mossad dan Shin Bet. Fokus pembahasan mengarah pada strategi keamanan jangka panjang terhadap ancaman dari Iran.
Yoav Gallant menyoroti pencapaian Operasi Rising Lion yang telah mengukuhkan keunggulan udara Israel. Dalam forum tersebut, ia juga meminta para pejabat militer menyusun strategi hukum yang ketat untuk mencegah pemulihan kapasitas militer Iran, terutama dalam hal pengembangan misil dan teknologi nuklir.
Kementerian Pertahanan Israel menekankan bahwa keamanan nasional tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kesiapan strategis menghadapi ancaman jangka panjang. Oleh karena itu, segala bentuk peningkatan kekuatan Iran dipandang sebagai risiko serius terhadap stabilitas regional.
Dalam pidatonya sebelumnya saat wisuda pilot Angkatan Udara Israel pada awal Juli 2025, Gallant memperingatkan langsung Teheran. Ia menegaskan bahwa Israel memiliki kemampuan menyerang ke seluruh penjuru Iran, mulai dari Teheran hingga Isfahan dan Tabriz.
Pernyataan Gallant itu dilaporkan oleh media The Jerusalem Post, yang juga menekankan bahwa pesan tersebut ditujukan kepada para pejabat Iran agar tidak menganggap remeh potensi kekuatan udara Israel. “Tidak ada tempat bagi pejabat Iran yang merugikan Israel untuk bersembunyi,” tegasnya.
Iran tingkatkan kesiagaan tempur pasca ancaman Israel
Sementara itu, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dalam wawancara televisi dengan kantor berita Aljazirah, menegaskan bahwa negaranya siap menghadapi setiap potensi agresi militer dari Israel. Wawancara itu merupakan yang pertama sejak konflik 12 hari antara kedua negara berakhir.
Pezeshkian menyatakan bahwa seluruh kekuatan militer Iran telah disiagakan penuh untuk membalas serangan apabila Israel memutuskan untuk melanjutkan operasinya. Ia juga menuding Israel menyembunyikan skala kerusakan dari serangan Iran sebelumnya.
“Kami siap menghadapi setiap aksi militer oleh Israel, dan pasukan kami berada dalam siaga tempur penuh untuk menyerang kembali jauh ke wilayah Israel,” ujar Pezeshkian dalam wawancara tersebut.
Ancaman balasan ini menunjukkan bahwa ketegangan antara dua negara tersebut belum mereda sepenuhnya. Masing-masing pihak tampak mempertahankan posisi kerasnya, sekalipun konflik bersenjata sebelumnya telah berakhir.
Iran juga terus memantau pergerakan Israel melalui jaringan intelijennya dan meningkatkan patroli udara serta sistem pertahanan rudal di wilayah strategis seperti Teheran, Bandar Abbas, dan provinsi perbatasan.
Kekuatan militer regional dalam posisi siaga tinggi
Pengamat militer di kawasan menyebutkan bahwa setiap keputusan militer Israel terhadap Iran berpotensi memicu eskalasi yang melibatkan pihak ketiga. Negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi juga ikut memantau situasi dengan seksama.
Pihak militer Israel belum merinci langkah spesifik yang akan diambil setelah pertemuan pada 22 Juli, tetapi sejumlah analis pertahanan menyebutkan bahwa peningkatan patroli udara dan kesiapan pangkalan militer di perbatasan Lebanon dan Suriah telah dimulai.
Meskipun belum ada pernyataan resmi dari PBB terkait eskalasi ini, sejumlah negara di Eropa menyuarakan keprihatinannya terhadap potensi konflik terbuka antara kedua negara. Mereka mendorong kedua pihak menahan diri dan menyelesaikan konflik melalui jalur diplomatik.
Selama Operasi Rising Lion sebelumnya, Israel berhasil menargetkan sejumlah fasilitas militer Iran yang diduga menjadi pusat pengembangan teknologi nuklir. Namun, Iran mengklaim bahwa sebagian besar serangan tersebut telah berhasil ditangkis.
Hingga kini, belum ada konfirmasi dari pihak IDF mengenai rencana operasi lanjutan. Namun, sinyal-sinyal dari pejabat tinggi seperti Gallant memperlihatkan bahwa opsi militer tetap terbuka lebar jika dianggap perlu.
Israel juga terus memperbarui aliansi keamanan dengan Amerika Serikat. Menurut sumber diplomatik, Washington telah diberi informasi awal mengenai rencana militer Israel, meskipun belum secara eksplisit memberikan persetujuan terbuka.
Sebagai tanggapan, Iran mempercepat peningkatan teknologi drone dan rudal jarak jauh untuk memperkuat kemampuan pertahanan domestik. Iran juga memperkuat hubungan militer dengan Rusia dan Cina sebagai bagian dari strategi pencegahan.
Dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan antara Israel dan Iran mengalami peningkatan signifikan, dipicu oleh serangan siber, sabotase, hingga bentrok tidak langsung melalui kelompok milisi proksi di Lebanon dan Suriah.
Israel menyatakan bahwa semua opsi akan digunakan untuk menjaga warganya dari ancaman luar negeri, sedangkan Iran menegaskan bahwa hak mempertahankan kedaulatan nasionalnya tidak dapat dikompromikan oleh tekanan militer manapun.
situasi keamanan antara Israel dan Iran kembali berada di ambang ketegangan setelah pernyataan resmi dari Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Ancaman serangan baru telah memicu respons cepat dari pihak Iran. Ketegangan ini berpotensi memicu eskalasi regional bila tidak diredam oleh jalur diplomasi.
Israel berupaya mempertahankan keunggulan strategisnya melalui kekuatan udara, sementara Iran merespons dengan kesiapsiagaan militer penuh. Konfrontasi terbuka bisa terjadi sewaktu-waktu jika komunikasi kedua belah pihak tidak dijaga secara intensif.
Wawancara Presiden Pezeshkian mempertegas bahwa Teheran tidak akan tinggal diam menghadapi provokasi baru dari Tel Aviv. Sementara itu, dunia internasional belum mengambil langkah tegas untuk meredakan ketegangan yang meningkat.
Opsi terbaik untuk menghindari eskalasi adalah membuka kembali saluran diplomasi dan keterlibatan PBB dalam mediasi. Ketegangan berlarut tidak hanya mengancam dua negara, tetapi juga stabilitas seluruh kawasan Timur Tengah.
masyarakat internasional diharapkan lebih aktif mendorong deeskalasi dengan melibatkan aktor-aktor kunci dalam negosiasi damai. Uni Eropa dan negara-negara Asia Timur dapat berperan dalam memediasi melalui jalur diplomatik alternatif.
Israel dan Iran sebaiknya menahan diri dari tindakan provokatif serta membangun saluran komunikasi yang terbuka demi mencegah kesalahan perhitungan. Pencegahan konflik harus menjadi prioritas utama semua pihak yang terlibat.
Media juga diharapkan meliput isu ini secara proporsional agar tidak memperkeruh suasana. Informasi yang salah atau dilebih-lebihkan bisa memperparah ketegangan yang sudah tinggi.
Keterlibatan organisasi internasional seperti PBB, OKI, dan ASEAN dalam menjaga perdamaian harus diperkuat. Pendekatan multilateral bisa memberi tekanan diplomatik kepada kedua negara untuk kembali ke meja perundingan.
Stabilitas di kawasan hanya dapat dicapai dengan kerja sama dan itikad baik. Dialog yang jujur dan terbuka akan menjadi pondasi menuju perdamaian jangka panjang yang berkelanjutan. (*)