Teheran, EKOIN.CO – Dalam eskalasi konflik udara terbaru antara Israel dan Iran, klaim terbaru dari Teheran bahwasanya sistem pertahanan udara Iran berjaya menembak jatuh pesawat siluman generasi kelima milik Israel, F‑35I Adir, menandai pencapaian bersejarah sebagai negara pertama di dunia yang berhasil menjatuhkan jet tempur tersebut .
Laporan dari kantor militer Iran menyebut rudal Bavar‑373, sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh, yang mencegat dan menjatuhkan tiga hingga empat unit F‑35I di wilayah barat Iran selama serangkaian serangan udara pada pertengahan Juni 2025
Pemerintah Iran melalui Press TV dan IRNA menyatakan kendali udara Israel berhasil dipatahkan, sekaligus menahan dua pilot Israel—termasuk satu pilot perempuan—meskipun identitas dan kondisi mereka belum dipublikasi lebih lanjut .
Meski demikian, Angkatan Bersenjata Israel (IDF) menolak keseluruhan klaim tersebut dan menyebut laporan tersebut “sama sekali tidak berdasar,” menurut juru bicara IDF, Avichay Adraee, saat berbicara di platform X
F‑35I Adir, Jet Tempur Tercanggih Israel
F‑35I Adir adalah versi modifikasi khusus dari F‑35 Lightning II buatan Lockheed Martin, yang sejak 2018 menjadi jet tempur utama Israel. Varian ini dilengkapi dengan teknologi siluman mutakhir dan sistem elektronik tempur buatan Israel .
Jet ini biasa dilengkapi dengan tangki bahan bakar tambahan konformal yang mempertahankan radar low-observable, memungkinkan jangkauan hingga Iran tanpa perlu pengisian udara sebagaimana dikembangkan melalui bantuan teknis AS .
Taktik Rudal Bavar‑373 Iran
Bavar‑373 adalah sistem pertahanan udara terbaru Iran, dirancang untuk menandingi pesawat stealth dan rudal balistik. Iran menyatakan sistem ini efektif dalam mendeteksi dan menargetkan jet generasi kelima seperti F‑35 dan F‑22
Keberhasilan klaim menghancurkan jet siluman ini mengangkat preseden baru dalam tangguhnya sistem SAM Iran, meski detail teknis dan bukti visual belum diverifikasi secara independen.
Latar Belakang Serangan Udara
Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya tensi di kawasan, menyusul serangan udara Israel terhadap beberapa fasilitas iranian, termasuk yang ditujukan guna menunda program nuklir Iran .
Sejak awal Juni 2025, lebih dari 200 jet tempur Israel—termasuk F‑35I, F‑15I, dan F‑16—diterjunkan dalam serangkaian penyerangan terhadap lokasi di wilayah Iran dan sekitarnya
Israel Gunakan Kombinasi F‑35 dan F‑15I
Selain F‑35I, armada F‑15I Ra’am “Thunder” juga digunakan, mampu membawa peledak berat termasuk bunker-busting dan melakukan pengisian bahan bakar di udara guna meningkatkan jangkauan misi panjang .
Israel telah membeli puluhan unit F‑15I sejak 1990-an dan terus mengembangkan sistem radar serta helm targeting DASH untuk menunjang operasi jarak jauh
Efektivitas Sistem Pertahanan Israel
Israel juga menggunakan Iron Dome dan sistem pertahanan multilapis lainnya. Namun beberapa laporan menyebut sistem mereka kewalahan terhadap serangan balistik Iran, dengan klaim penetrasi sebagian rudal ke wilayah penduduk .
Meski demikian, sebagian besar ancaman Iran berhasil dihalau melalui kolaborasi pertahanan udara Israel dan dukungan intelijen serta logistik AS.
Klaim vs Bantahan
Iran menampilkan klaim dramatik atas kemenangan udara dan penahanan pilot Israel, tetapi bukti independen masih terbatas. Israel terus membantah tegas dan menyebut laporan itu sebagai “disinformasi”
Belum ada konfirmasi visual dari pihak ketiga atau analisa data radar luar negeri yang menguatkan klaim jatuhnya F‑35 tersebut.
Reaksi Internasional
Komunitas internasional mengamati ketegangan ini dengan kecemasan meningkat, karena jika klaim Iran benar, kekuatan teknologi udara Barat bisa dianggap tidak lagi mendominasi kawasan.
Pemerintah AS hingga kini memberikan dukungan militer diplomatik dan teknis ke Israel namun menahan diri dari campur tangan langsung dalam aksi udara.militer
Dibutuhkan investigasi lebih lanjut dari sumber independen untuk memverifikasi klaim Iran tentang jatuhnya jet F‑35.
Israel perlu meningkatkan transparansi dalam merespons klaim tersebut demi meredam spekulasi dan menjaga stabilitas regional.
Kedua negara harus mementingkan jalur diplomasi guna meredam eskalasi militer yang berpotensi meluas.
Komunitas internasional sebaiknya mendorong mekanisme verifikasi dan ketahanan siber guna mencegah penyebaran disinformasi di tengah konflik.
Kekuatan teknologi tinggi tidak serta merta menjamin dominasi militer, namun tetap di perlukan kehati-hatian dalam konfrontasi antarnegara berbasis intelijen dan sistem pertahanan tercanggih.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v