Moskow EKOIN.CO – Rusia menuding Uni Eropa sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab atas kematian warga Ukraina, karena mendanai pengiriman senjata ke Kiev. Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam respons terhadap rencana terbaru Amerika Serikat terkait pendanaan militer untuk Ukraina.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Zakharova membuat pernyataan itu melalui media sosial pada Rabu, 10 Juli 2025. Ia mengkritik sikap Uni Eropa yang menerima usulan Presiden Donald Trump terkait pembagian beban bantuan militer ke Ukraina. Ia menyindir bahwa Uni Eropa telah membayar untuk sesuatu yang justru berujung pada kematian rakyat Ukraina.
Pada Senin sebelumnya, Presiden Trump menyampaikan usulan untuk melanjutkan pengiriman senjata Amerika ke Ukraina, dengan menyebut bahwa Uni Eropa harus turut serta membiayai bantuan tersebut. Dalam tanggapannya, diplomat tertinggi Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan proposal Trump.
Kallas mengingatkan bahwa Trump sebaiknya tidak mengambil keuntungan sepihak dari rencana itu, tanpa kesediaan Amerika Serikat untuk berbagi tanggung jawab. Ia menegaskan bahwa stabilitas di Eropa adalah kepentingan bersama dan tidak seharusnya dibebankan sepenuhnya kepada satu pihak.
Zakharova merespons pernyataan tersebut dengan retorika tajam. “Apakah Kaja mulai memahami semuanya? Ayo bantu dia: rasanya seperti disuruh membayar tagihan makanan yang dinikmati orang lain, hanya untuk kemudian mereka mati. Benarkah?” tulisnya.
Komentar tersebut menyiratkan bahwa Rusia melihat bantuan militer dari Barat, termasuk Uni Eropa, sebagai upaya yang sia-sia dan merugikan Ukraina sendiri. Zakharova menilai bahwa Eropa tengah membiayai sesuatu yang pada akhirnya menghancurkan negara yang mereka bantu.
Rusia selama ini memandang dukungan militer negara-negara Barat sebagai langkah yang memperpanjang konflik di Ukraina. Moskow berulang kali menyebut bahwa tidak ada jumlah bantuan senjata yang mampu menggagalkan tujuan militer Rusia dalam konflik tersebut.
Kremlin menggambarkan pendekatan Barat, khususnya Uni Eropa, sebagai strategi untuk melanjutkan perang “hingga Ukraina terakhir”. Mereka menyebut Ukraina hanya menjadi proksi dalam konflik geopolitik yang sesungguhnya melibatkan Barat dan Rusia.
Trump sendiri mengemukakan bahwa bantuan militer ke Ukraina lebih dari sekadar solidaritas, tetapi juga peluang bisnis bagi Amerika Serikat. Ia menginginkan agar Eropa memikul tanggung jawab yang lebih besar karena posisinya yang lebih dekat secara geografis.
Menurut Trump, Uni Eropa adalah pihak yang paling berkepentingan dengan masa depan Ukraina. Karena itu, pembagian beban biaya menjadi hal yang masuk akal dalam kerangka kerja sama pertahanan antara AS dan sekutu Eropanya.
Pemerintahan Trump menegaskan bahwa dengan skema tersebut, Eropa akan memiliki kontrol lebih besar terhadap arah bantuan yang diberikan. Namun di saat yang sama, langkah ini mengalihkan beban keuangan dari Washington ke Brussel.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan langsung dari Uni Eropa atas sindiran Zakharova. Namun pernyataan tersebut telah menjadi bagian dari narasi Rusia yang menolak legitimasi bantuan militer Barat ke Ukraina.
Komentar Zakharova semakin memperlihatkan konfrontasi diplomatik antara Moskow dan Brussel yang kian intens. Rusia terus berupaya membalikkan persepsi global terhadap konflik Ukraina dan menggambarkan Barat sebagai pihak yang memperkeruh keadaan.
Moskow ingin menunjukkan bahwa bantuan Barat tidak membuat Ukraina lebih kuat, tetapi justru membawa lebih banyak kehancuran. Dalam pandangan Kremlin, Uni Eropa hanya menjadi pelengkap dalam strategi Amerika Serikat yang memanfaatkan konflik ini.
Sementara itu, Ukraina terus menerima pasokan senjata dari AS dan negara-negara Eropa. Namun efektivitas bantuan ini dalam mengubah situasi di medan tempur masih diperdebatkan oleh berbagai pihak internasional.
Konflik yang telah berlangsung sejak 2022 ini menunjukkan sedikit tanda akan berakhir dalam waktu dekat. Rusia dan Barat masih bersikeras pada posisi masing-masing, dan diplomasi belum menemukan jalan keluar yang nyata.
Dalam konteks ini, komentar seperti yang disampaikan Zakharova menunjukkan betapa sensitifnya isu pembiayaan militer dalam konflik Ukraina. Ia juga menyoroti perpecahan yang mungkin timbul di antara negara-negara pendukung Kiev.
Kesimpulan dari perkembangan ini menunjukkan bahwa ketegangan antara Rusia dan Uni Eropa belum mereda, bahkan di tengah upaya penyelesaian diplomatik yang stagnan. Pernyataan Rusia dapat memicu debat lebih lanjut di Eropa mengenai kelanjutan dukungan militer terhadap Ukraina.
Pernyataan Rusia menyoroti kerapuhan solidaritas Barat dan risiko beban politik serta moral dari dukungan militer jangka panjang. Di saat yang sama, sindiran tersebut digunakan sebagai alat propaganda untuk melemahkan semangat koalisi pendukung Ukraina.
Langkah Uni Eropa ke depan dalam menanggapi proposal Trump dan kritik Rusia akan menjadi indikator penting arah kebijakan luar negerinya. Apakah mereka akan terus mengikuti garis AS, atau mulai mengevaluasi ulang pendekatan terhadap konflik ini.
Rusia akan terus memanfaatkan celah ini untuk memecah belah kesatuan Barat. Komentar Zakharova bukan sekadar provokasi, tetapi bagian dari strategi komunikasi yang berkelanjutan untuk membentuk opini global.
Diperlukan kejelasan sikap dari Uni Eropa mengenai tujuan akhir dukungan mereka terhadap Ukraina. Keputusan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keamanan jangka panjang serta kondisi politik internal di negara-negara anggotanya.
Sementara itu, AS akan terus mendorong Eropa untuk berbagi tanggung jawab. Namun ketergantungan terhadap keputusan politik di Washington tetap menjadi faktor penentu arah bantuan militer berikutnya.
Penting bagi aktor internasional untuk mengedepankan dialog daripada memperpanjang konflik dengan pengiriman senjata tanpa batas. Solusi damai akan semakin jauh jika peran diplomatik terus diabaikan demi kepentingan militer semata.
Pernyataan Rusia mengenai peran Uni Eropa dalam pendanaan kematian Ukraina menambah ketegangan dalam percaturan politik global. Rusia ingin memperlihatkan bahwa Barat bertindak tidak bertanggung jawab dengan menyalurkan senjata tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Retorika yang dilontarkan melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri tersebut menjadi bagian dari strategi diplomasi publik Moskow.
Kebijakan Presiden Trump yang mendorong pembagian beban biaya menunjukkan pergeseran tanggung jawab kepada Uni Eropa. AS ingin mempertahankan posisi strategisnya dengan tetap menguntungkan secara ekonomi dan politik. Namun hal ini dapat memicu perdebatan dalam tubuh Uni Eropa mengenai efektivitas dan etika dari keterlibatan mereka.
Uni Eropa harus menimbang kembali dampak jangka panjang dari dukungan militer terhadap Ukraina. Selain risiko politik dan ekonomi, muncul pula pertanyaan tentang moralitas membiayai konflik berkepanjangan. Ketegasan sikap akan menentukan posisi Eropa di tengah konflik global yang semakin kompleks.
Dunia internasional perlu kembali menekankan pentingnya diplomasi sebagai jalan keluar dari konflik. Ketergantungan pada bantuan militer hanya akan memperpanjang penderitaan masyarakat sipil di zona konflik. Solusi damai harus menjadi prioritas utama dalam setiap perundingan multilateral.
Pemerintah Uni Eropa sebaiknya memperkuat kerjasama dengan lembaga internasional untuk mencari solusi damai yang realistis. Ini dapat dimulai dengan mendukung gencatan senjata dan pembukaan jalur diplomatik. Pendekatan humaniter perlu diperluas untuk melindungi warga sipil di Ukraina.
Amerika Serikat juga disarankan untuk mengedepankan tanggung jawab moral, bukan hanya kepentingan ekonomi. Pembagian beban harus diiringi dengan strategi penyelesaian konflik, bukan sekadar pengiriman senjata. Keterlibatan multilateral melalui PBB juga patut dikedepankan.
Rusia diharapkan menahan diri dari retorika yang memperkeruh situasi. Alih-alih menyerang secara verbal, Moskow bisa memperkuat tawaran perundingan dengan proposal konkret. Langkah ini akan menunjukkan komitmen terhadap perdamaian, bukan konfrontasi.
Ukraina memerlukan dukungan internasional yang tidak hanya militer, tetapi juga ekonomi dan rekonstruksi pascaperang. Negara donor harus mempertimbangkan bantuan yang lebih berorientasi pada pembangunan daripada konfrontasi.
Masyarakat internasional, termasuk media, perlu mempromosikan narasi yang mendorong perdamaian. Narasi konfrontatif hanya memperpanjang konflik dan memecah belah komunitas global. Komitmen pada perdamaian harus diutamakan dalam setiap percakapan politik dunia. (*)