Baghdad,EKOIN.CO – Irak menghadapi risiko terseret dalam konflik yang berkembang antara Iran dan Israel, ketika kelompok militan Syiah pro-Iran memberi peringatan tegas terhadap kemungkinan intervensi militer AS, lansir Reuters .
Konflik itu mulai hari Jumat, 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan operasi udara terhadap fasilitas nuklir Iran di Natanz dan Fordow . Sebagai balasan, Iran menembakkan ratusan rudal dan drone ke wilayah Israel, menyerang rumah sakit dan infrastruktur sipil .
Amerika Serikat bergerak cepat, mempertimbangkan intervensi langsung dan menempatkan puluhan ribu tentara serta kapal perang di kawasan, sementara pesawat pengisian bahan bakar dikerahkan untuk mendukung operasi udara
Ancaman langsung ke Irak
Kelompok militan Irak, seperti Kataib Hezbollah, memperingatkan akan melancarkan serangan terhadap aset militer dan diplomatik AS jika Washington masuk campur, termasuk di pangkalan Irak Abu Hussein al‑Hamidawi, sekretaris jenderal kelompok itu, menyatakan dalam siaran pers:
“Jika Amerika ikut campur dalam perang, kami akan bertindak langsung terhadap kepentingan dan pangkalannya tanpa keraguan”
Sikap militan Irak tersebut didukung analisis keamanan internasional yang menilai kemungkinan eskalasi ke Irak kini cukup tinggi jika konflik meluas
Irak membela posisi netralitas
Pemerintah Baghdad berusaha menjaga netralitas, menutup ruang udara usai serangan Israel ke Iran untuk menghindari salah satu kubu , dan menuntut Israel menghentikan pelanggaran udara ke wilayahnya .
Perdana Menteri Mohammed Shia al‑Sudani bahkan menyatakan solidaritas terhadap rakyat dan pemerintah Iran, serta mendesak Dewan Keamanan PBB segera bersidang atas pelanggaran hukum internasional ini .
Milisi Syiah di Irak pun sebagian telah diintegrasikan secara formal dalam angkatan bersenjata negara dan cenderung menghindari tindakan eskalatif demi menjaga keuntungan politik dan ekonomi domestik ..
Potensi escalation domino
Meskipun kelompok Irak belum bertindak terbuka, analis mencatat bahwa bila AS benar-benar ikut serta dalam serangan ke Iran, maka milisi-milisi di Irak akan segera merespons .
Pola serangan Iran tahun 2024 terhadap pangkalan di Irak, seperti serangan terhadap Erbil dan Asad, menunjukkan konsekuensi serius bila konflik melebar ke Irak .
Diplomasi dan upaya meredam
Di tengah ketegangan, diplomat AS dan Iran melakukan pembicaraan langsung melalui telepon, mencoba meredakan konflik dan membuka pintu diplomasi nuklir .
Uni Eropa juga berupaya meredam situasi, dengan menteri luar negeri negara-negara Inggris, Prancis, dan Jerman mempertimbangkan tawaran Iran atas moratorium nuklir dengan syarat Israel menghentikan serangannya .
Respon regional dan global
Israel menyatakan pihaknya menargetkan infrastruktur nuklir, bukan rezim Iran, sementara Iran malah memperluas ancamannya dengan menargetkan pangkalan AS di Irak, Bahrain, Qatar, dan UAE .
Negara-negara seperti Turki, Rusia, dan China mengecam agresi Israel dan mendesak penyelesaian diplomatik. Sekaligus, PBB dan LSM kemanusiaan menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya korban sipil di kedua belah pihak .
Situasi terkini di Irak
Hingga Jumat malam, pangkalan AS di Irak masih dalam status siaga tinggi. Baghdad memperketat pengawasan udara dan pengamanan wilayah Zona Hijau, lokasi kedutaan AS .
Demonstrasi pendukung Iran dan Irak pro‑Iran berkali-kali digelar di Baghdad, menuntut pemerintah Irak untuk mendukung Iran jika AS memutuskan ikut campur konflik .
Militer Irak juga mengerahkan sistem pertahanan udara untuk melindungi wilayah dan warga dari peluncuran rudal lintas negara .
Proyeksi mendatang
Analisis intelijen menunjukkan peningkatan kemampuan dan kesiapan milisi untuk menyerang pangkalan AS di Irak jika AS ambil bagian , sementara negara yang resmi berusaha mencegah perang besar di dalam wilayahnya.
Diplomasi terus dijalankan oleh PBB, AS, Iran, dan Uni Eropa sebagai solusi hebat untuk menghentikan eskalasi dan menjaga stabilitas kawasan.
Irak harus terus menjaga sikap netral dan memperkuat pengawasannya terhadap ruang udara dan zona diplomatik. Pemerintah Baghdad sejauh ini berhasil menutup celah eskalasi dengan menahan diri. Namun, ancaman dari milisi pro‑Iran memerlukan koordinasi keamanan yang lebih kuat dengan sekutu internasional. Diplomasi di kawasan harus didorong dengan keterlibatan PBB dan Eropa guna mencegah ekspansi konflik. Perdamaian hanya mungkin dipertahankan jika tekanan militer dan politik diarahkan pada penyelesaian negosiasi, bukan eskalasi senjata. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v