Jakarta, EKOIN.CO – Pertemuan Menteri Pendidikan BRICS ke-12 dilaksanakan pada Jumat, 7 Juni 2025 di Brasília, Brasil. Acara ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kerja sama lintas negara di bidang pendidikan, terutama di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang cepat.
Menteri Pendidikan Brasil, Mr. Camilo Santana, secara resmi membuka pertemuan tersebut. Dalam sambutannya, ia menyambut baik kehadiran Indonesia dan menyatakan harapannya bahwa partisipasi Indonesia akan memperkaya kerja sama pendidikan di BRICS. Brasil, sebagai Ketua BRICS 2025, menetapkan empat isu prioritas untuk dibahas bersama negara anggota.
Empat isu utama tersebut adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk pendidikan dasar, penguatan aliansi kerja sama pendidikan dan pelatihan vokasi (TVET), sistem asesmen dan pengakuan bersama dalam mendukung pendidikan lintas batas, serta ekspansi jejaring universitas BRICS.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menyatakan dukungan terhadap agenda tersebut. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya integrasi AI dalam sektor pendidikan Indonesia yang melayani puluhan juta siswa dan ratusan ribu institusi pendidikan.
“Integrasi AI dalam pendidikan bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal, meningkatkan efisiensi para pendidik, serta memperluas aksesibilitas layanan pendidikan,” ujarnya.
Langkah Strategis Indonesia
Indonesia telah mengambil sejumlah langkah konkret dalam integrasi AI untuk pendidikan. Salah satunya melalui peluncuran platform pembelajaran nasional berbasis AI yang disebut Supperapp Rumah Pendidikan. Platform ini dirancang agar siswa, guru, dan sekolah dapat mengakses layanan pendidikan yang lebih terkurasi dan personal.
Di samping itu, pemerintah mulai tahun ini telah mengajarkan dasar-dasar AI dan coding kepada siswa dari tingkat dasar hingga menengah. Target yang ditetapkan cukup ambisius, mencakup separuh dari total lebih dari 100.000 sekolah di seluruh Indonesia.
“Kami menargetkan 50% dari lebih 100.000 sekolah di seluruh nusantara akan mengajarkan AI dan coding pada tahun 2028,” tambahnya.
Dalam forum tersebut, Menteri Brian beserta para ketua delegasi BRICS menyatakan pentingnya pelaksanaan integrasi AI yang bijak. Proses ini harus mempertimbangkan berbagai aspek etika, inklusivitas, sensitivitas budaya, dan tetap berpusat pada manusia sebagai inti dari pendidikan.
“Kami mendorong kolaborasi antar negara, khususnya dalam konteks BRICS, untuk berbagi praktik terbaik dan mendorong tata kelola yang bertanggung jawab dalam memanfaatkan potensi AI di bidang pendidikan,” ungkapnya.
Pendidikan Tinggi dan Kerja Sama Global
Selain pendidikan dasar dan menengah, Indonesia juga memberi perhatian pada sektor pendidikan tinggi. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Brian menyampaikan dukungan terhadap pembangunan ruang bersama pendidikan tinggi di kawasan BRICS.
“ Kami percaya bahwa ini penting untuk memenuhi kebutuhan pasar talenta global yang semakin mobile dan kompetitif,” jelasnya.
Indonesia melalui visi Diktisaintek Berdampak mendorong peran aktif perguruan tinggi sebagai pusat inovasi, kolaborasi industri, dan keterlibatan masyarakat. Kebijakan ini juga mendorong riset terapan yang langsung menyentuh kebutuhan sosial dan ekonomi di tingkat lokal maupun nasional.
Menteri Brian juga menyatakan keinginan untuk memperkuat kolaborasi dalam kerangka BRICS University Network (NU). Ia menyampaikan bahwa Indonesia siap menjadi anggota aktif dan berkontribusi pada kelompok tematik di dalamnya.
“Kami ingin menjadi anggota aktif dari platform ini dan berkontribusi pada kelompok tematik yang ada, terutama yang terkait dengan ketahanan pangan, digitalisasi dalam pendidikan, ekonomi hijau, dan energi terbarukan,” tutupnya.
Dengan berlandaskan semangat kolaborasi dan inovasi, Indonesia menunjukkan komitmen untuk berkontribusi dalam membentuk masa depan pendidikan yang inklusif dan tanggap terhadap tantangan zaman di seluruh negara BRICS.
Kehadiran Indonesia dalam forum BRICS 2025 menjadi tonggak penting dalam perluasan jejaring pendidikan global. Dukungan terhadap isu prioritas seperti AI dan TVET menandai keseriusan Indonesia dalam memperkuat kualitas pendidikan nasional melalui kerja sama internasional yang inklusif dan progresif.
Namun demikian, keberhasilan dari kolaborasi ini sangat bergantung pada implementasi program nyata yang saling menguntungkan. Diperlukan mekanisme tindak lanjut konkret seperti pelatihan bersama, pengembangan kurikulum internasional, serta program pertukaran dosen dan pelajar.
Di tengah dinamika global yang terus berubah, Indonesia harus menjaga kesinambungan komitmennya dalam diplomasi pendidikan. Kolaborasi BRICS dapat menjadi instrumen strategis untuk mempercepat transformasi pendidikan yang adil, berkualitas, dan berkelanjutan.(*)