Sana’a, EKOIN.CO – Kelompok pemberontak Houthi di Yaman secara eksplisit dinyatakan telah menerima bantuan senjata dan intelijen dari Iran, menurut pernyataan resmi pemerintah Amerika Serikat pada Rabu, 18 Juni 2025. Informasi ini disampaikan oleh Pentagon dan menjadi sorotan tajam dalam laporan yang dirilis oleh Al Jazeera pada hari yang sama. Temuan ini semakin mempertegas keterlibatan Iran dalam konflik Timur Tengah melalui jalur tidak langsung.
Dalam laporan tersebut, otoritas pertahanan Amerika menyampaikan bahwa sebagian besar sistem persenjataan dan peralatan komunikasi yang digunakan Houthi berasal dari Teheran. Menurut Juru Bicara Pentagon, Mayor Jenderal Pat Ryder, dukungan Iran kepada Houthi telah meningkatkan kemampuan serangan kelompok itu terhadap kapal-kapal sipil dan militer di Laut Merah.
Ryder menambahkan bahwa Iran memainkan peran penting dalam mendukung operasi Houthi yang menargetkan jalur pelayaran internasional. “Iran menyediakan senjata, pelatihan, dan intelijen kepada Houthi, yang kemudian digunakan untuk menyerang kepentingan internasional,” ujarnya dalam konferensi pers di Washington DC.
Pernyataan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Merah, di mana militer AS dan sekutunya telah meluncurkan beberapa operasi untuk mencegah serangan Houthi terhadap kapal dagang. Pemerintah AS telah lama menuduh Iran mendukung Houthi, namun bukti baru dari intelijen Amerika memperkuat klaim tersebut.
Dokumen yang diperoleh menunjukkan bahwa Houthi menggunakan rudal balistik dan drone yang identik dengan teknologi buatan Iran. Beberapa serpihan rudal yang dihancurkan bahkan ditemukan mengandung komponen elektronik asal Iran. Selain itu, pengintaian sinyal mengindikasikan koordinasi langsung antara komandan Houthi dan pejabat militer Iran.
Situasi ini membuat hubungan diplomatik antara Iran dan negara-negara Barat kembali memanas. Menteri Luar Negeri Inggris, David Cameron, menegaskan bahwa dukungan Iran terhadap Houthi dapat memicu eskalasi konflik regional yang lebih luas. “Tindakan Iran ini sangat tidak bertanggung jawab dan memperburuk situasi kemanusiaan di Yaman,” katanya dalam pernyataan resmi.
Di sisi lain, pihak Iran menolak tuduhan tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menyatakan bahwa negaranya hanya memberikan dukungan moral kepada rakyat Yaman dan tidak terlibat dalam pengiriman senjata. “Tuduhan tersebut adalah bagian dari propaganda Barat untuk mendiskreditkan Iran di mata dunia internasional,” tegasnya.
Meski begitu, Washington tetap pada pendiriannya. Mereka menyatakan bahwa bukti-bukti fisik yang ditemukan dalam beberapa operasi militer, termasuk dokumentasi transfer senjata dan komunikasi elektronik, menjadi dasar kuat keterlibatan Iran.
Konflik di Yaman sendiri telah berlangsung sejak 2014 dan menewaskan ratusan ribu orang. Kelompok Houthi menguasai wilayah utara Yaman termasuk ibu kota Sana’a, dan terus melancarkan serangan terhadap pemerintah yang diakui internasional serta koalisi pimpinan Arab Saudi.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, serangan udara yang dilakukan oleh Houthi belakangan ini meningkat drastis, terutama terhadap fasilitas minyak dan jalur pelayaran. Banyak di antaranya dikaitkan dengan penggunaan drone tempur yang diduga berasal dari Iran.
PBB dan lembaga kemanusiaan internasional telah menyuarakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya intensitas konflik. Krisis kemanusiaan di Yaman juga disebut semakin memburuk dengan akses bantuan yang terus terhambat akibat situasi keamanan.
Pada Mei 2025, pasukan Amerika dan Inggris berhasil menggagalkan pengiriman senjata di perairan Laut Arab. Senjata-senjata itu ditengarai merupakan kiriman Iran yang ditujukan untuk memperkuat pasukan Houthi di Yaman. Barang bukti saat ini disimpan oleh koalisi untuk investigasi lanjutan.
Para analis Timur Tengah menyebut bahwa Iran menggunakan kelompok seperti Houthi untuk memperluas pengaruhnya di kawasan, tanpa harus terlibat secara langsung. “Ini strategi klasik proksi militer yang sudah digunakan Iran di Lebanon dan Suriah,” ujar Michael Knights, peneliti di Washington Institute.
Koalisi Arab Saudi telah mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah tegas terhadap Iran. Mereka menyebut pengiriman senjata ke Houthi merupakan pelanggaran terhadap embargo senjata yang telah disepakati.
Dalam beberapa bulan terakhir, AS juga meningkatkan patroli maritim di kawasan Laut Merah guna mencegah penyelundupan senjata. Kapal perang seperti USS Eisenhower bahkan dikerahkan untuk memperkuat kehadiran militer Amerika di wilayah tersebut.
Keberadaan Houthi di Yaman kini menjadi pusat perhatian dunia, bukan hanya karena serangan mereka, tetapi juga karena potensi konflik yang lebih besar dengan melibatkan Iran, Israel, dan negara-negara Arab Teluk.
Juru bicara koalisi pimpinan Saudi, Kolonel Turki al-Malki, menyatakan bahwa operasi militer terhadap Houthi akan terus dilakukan sampai kelompok tersebut menghentikan agresinya. Ia juga mendesak dunia internasional agar tidak menutup mata terhadap keterlibatan Iran.
Amerika Serikat juga telah menginformasikan negara-negara mitra di Eropa dan Asia tentang hasil penyelidikan terbaru ini. Koordinasi diplomatik dan militer akan ditingkatkan untuk mengatasi ancaman bersama dari Houthi.
Sementara itu, masyarakat Yaman kembali menjadi korban dari konflik berkepanjangan ini. Akses terhadap air bersih, makanan, dan layanan kesehatan masih sangat terbatas. PBB menyebut Yaman sebagai salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia saat ini.
Pada Rabu malam, Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang darurat menanggapi laporan terbaru mengenai keterlibatan Iran dalam konflik Yaman. Belum ada resolusi resmi yang dihasilkan, namun diskusi terus berlangsung intens.
Beberapa negara anggota DK PBB seperti Rusia dan Tiongkok meminta bukti lebih lanjut sebelum mendukung sanksi tambahan terhadap Iran. Sementara negara-negara Barat mendesak respons cepat agar konflik tidak semakin meluas.
Pengiriman bantuan kemanusiaan juga terhambat akibat serangan udara dan blokade yang diberlakukan oleh Houthi di beberapa wilayah. Warga sipil dilaporkan menjadi korban paling banyak dalam bentrokan yang terjadi selama dua pekan terakhir.
Dalam konteks regional, dukungan Iran terhadap Houthi juga dipandang sebagai upaya menyaingi pengaruh Arab Saudi di Semenanjung Arab. Analis politik Timur Tengah menyebut konflik ini tidak hanya berdimensi militer, tetapi juga geopolitik.
Kementerian Pertahanan AS menegaskan bahwa mereka memiliki bukti autentik mengenai jaringan logistik antara Iran dan kelompok Houthi. Mereka juga berkomitmen untuk terus memantau dan membatasi pergerakan senjata ilegal di kawasan.
Salah satu hal yang mencolok adalah penggunaan drone dengan jangkauan lebih dari 1.000 km yang berhasil menyerang target di Arab Saudi. Drone tersebut memiliki kemiripan teknologi dengan UAV buatan Iran, Shahed-136.
Militer Amerika mengatakan bahwa operasi intelijen gabungan dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan terus diperluas. Mereka juga mempertimbangkan menambah pasukan jika situasi memburuk.
Iran sendiri masih menyangkal semua tuduhan dan menuduh AS mencoba mengalihkan perhatian dari masalah di dalam negeri dengan mencari kambing hitam di Timur Tengah. “Ini bagian dari permainan politik global,” ujar Duta Besar Iran untuk PBB.
Kementerian Luar Negeri Iran mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebut bahwa hubungan mereka dengan Yaman bersifat diplomatik dan tidak mencampuri urusan militer. Namun, komunitas internasional menuntut transparansi lebih lanjut.
Beberapa kelompok HAM mendesak agar semua pihak menahan diri demi kepentingan rakyat sipil. Mereka juga meminta dilakukan penyelidikan independen atas semua tuduhan keterlibatan negara asing dalam konflik Yaman.
Konflik di Yaman kini menjadi ujian besar bagi diplomasi global. Apakah negara-negara dunia bisa bekerja sama untuk meredakan ketegangan atau justru membiarkan konflik ini berkembang menjadi perang regional yang lebih luas.
Meningkatnya bukti bahwa Houthi menerima bantuan dari Iran menunjukkan bahwa konflik Yaman bukan lagi semata-mata perang sipil. Ini memperlihatkan keterlibatan kekuatan besar dan kompleksitas geopolitik yang mendasarinya.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi masyarakat internasional untuk fokus pada solusi damai yang melibatkan semua pihak, termasuk melalui jalur diplomatik. Penyaluran bantuan kemanusiaan juga harus menjadi prioritas utama.
Konflik yang berkepanjangan tanpa jalan keluar diplomatik hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat sipil. Langkah-langkah konkret harus segera diambil agar stabilitas kawasan dapat dipulihkan secepat mungkin.
Peran Dewan Keamanan PBB sangat penting untuk menetapkan sanksi atau resolusi baru demi menekan pihak-pihak yang terlibat dalam eskalasi konflik. Dukungan politik dan moral dari negara-negara anggota harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Semua pihak perlu menyadari bahwa penyelesaian damai adalah jalan terbaik. Langkah militer hanya akan memperbesar kerusakan dan memperdalam luka yang sudah lama ada di kawasan Timur Tengah.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v