Jakarta, EKOIN.CO – Ratusan anak dan keluarga memadati kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, pada Sabtu pagi (26/7/2025). Aksi Generasi Iklim (AGI) bertema Sehari Bermain Bersama Anak digelar untuk meningkatkan kesadaran lingkungan sejak usia dini.
Acara ini terselenggara atas kolaborasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), serta organisasi internasional Save the Children.
Berbagai aktivitas edukatif dihadirkan, mulai dari permainan ramah lingkungan, lokakarya pengelolaan sampah, hingga dongeng interaktif bertema pelestarian alam. Anak-anak tampak antusias mengikuti setiap sesi yang dipandu oleh relawan.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Thobib Al Asyhar, turut hadir mewakili Menteri Agama. Dalam konferensi pers, ia menggarisbawahi pentingnya keterlibatan pendidikan dalam menyelamatkan lingkungan.
“Kementerian Agama memiliki program prioritas Ekoteologi yang menjadi bagian dari Trilogi Cinta: cinta kepada Tuhan, sesama, dan alam. Ini bukan hanya konsep, tetapi menjadi spirit utama dalam pengelolaan pendidikan di madrasah, pesantren, maupun lembaga pendidikan lainnya,” ujarnya.
Pendidikan Sebagai Pilar Kesadaran Iklim
Menurut Thobib, program ekoteologi bukan sekadar teori. Pihaknya telah mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan dalam kegiatan pendidikan secara menyeluruh di lingkungan madrasah.
Ia memaparkan beberapa langkah nyata seperti gerakan zero waste, larangan penggunaan botol plastik sekali pakai, pemilahan sampah, dan gerakan bebas kertas yang diterapkan di berbagai madrasah.
“Semua ini untuk membentuk kesadaran ekologis sejak dini,” tegas Thobib di hadapan media. Ia menambahkan bahwa gerakan ini merupakan bagian dari pembangunan karakter generasi masa depan.
Thobib juga menyebutkan inisiatif Menteri Agama dalam memimpin gerakan menanam pohon matoa secara nasional saat pencanangan pesantren internasional di kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok.
Ia menilai gerakan tersebut sebagai simbol konkret dari komitmen menjaga lingkungan. Aksi menanam pohon dianggap sebagai pesan nyata kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian bumi.
Guru Madrasah Jadi Duta Ekoteologi
Thobib menekankan bahwa guru dan tenaga kependidikan (tendik) merupakan kunci utama perubahan. Menurutnya, mereka bukan hanya pengajar, tetapi agen transformasi sosial yang berperan menanamkan nilai ekologi.
“Kami akan mendorong seluruh guru dan tendik madrasah untuk menjadi duta ekoteologi. Mereka adalah pionir yang bisa menyuarakan dan menanamkan kesadaran bahwa perubahan iklim bukan isu masa depan, tapi ancaman nyata hari ini—dari banjir, longsor, kebakaran hutan, hingga munculnya penyakit menular yang semakin meluas,” kata Thobib.
Ia menyatakan komitmen Kemenag dalam menjadikan madrasah sebagai institusi strategis untuk membentuk generasi yang beriman dan berwawasan ekologis. Perpaduan nilai spiritual dan kesadaran lingkungan menjadi fondasi kuat untuk perubahan jangka panjang.
Acara ini diakhiri dengan kegiatan simbolis permainan ramah lingkungan bersama anak-anak dan penanaman bibit pohon. Para peserta membawa pulang edukasi penting tentang mencintai bumi mulai dari rumah masing-masing.
Aksi Generasi Iklim di Taman Ismail Marzuki menjadi momen penting yang menegaskan perlunya sinergi antara dunia pendidikan, pemerintah, dan masyarakat dalam merespons isu lingkungan. Anak-anak diperkenalkan pada konsep mencintai bumi dengan cara yang menyenangkan dan mendalam.
Melalui pendekatan ekoteologi, Kementerian Agama menunjukkan keseriusan membangun kesadaran iklim sejak dini. Gerakan ini tidak hanya menyentuh ranah spiritual, tetapi juga mendorong praktik konkret yang ramah lingkungan di madrasah dan pesantren.
Dengan keterlibatan para guru sebagai duta ekoteologi, diharapkan tumbuh generasi Indonesia yang tidak hanya taat beragama, tetapi juga peduli lingkungan. Sebab mencintai alam adalah bagian dari ibadah yang harus dijaga sepanjang waktu.(*)