JAKARTA EKOIN.CO – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia, mengeluarkan kecaman keras terhadap serangan terbaru Israel yang menewaskan puluhan warga sipil Palestina di Gaza pada Ahad, 20 Juli 2025. Ia menilai tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan harus segera dihentikan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Farah menyatakan bahwa serangan yang menyasar warga yang tengah menunggu bantuan makanan tidak bisa dikategorikan sebagai aksi perang biasa. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pembantaian terhadap warga sipil yang kelaparan dan tidak berdaya.
“Ini bukan lagi perang, ini adalah pembantaian terencana terhadap warga sipil yang kelaparan. Menembaki orang yang mengantre makanan adalah kejahatan perang yang tak terbantahkan. Dunia tidak bisa lagi hanya menonton,” ujar Farah dalam keterangan persnya.
Insiden tragis tersebut menewaskan sedikitnya 67 warga Palestina yang sedang menanti kedatangan konvoi bantuan dari Program Pangan Dunia (WFP) di Gaza utara. WFP mengonfirmasi bahwa konvoi mereka sempat bertemu dengan kerumunan warga sebelum terdengar tembakan.
Menurut laporan WFP, total ada 25 truk bantuan yang berusaha memasuki Gaza utara saat kejadian berlangsung. Namun, sesaat setelah melewati pos pemeriksaan, kerumunan warga sipil yang menunggu di jalur distribusi menjadi sasaran tembakan.
Israel Gunakan Kelaparan Sebagai Senjata Perang
Farah menyoroti fakta bahwa peristiwa ini bukan insiden tunggal, melainkan bagian dari pola sistematis yang dilakukan Israel. Berdasarkan data Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), sebanyak 875 warga Palestina telah tewas saat mencoba mendapatkan bantuan sejak sistem baru diterapkan.
Ia menyebut bahwa skema penyaluran bantuan yang dikelola oleh Israel dan Amerika Serikat (melalui Gaza Humanitarian Foundation/GHF) justru memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza. Dalam pernyataannya, Farah mengatakan bahwa Israel secara aktif mengubah proses distribusi bantuan menjadi ladang pembantaian.
“Israel terbukti secara sistematis menciptakan zona kematian. Mereka tidak hanya memblokade bantuan PBB, tetapi secara aktif mengubah proses penyaluran bantuan menjadi ladang pembantaian,” tegas Farah.
Menurutnya, penggunaan kelaparan sebagai alat perang merupakan pelanggaran paling fundamental terhadap prinsip-prinsip hukum humaniter internasional. Ia mengingatkan bahwa tindakan seperti itu termasuk dalam kategori kejahatan perang.
Lebih lanjut, Farah menyebut bahwa tindakan Israel di Gaza telah melanggar berbagai hukum internasional, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, pemindahan paksa, penyiksaan, dan bahkan indikasi tindakan genosida sebagaimana diidentifikasi oleh para ahli independen PBB.
Desakan untuk Koalisi Internasional dan Tindakan Tegas
Farah menekankan bahwa impunitas yang selama ini dinikmati Israel menjadi bahan bakar bagi kekejaman yang terus berlangsung. Menurutnya, satu-satunya cara menghentikan siklus kekerasan ini adalah melalui akuntabilitas dan intervensi hukum internasional.
“Impunitas yang dinikmati Israel selama ini adalah bahan bakar bagi kekejaman yang terus berlanjut. Siklus kekerasan ini hanya bisa dihentikan dengan akuntabilitas dan keadilan internasional yang tegas,” tambahnya.
Dalam konteks ini, ia menyambut baik pergeseran sikap beberapa negara Barat terhadap tindakan Israel. Farah merujuk pada pernyataan bersama 28 negara, termasuk Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada, serta pidato Raja Belgia yang mengutuk pelanggaran HAM di Gaza.
Ia menyebut bahwa momentum ini sangat penting untuk dimanfaatkan oleh Indonesia, terutama dalam perannya di Dewan HAM PBB. Farah menilai bahwa Indonesia kini memiliki peluang diplomatik besar untuk menjadi pemimpin dalam membentuk tekanan global terhadap Israel.
“Ini adalah jendela peluang diplomasi yang sangat signifikan bagi Indonesia. Dukungan solid terhadap Israel mulai retak. Suara-suara yang selama ini lantang disuarakan oleh Indonesia kini mendapat gema dari negara-negara Barat,” ungkapnya.
Farah mendesak agar Pemerintah Indonesia segera memprakarsai pembentukan koalisi internasional yang terdiri dari negara-negara Barat dan negara berkembang lainnya. Tujuannya adalah untuk menekan Israel secara efektif melalui berbagai instrumen internasional.
Ia mengusulkan tiga langkah strategis yang harus dilakukan, yakni penerapan sanksi terarah terhadap Israel, pembentukan pengadilan khusus untuk mengadili kejahatan perang di Gaza, serta pembukaan jalur bantuan kemanusiaan yang diawasi langsung oleh PBB.
“Saatnya Indonesia memimpin, bukan hanya mengikuti. Manfaatkan momentum ini untuk mengorkestrasi tekanan global yang nyata demi menghentikan tragedi kemanusiaan di Gaza,” tegas Farah menutup pernyataannya.
Situasi di Gaza kini terus menjadi sorotan dunia internasional, menyusul meningkatnya tekanan terhadap Israel akibat berbagai laporan pelanggaran HAM. Sementara itu, masyarakat global terus mendesak agar bantuan kemanusiaan dapat disalurkan secara aman dan efektif.
Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk setiap harinya, dengan lebih dari dua juta warga mengalami kekurangan makanan dan obat-obatan. Upaya diplomatik internasional pun tengah bergulir untuk memastikan adanya solusi damai yang berkeadilan bagi rakyat Palestina.
Pernyataan Farah Puteri Nahlia menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tidak akan tinggal diam terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Timur Tengah. Dengan dukungan masyarakat sipil dan forum internasional, tekanan terhadap Israel diperkirakan akan terus meningkat dalam waktu dekat.
Konsistensi sikap Indonesia dalam membela Palestina selama ini menjadi salah satu kekuatan diplomatik yang diakui secara global. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret yang diusulkan oleh Farah mendapat perhatian luas, baik di dalam negeri maupun dari komunitas internasional.
Dalam perkembangan situasi global yang semakin dinamis, setiap langkah diplomasi akan menentukan nasib jutaan warga sipil di Gaza. Harapan besar kini tertuju pada langkah nyata dari berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk mendorong solusi damai dan adil.
- krisis kemanusiaan yang berlangsung di Gaza tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab kolektif komunitas internasional. Serangan terhadap warga sipil harus dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional, dan memerlukan respons yang tegas serta cepat.
Kehadiran Indonesia di forum-forum internasional harus dimanfaatkan untuk membentuk aliansi strategis demi menghentikan kekejaman ini. Dalam konteks ini, kepemimpinan yang berani dan terukur menjadi kunci utama dalam membangun solidaritas global.
Kesadaran dunia terhadap kejahatan yang terjadi di Gaza harus terus dibangkitkan melalui diplomasi, advokasi, dan penyebaran informasi yang masif. Hanya dengan cara tersebut, tekanan terhadap Israel dapat terus diperkuat dan dampak kekejaman dapat diminimalisasi.
Langkah-langkah diplomatik yang didukung bukti-bukti kuat dari lembaga internasional seperti PBB akan memperkuat legitimasi tuntutan terhadap Israel. Dengan demikian, masyarakat sipil internasional pun akan lebih mudah membangun solidaritas lintas negara.
Untuk itu, masyarakat Indonesia dan komunitas global perlu terus mengawal isu ini dengan kepedulian dan keberanian. Hanya dengan tindakan kolektif, tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi di Gaza bisa benar-benar dihentikan. (*)