New delhi,Islamabad,Washington, EKOIN.CO – Ketegangan militer antara Pakistan dan India yang dipicu oleh serangan teroris di Kashmir pada 22 April 2025 memuncak menjadi konfrontasi udara dan rudal selama empat hari awal Mei, dan membuat narasi baru muncul lewat peran Amerika Serikat, hingga pertemuan langka di Gedung Putih pekan ini.
Latar Belakang Serangan di Pahalgam
Pada 22 April 2025, serangan teroris di Pahalgam, wilayah yang dikuasai India di Kashmir, menewaskan 26 warga, sebagian besar wisatawan. Pemerintah India menuding kelompok militan yang didukung Pakistan berada di balik insiden ini, tuduhan yang selalu dibantah Islamabad .
Sebagai respon, India meluncurkan Operation Sindoor pada 7 Mei, menargetkan kamp-kamp militan di wilayah Pakistan dan Pakistan-dikuasai Kashmir menggunakan rudal dan jet intai .
Eskalasi Militer
– Tanggal 7 Mei, serangan rudal dan jet selama 25 menit menewaskan sekitar 31 warga sipil Pakistan menurut Islamabad, sementara India menyebut menargetkan infrastruktur militan
– Pakistan membalas dengan rudal dan drone, termasuk serangan drone ke lebih dari 15 lokasi di India, seperti di Punjab, Jammu, Gujarat, serta Rajasthan
– Di wilayah Poonch, Pakistan juga melakukan serangan artileri, menewaskan warga sipil dan menghancurkan puluhan sekolah serta pemukiman
Pemutusan Hubungan Bilateral dan Dampak Ekonomi
– Kedua negara mengambil langkah drastis: India menangguhkan Indus Waters Treaty dan visa bagi warga Pakistan; Pakistan menutup perairan udaranya dan menghentikan ekspor-impor .
– Penutupan jalur perdagangan menyebabkan kekurangan dan lonjakan harga komoditas, termasuk garam Himalaya merah dari Pakistan .
– Penangguhan lalu lintas ziarah seperti Koridor Kartarpur juga dilakukan, memperparah situasi kemanusiaan dan budaya .
Teknologi Perang Baru
Konflik empat hari tersebut menjadi jarak militer paling luas sejak perang tahun 1971, menandai penggunaan drone dan rudal balistik untuk pertama kalinya dalam konflik bilateral ini .
India menggempur target militan dengan BrahMos dan SCALP-EG, sedangkan Pakistan membalas dengan misil Fatah-I/Fatah-II dan drone Bayraktar Akinci, serta drones Shahpar dan Burraq
Gencatan Senjata
Pada 10 Mei 2025, gencatan senjata diumumkan setelah empat hari pertempuran sengit. Menurut analisis Stimson Center, meski sempat retak, kesepakatan berhasil terjalin dengan bantuan Amerika Serikat .
Peran Amerika Serikat
Presiden AS Donald Trump mengklaim dirinya menghentikan perang dan memuluskan gencatan senjata lewat dialog telepon antara PM India dan Kepala Staf Militer Pakistan .
India menolak klaim tersebut. Menurut Menlu India, Vikram Misri, semua negosiasi berlangsung langsung antar-militer di kedua negara tanpa campur tangan pihak ketiga
Pertemuan Langka di Washington
Pada 18 Juni 2025, Trump mengundang Kepala Staf Pakistan, Field Marshal Asim Munir, ke Gedung Putih, sebuah pertemuan pemimpin militer Pakistan tanpa kehadiran sipil senior Trump memuji Munir dan PM Modi sebagai “dua orang cerdas” yang mencegah potensi perang nuklir .
Trump mengubah narasinya, menyatakan bahwa kedua negara yang menghentikan konflik, meski sebelumnya mengklaim punya peran kunci .
Respons India dan Pakistan
India tetap kukuh bahwa AS tidak ikut memediasi, dan upayanya sepenuhnya digerakkan oleh PM Modi dan aparat militernya .
Pakistan berterima kasih atas peran AS dan berharap hubungan dengan Washington dapat memasuki fasa baru, meski tetap dibayang-bayangi hubungan strategisnya dengan Beijing .
Dampak Regional dan Diplomasi
Konflik ini menarik perhatian internasional. AS, Cina, Rusia, Iran, dan negara Teluk ikut menyerukan de-eskalasi .
Pakta air Indus dan Simla yang berada di ujung pembekuan pun membuka debat soal kedaulatan dan hukum internasional
Teknologi dan Doktrin Baru
Analisis CSIS dan NBR menyebut krisis ini sebagai era baru: penggunaan drone, rudal jarak jauh, dan persenjataan presisi memperlihatkan perubahan strategi militer di kedua negara .
Langkah Diplomatik selanjutnya
– Jalur komunikasi antara DGMO kedua negara tetap terbuka untuk menghindari pelanggaran gencatan senjata .
– Dialog tingkat militer dan keamanan dipandang pilihan penting ke depan, sesuai rekomendasi think-tank internasional .
Konflik ini menunjukkan betapa cepatnya eskalasi bisa terjadi di kawasan, meski akhirnya gencatan senjata tercapai.
Peran teknologi modern seperti drone dan rudal presisi menjadi faktor utama dalam tingkat eskalasi militer masa kini.
Amerika Serikat berperan signifikan sebagai fasilitator ketegangan ini, tapi klaimnya masih diperdebatkan oleh pihak India.
Kedua negara perlu menyusun jalur diplomasi jangka panjang yang berbasis militer and military hotline, bukan hanya selamat di tengah krisis.
Penguatan mekanisme regional dan dialog perbatasan dapat menjadi kunci mencegah konflik berulang di masa depan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v