Malang, EKOIN.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang mendesak agar pasokan air bersih dari wilayah Kabupaten Malang ke Kota Malang dihentikan. Desakan ini disampaikan dalam rapat resmi pada Selasa, 24 Juni 2025, menyusul ketidakadilan harga jual yang dirasa memberatkan wilayah desa sebagai penyedia sumber air.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang, Tunggul Wicaksono, menyoroti ketimpangan harga air yang terjadi antara daerah asal dan tujuan distribusi. Ia menyatakan bahwa air yang dibeli dari desa dengan harga murah kemudian dijual ke kota dengan harga jauh lebih tinggi. “Ini sangat tidak adil. Warga desa kami yang memiliki sumber air justru tidak bisa menikmati hasilnya,” tegas Tunggul.
Perbedaan harga air menjadi sorotan utama. DPRD Kabupaten Malang menemukan bahwa harga jual air ke Kota Malang bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari harga beli dari wilayah desa. Hal ini dianggap sebagai bentuk ketimpangan yang merugikan masyarakat desa.
Tunggul menjelaskan, pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat yang merasa pasokan air di desa menjadi terbatas karena sebagian besar dikirim ke kota. “Selain tidak adil dalam harga, distribusinya pun mengganggu kebutuhan lokal,” ujarnya.
Dalam rapat bersama jajaran instansi terkait, DPRD meminta Pemerintah Kabupaten Malang dan PDAM segera meninjau ulang kerja sama penyediaan air bersih ke Kota Malang. Rencana penghentian pasokan menjadi salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan.
“Kami tidak ingin masyarakat desa kami kekurangan air bersih hanya karena kebutuhan kota lebih diutamakan,” kata Tunggul Wicaksono lagi dalam keterangannya kepada wartawan.
PDAM Kabupaten Malang menjadi sorotan utama dalam permasalahan ini. DPRD mendesak perusahaan daerah tersebut untuk meninjau ulang kontrak distribusi air yang selama ini dijalankan bersama Kota Malang. Mereka juga meminta adanya keterbukaan dalam laporan keuntungan yang diperoleh dari penjualan air ke kota.
“PDAM harus menjelaskan secara rinci berapa pendapatan dari penjualan air ini dan berapa yang kembali ke masyarakat desa,” imbuh Tunggul.
Beberapa kepala desa di wilayah sumber air mengaku mendukung langkah DPRD Kabupaten Malang. Mereka merasa selama ini tidak mendapat kejelasan soal kompensasi dari pasokan air yang dikirimkan ke kota. Warga juga mengeluhkan ketersediaan air bersih yang mulai berkurang, terutama saat musim kemarau.
“Kalau air terus dikirim ke kota, kami di desa ini makin kesulitan saat musim kering,” ujar Sumarno, Kepala Desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Hingga berita ini ditulis, Pemerintah Kota Malang belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan penghentian pasokan air dari Kabupaten Malang. Belum ada klarifikasi juga mengenai kebijakan harga jual air yang dianggap memberatkan oleh pihak kabupaten.
Selain aspek ekonomi, desakan penghentian ini juga didorong oleh kekhawatiran akan dampak lingkungan. Sumber mata air di beberapa wilayah desa mulai menunjukkan penurunan debit, terutama dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Kabupaten Malang menilai jika eksploitasi air tidak dikendalikan, maka sumber daya alam tersebut bisa rusak dan tidak berkelanjutan.
Beberapa akademisi dari Universitas Brawijaya menilai desakan DPRD Kabupaten Malang sebagai langkah strategis. Dalam diskusi terbatas yang digelar pekan lalu, mereka menyatakan bahwa keadilan distribusi air harus diutamakan demi menjaga keseimbangan antara daerah asal dan penerima.
“Sumber daya air harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, bukan sekadar komersialisasi,” ujar Dr. Nur Hidayati, pakar kebijakan publik.
DPRD menyampaikan bahwa pembahasan lebih lanjut mengenai penghentian pasokan air akan dilaksanakan dalam rapat koordinasi yang direncanakan minggu depan. Pihak PDAM serta Pemerintah Kota dan Kabupaten Malang dijadwalkan hadir.
Tunggul menambahkan bahwa jika tidak ada respons konkret, DPRD akan mempertimbangkan pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki kerja sama distribusi air tersebut.
Permasalahan ini sejatinya sudah berlangsung lama. Namun, baru kembali mencuat karena adanya laporan dari masyarakat yang merasa kesulitan mendapatkan air bersih. Laporan tersebut menjadi pemicu DPRD bertindak lebih tegas tahun ini.
Sebelumnya, sejumlah desa pernah menyampaikan aspirasi mereka melalui forum musyawarah desa dan langsung ditujukan ke PDAM. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut nya
Sejumlah organisasi masyarakat dan aktivis lingkungan menyatakan dukungan atas langkah DPRD. Mereka menilai distribusi air dari desa ke kota harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Ketua Komunitas Peduli Sumber Air Malang, Reni Santoso, mengatakan bahwa ketimpangan distribusi air adalah potret ketidakadilan struktural yang harus diubah. “Warga desa jangan jadi korban eksploitasi air demi kebutuhan kota,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Malang sebaiknya segera menggelar dialog terbuka bersama PDAM dan perwakilan masyarakat desa untuk menampung semua aspirasi secara adil. Dialog ini bisa menjadi landasan awal untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.
PDAM sebagai operator distribusi air harus menyusun skema kompensasi yang transparan kepada masyarakat desa. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya air.
Kota Malang diharapkan tidak bersikap pasif dalam isu ini. Kolaborasi antardaerah penting dilakukan demi mencegah konflik horizontal antara masyarakat desa dan kota.
Selain itu, perlu dibuat regulasi baru yang mengatur batas distribusi air lintas wilayah dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, agar tidak merugikan salah satu pihak.
Masyarakat juga perlu diedukasi mengenai pentingnya konservasi air dan hak mereka atas sumber daya tersebut. Pendekatan partisipatif harus dikedepankan dalam setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
(**)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v