Kuala Lumpur EKOIN.CO – Muhammad Riza Chalid, tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, dipastikan berada di Malaysia. Informasi ini disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, di Kuala Lumpur, Sabtu (26/7). Boyamin juga mengungkapkan bahwa Riza Chalid diduga telah menikahi kerabat sultan dari salah satu negara bagian di Malaysia sejak empat tahun lalu.
Dalam pernyataannya, Boyamin menjelaskan bahwa Riza Chalid lebih banyak tinggal di Johor. “Saya sudah memastikan Riza Chalid ada di Malaysia, dan diduga sudah menikah dengan orang yang punya kekerabatan dengan raja atau sultan di Malaysia, empat tahun lalu,” ujarnya. Pernikahan itu, menurutnya, melibatkan kerabat dari sultan negara bagian berinisial J atau K.
Boyamin menambahkan bahwa temuan ini menjadi penting untuk langkah hukum berikutnya. Ia berencana merekomendasikan Kejaksaan Agung mengajukan red notice kepada Interpol guna mempermudah penangkapan Riza Chalid oleh aparat Malaysia. “Walau upaya ekstradisi tetap bisa dilakukan, tetapi tetap harus mengupayakan red notice,” katanya menegaskan.
Pentingnya penerbitan red notice, menurut Boyamin, adalah agar polisi Malaysia tunduk pada aturan Interpol dan menangkap Riza Chalid. Ia pun mendorong langkah tersebut segera diambil, mengingat tersangka telah mangkir dari panggilan pertama Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Siap Panggil Ulang Tersangka
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Muhammad Riza Chalid tidak memenuhi panggilan pertama pada Kamis (24/7). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyebut penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan mengagendakan pemanggilan kedua terhadap Riza Chalid sebagai tersangka.
Tidak hanya itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemen Imipas) juga telah terlibat dalam pelacakan keberadaan Riza Chalid di luar negeri. Menteri Imipas Agus Andrianto menjelaskan bahwa pihaknya berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, imigrasi, dan kepolisian Malaysia.
Agus Andrianto memastikan bahwa Riza Chalid telah meninggalkan Indonesia sejak Februari 2025 menuju Malaysia. Kerja sama antar lembaga kini diarahkan untuk mengawasi pergerakan Riza Chalid dan mendukung proses hukum yang sedang berjalan.
Menurut Boyamin Saiman, jika red notice tidak dapat diterbitkan, maka proses sidang in absentia perlu segera dilakukan. Dengan begitu, harta atau aset milik Riza Chalid baik di dalam maupun luar negeri dapat disita dan dibekukan berdasarkan ketentuan pasal tindak pidana pencucian uang.
Potensi Sidang Tanpa Kehadiran Tersangka
Sidang in absentia dinilai sebagai langkah penting bila penangkapan langsung sulit dilaksanakan. “Dengan sidang in absentia, aset Riza Chalid bisa disita untuk mengembalikan kerugian negara,” ujar Boyamin. Ia juga menyebut bahwa langkah ini dapat mempercepat proses penegakan hukum tanpa harus menunggu kehadiran Riza Chalid di persidangan.
Boyamin menekankan urgensi penyitaan aset guna mencegah pelarian dana hasil korupsi. Menurutnya, langkah ini juga akan memberi efek jera kepada pelaku korupsi lain yang mencoba bersembunyi di luar negeri. Proses hukum, tambahnya, tidak boleh berhenti meski tersangka berada di luar jangkauan.
Keberadaan Riza Chalid di Malaysia yang telah dikonfirmasi juga membuka peluang kerja sama hukum bilateral antarnegara. Boyamin berharap, Kejaksaan Agung segera memanfaatkan hubungan diplomatik untuk mempercepat penegakan hukum. Ia pun menilai bahwa semua opsi, termasuk ekstradisi, harus terus diupayakan.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai rencana penerbitan red notice. Namun, proses hukum tetap berjalan dan pemanggilan ulang Riza Chalid sedang dijadwalkan. Aparat penegak hukum diminta bertindak cepat dan koordinatif dalam menyelesaikan kasus ini.
Proses hukum terhadap Riza Chalid menjadi perhatian publik, terutama karena keterkaitannya dengan kasus dugaan korupsi minyak mentah yang merugikan negara. Masyarakat mendesak agar pemerintah tidak lengah dalam mengejar tersangka dan menyita aset yang berkaitan dengan hasil kejahatan tersebut.
Sebagai penutup, penanganan kasus Riza Chalid menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah diharapkan tidak ragu mengambil tindakan tegas demi kepastian hukum. Proses hukum in absentia bisa menjadi alternatif efektif agar proses tidak terhambat.
Selain itu, kerja sama antarnegara harus dimaksimalkan, baik melalui Interpol maupun perjanjian ekstradisi. Upaya ini penting untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam melawan korupsi lintas negara. Penegakan hukum yang konsisten juga akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
Pemantauan terhadap keberadaan Riza Chalid perlu terus ditingkatkan, termasuk kerja sama intelijen untuk mengetahui pergerakannya. Kejelasan mengenai status hukum tersangka harus disampaikan secara transparan kepada publik untuk menghindari spekulasi.
Dukungan masyarakat sipil, termasuk dari MAKI, menjadi penting dalam mendorong akuntabilitas aparat penegak hukum. Kasus ini menjadi peringatan akan pentingnya pengawasan terhadap pelaku korupsi yang melarikan diri ke luar negeri.
Semoga proses hukum terhadap Riza Chalid berjalan lancar dan menjadi contoh dalam upaya memberantas korupsi secara tuntas. Dengan sinergi yang kuat antar lembaga, kasus ini diharapkan menjadi momentum penguatan sistem peradilan. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v