Jakarta, EKOIN.CO – Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan menanggapi klaim PT. Kangean Energy Indonesia (KEI) mengenai kepatuhan terhadap izin pertambangan gas di Blok Kangean, tepatnya di Pulau Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil, Sumenep.
Sebelumnya, melalui keterangan publik ke sejumlah media, perusahaan bagian dari Group Bakrie tersebut mengklaim bahwa pihaknya tidak melanggar UU 27 Nomor 27 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) karena sudah mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“PT KEI berlindung pada pasal 23 UU PWP3K. Mereka lupa bahwa pasal 23 UU tersebut menegaskan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk konservasi dan kegiatan lain seperti pendidikan, penelitian dan pariwisata,” kata Iwan di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, yang dikutip pada Sabtu (28/6/2025).
Menurut Iwan, meskipun dalam UU tersebut tidak ada larangan untuk aktivitas pertambangan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan PT KEI sudah mengantongi izin KKPRL, namun faktanya kerusakan ekologis telah terjadi dan masyarakat setempat sudah dirugikan.
Iwan mengaku memperoleh keterangan mengenai kerusakan lingkungan dan ketiadaan tanggungjawab sosial PT KEI di Pulau Pagerungan dari beberapa kelompok masyarakat Pagerungan, termasuk Mahasiswa, LSM dan NGO Pemerhati Politik Lingkungan melalui Focus Group Discussion (FGD) beberapa kali di Jakarta.
“Degradasi ekosistem laut, rusaknya terumbu karang dan padang lamun yang menjadi habitat penting biota laut, penyusutan daya tangkap nelayan, itu adalah fakta yang tidak bisa dihindari dengan izin KKPRL yang dibangga-banggakan PT KEI,” tegas Iwan.
Mengenai keberhasilan program pembedayaan masyarakat yang juga diklaim oleh PT KEI, menurut Iwan itu hanya alasan untuk menghindar dari tanggungjawab sosial perusahaan.
“Program community development PT. KEI di Pagerungan tidak ada yang sustainable. Kebanyakan hanya untuk menggugurkan kewajiban semata seperti sunatan massal, bantuan habis pakai dan sejenisnya,” ujar Iwan.
Iwan bahkan mempertanyakan data mengenai kesejahteraan masyarakat Pulau Pagerungan selama 30 tahun terakhir, sejak PT KEI melakukan aktivitasnya di pulau yang luasnya tidak lebih dari 4 kilo meter persegi tersebut. Menurut Iwan, kehadiran PT KEI di pulau tersebut tidak berdampak terhadap ekonomi masyarakat.
“Suruh mereka jujur, UMKM jenis apa yang sudah mereka berdayakan dan berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat? Jangan berlindung di balik penghargaan yang mereka terima, sementara faktanya di lapangan tidak demikian,” tegas Iwan.
Selain itu, Iwan juga menyoroti kondisi di Pulau Pagerungan Kecil yang hingga kini belum menikmati terangnya listrik. Padahal, Pulau Pagerungan Kecil termasuk yang mengalami dampak paling parah akibat aktivitas PT KEI di sana.
“Ini sangat ironis, gas bumi mereka dialiri lewat pipa bawah laut sampai ke Gresik sana, tapi masyarakatnya belum menikmati listrik. Mereka cuma mengandalkan mesin diesel yang nyala 2-4 jam perhari secara bergantian. Itupun masyarakat harus bayar 300-400 ribu per bulan. Ini kan kacau,” tegas Iwan.
“Saya perlu tegaskan, IPR tidak punya kepentingan disini, selain rasa peduli terhadap lingkungan dan masyarakat agar sama-sama mendapatkan keadilan dari kebijakan pemerintah,” tambah Iwan. ()