Jakarta ,EKOIN.CO – Kejaksaan Agung menetapkan Cheryl Darmadi, anak dari terpidana kasus korupsi Surya Darmadi, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara korupsi PT Duta Palma Group sejak tujuh bulan lalu, tepatnya pada 31 Desember 2024. Namun, hingga pertengahan Juli 2025, Cheryl belum juga ditahan karena masih berada di luar negeri.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar menyatakan bahwa Kejaksaan telah mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Cheryl Darmadi sejak 9 Januari 2025. Hal ini disampaikan Harli pada Jumat, 11 Juli 2025.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah, mengungkapkan bahwa Cheryl saat ini berada di Singapura. Pernyataan itu disampaikan dalam rangkaian penelusuran aset milik Cheryl yang tersebar di luar negeri.
Kejaksaan juga tengah melakukan pelacakan terhadap sejumlah aset Cheryl Darmadi yang diduga terkait dengan hasil tindak pidana pencucian uang dalam perkara korupsi PT Duta Palma Group. Proses investigasi ini mencakup aset di dalam dan luar negeri.
Korupsi Duta Palma Seret Dua Nama Keluarga
Dalam perkara korupsi Duta Palma Group, Kejaksaan menyebutkan bahwa Cheryl Darmadi bersama ayahnya, Surya Darmadi, diduga menyamarkan hasil kejahatan dalam berbagai bentuk. Modus yang digunakan antara lain berupa deposito, setoran modal perusahaan, pembayaran utang pemegang saham, serta pembelian aset.
Kejaksaan menyebut, tindak pencucian uang tersebut dilakukan dengan cara menyebarkan dana ke berbagai bentuk instrumen keuangan dan properti. Aktivitas ini dianggap sebagai upaya untuk mengaburkan sumber dana hasil korupsi.
Kasus ini menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Menurut perhitungan jaksa, negara mengalami kerugian finansial sebesar Rp4,7 triliun. Tak hanya itu, kerugian lingkungan hidup juga diperkirakan mencapai Rp73,9 triliun.
Sementara itu, berbeda dengan Cheryl yang belum ditahan, Surya Darmadi telah dijatuhi hukuman penjara. Ia kini menjalani vonis 16 tahun penjara atas perbuatannya.
Putusan Hukum terhadap Surya Darmadi
Pada bulan September 2024, majelis hakim memutuskan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Surya Darmadi. Keputusan tersebut membuat vonis awal tetap berlaku.
Selain hukuman penjara, Surya Darmadi juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar. Ia pun dikenakan hukuman tambahan berupa pengembalian kerugian negara senilai Rp2,2 triliun.
Putusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan korporasi besar di sektor perkebunan sawit.
Namun hingga kini, Cheryl Darmadi masih belum dapat dijangkau aparat penegak hukum. Keberadaannya di luar negeri menyulitkan proses hukum terhadapnya.
Kejaksaan Agung menyatakan akan terus melakukan upaya hukum untuk membawa Cheryl kembali ke Indonesia dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.
Harli Siregar menambahkan bahwa segala prosedur dan mekanisme kerja sama internasional tengah dijalankan guna mempercepat proses penegakan hukum terhadap Cheryl.
Keberadaan Cheryl di luar negeri menjadi tantangan tersendiri. Meski demikian, pihak Kejaksaan berkomitmen menuntaskan perkara ini hingga tuntas.
Kejaksaan juga tidak menutup kemungkinan melakukan upaya hukum lainnya seperti red notice melalui Interpol jika dibutuhkan.
Masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi turut mendesak agar Kejaksaan bersikap tegas dan transparan dalam penanganan kasus ini.
Langkah penegakan hukum yang menyentuh pihak-pihak yang memiliki kekuatan ekonomi diharapkan menjadi preseden penting dalam pemberantasan korupsi.
Kasus Cheryl Darmadi menyoroti pentingnya kerja sama internasional dalam menangani kejahatan keuangan lintas negara.
Kompleksitas kasus ini juga menunjukkan bahwa sistem pelacakan aset dan pengembalian hasil korupsi masih menghadapi banyak tantangan.
Tindak lanjut terhadap Cheryl Darmadi akan menjadi tolok ukur keberhasilan aparat penegak hukum dalam menghadapi pelaku korupsi kelas kakap.
Penanganan kasus ini juga diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi perusahaan dan individu dalam mengelola dana secara legal dan bertanggung jawab.
Pemerintah dan institusi penegak hukum didorong untuk memperkuat pengawasan terhadap praktik korporasi guna mencegah tindak kejahatan serupa di masa depan.
Penyelesaian perkara Cheryl Darmadi akan memberikan kepastian hukum serta menunjukkan bahwa tidak ada pihak yang kebal terhadap hukum di Indonesia.
Konsistensi aparat hukum dalam menangani kasus besar seperti ini dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
Sebagai kesimpulan, kasus Cheryl Darmadi mencerminkan kompleksitas pemberantasan korupsi lintas batas. Keberadaan tersangka di luar negeri menambah tantangan dalam proses penegakan hukum yang efektif. Upaya Kejaksaan Agung untuk terus melacak dan menindak aset-aset hasil tindak pidana perlu mendapat dukungan penuh dari seluruh elemen negara.
Sistem kerja sama internasional antara lembaga hukum perlu ditingkatkan agar proses pemulangan tersangka dapat berjalan lebih cepat. Selain itu, penyelarasan regulasi domestik dan internasional terkait pencucian uang juga menjadi hal mendesak yang harus diperhatikan.
Kejelasan status hukum Cheryl dan langkah konkret yang diambil Kejaksaan menjadi indikator penting sejauh mana hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Di tengah banyaknya kasus korupsi, penyelesaian perkara ini harus bisa menjawab ekspektasi publik terhadap keadilan.
Akhirnya, masyarakat berharap agar perkara ini tidak berhenti pada level formalitas semata. Perlu tindakan nyata dan konsisten untuk memastikan bahwa semua pelaku korupsi, tanpa kecuali, akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.(*)