Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengimbau masyarakat, terutama para orang tua dan pihak sekolah, untuk mewaspadai peredaran jajanan anak yang mengandung bahan berbahaya di lingkungan sekolah. Imbauan ini disampaikan menyusul temuan BPOM terhadap makanan ringan yang kerap dijual bebas kepada anak-anak di beberapa sekolah dasar yang tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Menurut data yang disampaikan oleh BPOM pada Jumat, 14 Juni 2025, ditemukan lebih dari 15 jenis jajanan yang dijual di lingkungan sekolah di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar, mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks, formalin, dan pewarna tekstil Rhodamin B. Produk tersebut dijual dalam kemasan yang menarik dan harga murah, sehingga mudah dijangkau anak-anak.
Temuan ini diperoleh dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan sejak awal bulan Juni di lebih dari 100 sekolah di berbagai wilayah. Kepala BPOM Penny K. Lukito menjelaskan, “Kami menemukan beberapa jajanan yang mengandung bahan kimia berbahaya yang seharusnya tidak digunakan dalam makanan. Ini sangat mengkhawatirkan karena menyasar anak-anak sekolah dasar yang belum mampu memilah makanan sehat dan aman.”
Sebagian besar jajanan yang mengandung bahan berbahaya berupa kerupuk, mi kering beraroma pedas, dan minuman warna-warni tanpa label izin edar. Penny menegaskan bahwa bahan kimia tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang seperti kerusakan ginjal, gangguan hati, hingga kanker.
Menurut Penny, beberapa sampel makanan mengandung boraks dan formalin yang biasanya digunakan dalam industri non-makanan. “Boraks biasa digunakan sebagai bahan pengawet kayu dan formalin untuk pengawet mayat. Ini tidak boleh ada dalam makanan,” tegasnya.
Dari hasil uji laboratorium terhadap 247 sampel jajanan anak, ditemukan 45 sampel positif mengandung zat berbahaya. Hal ini menjadi sinyal kuat bahwa pengawasan terhadap pedagang makanan keliling di sekitar sekolah masih sangat lemah.
Sidak yang dilakukan juga melibatkan Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan setempat. Di wilayah Bandung, petugas menemukan jajanan mi kering berbalut bumbu warna merah menyala yang ternyata mengandung Rhodamin B. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anjasmara Rukmana, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan orang tua mengenai bahaya zat kimia dalam makanan.
“Jangan hanya karena tampilan warna cerah dan rasa pedas manis anak-anak jadi tergoda. Orang tua harus lebih waspada,” ujarnya.
Beberapa guru yang dimintai pendapat mengaku khawatir karena belum ada sistem pengawasan rutin terhadap pedagang yang berjualan di sekitar sekolah. “Kami sudah sering mengingatkan anak-anak untuk membeli makanan dari kantin sekolah, tapi masih banyak yang membeli jajanan di luar pagar,” ungkap Suryati, guru SDN 09 Jakarta Barat.
Salah satu orang tua murid, Erna (38), menyatakan keprihatinannya setelah mengetahui adanya makanan berbahaya yang dijual di sekolah anaknya. “Saya jadi takut. Setiap hari anak saya beli jajan mi pedas dan kerupuk warna-warni,” ujarnya kepada wartawan.
Pihak BPOM juga mengungkapkan bahwa sebagian pedagang tidak tahu bahwa bahan yang digunakan berbahaya karena membeli dari distributor tanpa label. Dalam beberapa kasus, pedagang mengaku hanya mencampur bahan dari bungkusan tanpa tahu isi kandungannya.
Penny K. Lukito menekankan pentingnya edukasi dan pengawasan bersama dari semua pihak, baik pemerintah daerah, sekolah, maupun masyarakat. “Anak-anak belum mampu memahami apa yang aman untuk dikonsumsi. Ini tanggung jawab kita bersama,” katanya.
Sebagai bentuk antisipasi, BPOM akan memperbanyak program Gerakan Keamanan Pangan Sekolah (GKPS) di berbagai daerah, bekerja sama dengan sekolah dan instansi terkait. Program ini meliputi pelatihan, edukasi, dan pembentukan tim keamanan pangan di sekolah.
Selain itu, pihak sekolah diminta untuk memperkuat kontrol terhadap kantin dan membatasi akses pedagang keliling yang tidak terdaftar atau tidak memiliki izin. Beberapa sekolah di Jakarta sudah menerapkan sistem zona aman pangan dengan mendata seluruh penjual dan mewajibkan pemeriksaan berkala.
Pemerintah daerah di beberapa kota seperti Surabaya dan Yogyakarta mulai memperketat aturan mengenai peredaran jajanan anak dengan menugaskan satpol PP dan dinas pasar untuk mengawasi pedagang di sekitar lingkungan sekolah.
Dalam kasus yang ditemukan di Makassar, satu jenis makanan ringan yang disebut “kerupuk pelangi” terbukti mengandung formalin dalam jumlah tinggi. Produk ini dijual tanpa label dan tidak diketahui produsennya.
BPOM juga meminta masyarakat untuk aktif melaporkan produk yang mencurigakan melalui aplikasi BPOM Mobile atau layanan pengaduan konsumen. Dalam waktu dekat, akan dilakukan uji ulang terhadap produk makanan yang sering beredar di sekitar sekolah.
Beberapa daerah juga mulai menggagas kebijakan sekolah bebas jajanan luar, seperti dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Semarang. Seluruh jajanan hanya boleh dijual oleh koperasi sekolah yang sudah diawasi Dinas Kesehatan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mendukung langkah BPOM dengan menyatakan akan mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah untuk meningkatkan pengawasan makanan anak. Hal ini diungkapkan oleh Plt Dirjen PAUD dan Dikdasmen, Iwan Syahril.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya keamanan pangan sebagai bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. “Jajanan anak bukan hanya soal camilan, tapi investasi masa depan,” katanya.
Data dari WHO menunjukkan bahwa paparan bahan kimia seperti formalin dan boraks sejak usia dini bisa berdampak pada pertumbuhan dan kecerdasan anak. Maka, pencegahan harus dilakukan sejak sekarang.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) meminta aparat menindak tegas oknum distributor nakal yang menjual bahan kimia ke pedagang makanan anak. Ketua LPAI Seto Mulyadi menyatakan bahwa anak-anak harus terlindungi dari semua potensi racun yang dapat merusak masa depan mereka.
Beberapa sekolah juga mulai mengajak siswa untuk membuat sendiri camilan sehat dari rumah, sebagai bagian dari program edukasi pangan sehat. Kegiatan ini mendapat respon positif dari orang tua.
Tidak hanya itu, beberapa komunitas masyarakat seperti PKK dan karang taruna mulai menyusun program “Gerakan Jajanan Aman” dengan mengedukasi penjual makanan kecil di lingkungan mereka.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, BPOM berharap peredaran makanan berbahaya untuk anak bisa ditekan dalam waktu dekat. Penyuluhan akan dilakukan secara berkala dan terus menerus.
Pentingnya peran media juga disorot dalam kampanye ini. Media dianggap dapat menjadi alat efektif untuk menyampaikan informasi yang benar kepada publik mengenai bahaya makanan berformalin dan boraks.
Selain itu, tokoh masyarakat dan tokoh agama diharapkan dapat memberikan ceramah dan nasihat tentang makanan sehat dalam kegiatan keagamaan, terutama yang berkaitan dengan anak-anak.
Edukasi sejak dini sangat penting agar anak-anak memahami bahwa tidak semua makanan berwarna menarik itu aman untuk dikonsumsi.
Kehadiran aplikasi edukasi berbasis permainan juga mulai dirancang oleh beberapa instansi, agar anak-anak bisa belajar mengenai bahan makanan yang aman dan tidak aman melalui cara yang menyenangkan.
Kerja sama lintas sektor menjadi kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan jajanan berbahaya. Pemerintah pusat, daerah, lembaga pendidikan, serta masyarakat harus bersinergi menjaga masa depan anak-anak Indonesia.
Masyarakat diharapkan lebih peduli terhadap isi kantong jajanan anak-anak mereka. Pemeriksaan bahan dan label makanan harus menjadi kebiasaan baru yang rutin dilakukan setiap hari.
Sekolah bisa menjadi agen perubahan yang aktif dengan melibatkan siswa dalam pengawasan dan edukasi terhadap teman sebaya agar tidak mengonsumsi jajanan sembarangan.
Keterlibatan orang tua, guru, dan penjual makanan sekolah menjadi benteng utama untuk melindungi generasi muda dari ancaman bahan kimia berbahaya dalam makanan.
Penting untuk mengingatkan anak-anak bahwa makanan yang aman tidak selalu harus berwarna cerah dan mencolok. Keamanan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama.
Pemerintah harus memastikan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku usaha yang menjual makanan dengan bahan berbahaya agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang kembali.
Untuk menekan peredaran makanan berbahaya di sekolah, diperlukan regulasi yang lebih ketat dan kontrol lapangan yang intensif secara berkala.
Sebagai langkah awal, sekolah dapat membentuk tim pengawas pangan siswa yang terdiri dari guru dan perwakilan murid untuk membantu pengawasan internal setiap hari.
Kemajuan teknologi harus dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pelaporan cepat dan transparan terhadap peredaran makanan tidak layak konsumsi di sekolah-sekolah.
Kampanye kesehatan melalui media sosial juga dapat menjadi cara efektif untuk menjangkau remaja dan orang tua dalam memahami bahaya zat aditif berbahaya dalam makanan.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui dampak jangka panjang konsumsi makanan berformalin pada anak usia sekolah, sebagai dasar kebijakan yang lebih presisi ke depannya.
Dengan meningkatnya kesadaran dan kerja sama semua pihak, diharapkan lingkungan sekolah bisa menjadi tempat yang benar-benar aman bagi anak-anak dalam segala aspek, termasuk dari sisi pangan.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v