Gaza EKOIN.CO – Militer Israel mengakui telah melakukan penembakan terhadap warga Palestina yang tengah mengantre bantuan kemanusiaan di titik distribusi di Jalur Gaza. Pengakuan ini muncul pada Senin, 1 Juli 2025, sebagaimana dilaporkan surat kabar Haaretz dan dikutip oleh kantor berita Anadolu.
Menurut pernyataan pejabat militer yang tidak disebutkan namanya dari Komando Selatan Israel, penembakan dilakukan dengan dalih menjaga ketertiban saat distribusi bantuan. Namun, sejumlah tentara mengonfirmasi bahwa korban berasal dari warga sipil yang tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap pasukan.
Salah satu tentara mengungkapkan bahwa antara 30 hingga 40 orang menjadi sasaran dalam satu insiden. Beberapa di antaranya tewas, sementara lainnya mengalami luka-luka dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Tentara tersebut juga menyatakan bahwa aksi penembakan dilakukan dengan senjata berat, termasuk senapan mesin, peluncur granat, dan mortir. Menurut kesaksiannya, tembakan dilakukan dari jarak dekat maupun jarak jauh, bahkan terhadap individu yang hanya berdiri beberapa ratus meter dari pusat distribusi.
Pernyataan Tentara: Runtuhnya Moralitas
Seorang prajurit menggambarkan situasi itu sebagai “zona pembantaian”. Dalam kesaksiannya kepada Haaretz, ia menyebut bahwa antara satu hingga lima warga Palestina tewas setiap hari di lokasi tempat ia bertugas. Ia menilai bahwa warga sipil diperlakukan seperti pasukan musuh.
Selain itu, tentara lain mengungkapkan bahwa komunikasi dengan warga dilakukan melalui tembakan. Ia menjelaskan bahwa pasukan Israel menggunakan tembakan langsung sebagai bentuk kontrol terhadap kerumunan. Begitu pusat distribusi bantuan dibuka, penembakan dihentikan.
“Pagi-pagi kami menembak jika melihat seseorang berbaris dari jarak ratusan meter. Tidak ada komunikasi selain peluru,” ujar tentara tersebut. Dalam banyak kejadian, tidak ada ancaman terhadap pasukan namun tembakan tetap dilepaskan.
Sementara itu, pihak militer Israel mengklaim telah beralih ke “metode lain” dalam menjaga keamanan distribusi bantuan. Namun, tidak dijelaskan secara rinci bentuk perubahan metode tersebut dan dampaknya terhadap keselamatan warga.
Bantuan Tanpa Pengawasan dan Meningkatnya Korban
Distribusi bantuan yang dilakukan oleh Israel dan Amerika Serikat sejak 27 Mei lalu dinilai tidak memenuhi prinsip-prinsip kemanusiaan karena dilakukan tanpa pengawasan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga internasional lainnya. Bantuan ini didistribusikan oleh tentara bayaran yang disebut didanai oleh pengusaha AS pro-Israel.
Selama proses distribusi berlangsung, pasukan Israel telah beberapa kali menembaki warga yang mengantre makanan. Keadaan ini memaksa warga Gaza untuk memilih antara kelaparan atau risiko ditembak saat mencoba memperoleh bantuan.
Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 580 warga Palestina tewas dan lebih dari 4.216 lainnya terluka saat mencoba mengakses bantuan di sekitar pusat distribusi sejak akhir Mei. Sebanyak 39 orang juga dilaporkan hilang dalam proses tersebut.
Perlintasan perbatasan ke wilayah Gaza masih ditutup sejak 2 Maret. Hanya beberapa truk bantuan yang diizinkan masuk oleh Israel, sementara organisasi bantuan kemanusiaan menyebut wilayah tersebut membutuhkan setidaknya 500 truk per hari untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk.
Di sisi lain, pejabat militer Israel menyatakan bahwa bantuan sering dijarah oleh kelompok-kelompok klan di Gaza. Mereka menuduh Hamas gagal mengendalikan wilayah, namun juga mengakui bahwa pasukan Israel tidak melakukan tindakan terhadap para penjarah.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 56.500 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Israel di Gaza. Angka ini terus bertambah seiring tidak adanya kesepakatan gencatan senjata yang disepakati secara luas oleh pihak-pihak terkait.
Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Kasus genosida yang dituduhkan kepada Israel kini tengah diproses di Mahkamah Internasional (ICJ). Tindakan-tindakan seperti penembakan terhadap warga yang mencari bantuan menjadi bagian dari perhatian utama lembaga hukum internasional.
Melihat rangkaian peristiwa ini, diperlukan pemantauan internasional yang lebih ketat terhadap operasi militer Israel di wilayah pendudukan. Masyarakat global, termasuk negara-negara netral, perlu menuntut akses kemanusiaan yang adil dan tidak bersyarat.
Langkah awal yang dapat dilakukan adalah menekan Israel agar membuka jalur bantuan secara penuh dan menyerahkan kontrol distribusi kepada badan PBB yang memiliki mandat resmi di bidang kemanusiaan.
Selain itu, lembaga-lembaga internasional perlu mempercepat investigasi terhadap pelanggaran yang telah terjadi di Gaza. Proses hukum internasional harus dilanjutkan tanpa intervensi politik agar keadilan dapat ditegakkan secara objektif.
Masyarakat internasional juga harus memperluas tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap pelaku-pelaku utama yang terlibat dalam pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Yang terpenting, para pemimpin dunia perlu mendesak segera dihentikannya kekerasan dan mendorong perundingan damai yang inklusif untuk mengakhiri penderitaan warga sipil di Gaza.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di :
https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v