Bekasi EKOIN.CO – Keimita Ayuni Putri Aiman, seorang anak berusia 12 tahun dari keluarga pemulung, mengalami kendala dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) meskipun memiliki prestasi akademik luar biasa. Keimita yang merupakan lulusan SDN Sumur Batu 01 Kota Bekasi tidak diterima di SMPN 27 Kota Bekasi karena pendaftaran dilakukan melalui jalur zonasi, bukan jalur prestasi.
Atimah (40), ibunda Keimita, mengungkapkan bahwa sejak kelas satu hingga lulus SD, Keimita selalu menempati peringkat pertama dengan nilai raport rata-rata mencapai angka 90. Ia meyakini prestasi akademik anaknya seharusnya cukup kuat untuk bisa diterima di SMPN 27 Kota Bekasi.
“Nilainya rata-rata 90. Keimita juga peringkat satu terus sampai lulus SD,” ujar Atimah saat ditemui di rumahnya di Kampung Serang, Setu, Kabupaten Bekasi pada Senin, 7 Juli 2025, dikutip dari TribunBekasi.com.
Saat ini, Atimah dan keluarganya masih menunggu kepastian dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi terkait kelanjutan proses penerimaan anaknya di sekolah negeri. Di sisi lain, Disdik Kabupaten Bekasi sudah menyatakan bersedia menerima Keimita di SMPN 2 Setu.
“Sekarang lagi nunggu keputusan dari Pemkot Bekasi bagaimana, soalnya data masuk duluan ke Kota Bekasi, tapi Disdik Kabupaten sudah mengarahkan ke SMPN 2 Setu,” jelas Atimah.
Jalur Zonasi Jadi Kendala Utama
Permasalahan utama dalam kasus ini terletak pada jalur pendaftaran yang digunakan. Atimah mengaku kecewa karena sekolah asal tidak mendaftarkan Keimita melalui jalur prestasi, padahal anaknya memenuhi kriteria tersebut. Sebaliknya, Keimita justru didaftarkan melalui jalur zonasi yang lebih mengutamakan lokasi domisili.
Pendaftaran melalui jalur zonasi menyebabkan Keimita tidak diterima di SMPN 27 Kota Bekasi, karena domisili keluarganya berada di Kabupaten Bekasi, bukan di Kota Bekasi tempat sekolah tujuan berada. Hal ini menyalahi sistem penerimaan siswa baru yang memprioritaskan kedekatan wilayah.
Pihak SDN Sumur Batu 01 Kota Bekasi, menurut Atimah, yang mengurus proses pendaftaran anaknya ke SMPN 27. Awalnya, ia percaya bahwa anaknya didaftarkan melalui jalur prestasi. Namun kenyataannya berbeda.
“Awalnya saya kira jalur prestasi, tapi ternyata zonasi. Itu yang bikin kecewa,” ungkap Atimah.
Perbedaan Kebijakan Antar Daerah
Menurut Atimah, jika Keimita didaftarkan di sekolah negeri di Kabupaten Bekasi melalui jalur prestasi, tidak ada masalah meskipun berasal dari luar wilayah. Hal ini berbeda dengan sistem di Kota Bekasi yang tampaknya lebih ketat dalam penerapan zonasi.
“Kalau Kabupaten Bekasi mempersilahkan orang dari luar wilayah mendaftar sekolah jika melalui jalur prestasi, bahkan dari pelosok, dari Irian juga silahkan. Nah di Kota Bekasi berbeda,” ujarnya.
Informasi yang diterima Atimah menyebutkan bahwa jalur prestasi akademik tidak mempermasalahkan asal wilayah, dan seharusnya dapat dimanfaatkan oleh siswa berprestasi seperti Keimita.
“Jadi setahu saya jalur prestasi itu dikhususkan atau diprioritaskan. Soalnya ada teman anak saya tinggal di wilayah Jakarta terus sekolahnya di Bekasi, itu dia pakai jalur prestasi dan mereka bisa,” katanya.
Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Keimita Ayuni. Dalam sebuah video yang beredar luas di TikTok, ia menyampaikan kekecewaannya karena gagal melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri.
Curhatan Haru Keimita Viral di Media Sosial
Video curhat Keimita dengan akun TikTok @mandra_putra17 viral di media sosial dan telah ditonton lebih dari 187 ribu kali sejak diunggah pada Jumat, 4 Juli 2025. Dalam video tersebut, Keimita mengungkapkan perasaan sedih dan kecewanya setelah tidak diterima di sekolah negeri.
“Aku juga bagus, hanya orangtua saya jadi pemulung, dan apa yang aku alami sekarang aku gagal masuk sekolah negeri,” ucap Keimita dalam video tersebut.
Lebih lanjut, Keimita menyatakan bahwa dirinya bersedia tidak melanjutkan pendidikan jika harus sekolah di swasta karena alasan biaya yang tinggi. Ia menyadari keterbatasan ekonomi keluarganya.
“Saya tidak apa-apa tidak lanjut sekolah, pak dan bu jangan ragukan cita cita saya, karena itu akan selalu hidup,” tutup Keimita.
Pernyataan tersebut memicu simpati dan dukungan dari warganet yang merasa terharu atas perjuangan Keimita dan keluarga dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Kota Bekasi mengenai langkah lanjutan terkait permintaan orang tua Keimita untuk evaluasi proses pendaftaran melalui jalur prestasi.
Pihak SMPN 27 Kota Bekasi maupun sekolah asal belum memberikan keterangan publik atas peristiwa ini. Namun tekanan publik mulai meningkat agar Keimita mendapatkan keadilan dalam proses seleksi masuk sekolah negeri.
Video viral tersebut menjadi titik balik perhatian masyarakat terhadap sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) yang dinilai belum sepenuhnya adil bagi anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu.
Kasus Keimita membuka kembali diskusi publik terkait kesenjangan akses pendidikan serta perlunya kebijakan afirmatif bagi siswa berprestasi dari keluarga prasejahtera.
Melihat perkembangan ini, masyarakat menanti tanggapan cepat dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi agar hak anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas bisa terjamin tanpa diskriminasi wilayah atau status sosial.
Pemerintah daerah diharapkan segera mengevaluasi proses pendaftaran PPDB agar tidak ada lagi kasus serupa yang merugikan anak-anak cerdas dari keluarga marginal.
perlu adanya sosialisasi menyeluruh kepada orang tua dan pihak sekolah mengenai jalur pendaftaran dan sistem zonasi. Komunikasi aktif antara sekolah dan wali murid sangat penting agar tidak terjadi miskomunikasi yang bisa merugikan siswa.
Kebijakan pendidikan perlu mengakomodasi realitas sosial masyarakat. Untuk itu, sistem jalur prestasi hendaknya lebih fleksibel dan tidak bergantung pada lokasi domisili semata.
Perlu juga dibuat mekanisme khusus pengaduan dan verifikasi bagi siswa berprestasi yang merasa dirugikan oleh sistem zonasi agar bisa diselesaikan secara adil dan cepat.
Dinas Pendidikan Kota Bekasi diharapkan segera memberikan klarifikasi dan solusi atas kasus Keimita. Kejelasan prosedur dan keadilan dalam penerimaan siswa sangat penting demi menjaga kepercayaan publik.
peristiwa yang dialami Keimita mencerminkan urgensi perbaikan sistem penerimaan siswa baru. Anak-anak berprestasi dari keluarga tidak mampu membutuhkan dukungan penuh dari negara agar tetap memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan.
Pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali. Maka, sistem yang menutup peluang hanya karena batas administratif perlu ditinjau ulang.
Pemerintah harus mampu menjembatani antara regulasi dan kenyataan lapangan, agar tidak terjadi ketimpangan akses yang menimpa siswa-siswa dari keluarga kurang mampu.
Keimita adalah simbol dari ribuan anak yang berjuang di tengah keterbatasan. Semangatnya dalam mengejar cita-cita harus dijadikan inspirasi dan pengingat bagi para pembuat kebijakan.
Penting bagi semua pihak untuk mengedepankan kepentingan anak dalam segala bentuk kebijakan pendidikan. Hanya dengan cara itu cita-cita bangsa untuk mencerdaskan kehidupan anak-anak dapat benar-benar terwujud. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v