Jakarta, EKOIN.CO – Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri menunjukkan sejak 1 Januari hingga 20 Februari 2025 sebanyak 437 anak dilaporkan melakukan pencurian, dan lebih dari 460 anak terlibat penganiayaan serta pengeroyokan, sementara 349 anak jadi terlapor kasus narkoba. Data tersebut diakses melalui aplikasi EMP Pusiknas Bareskrim Polri pada 20 Februari 2025 pukul 15.00 WIB .
Latar Laporan Pusiknas
Pusiknas Bareskrim Polri secara rutin mengumpulkan data kriminalitas anak, menggunakan sistem EMP berbasis teknologi informasi Statistik menunjukkan peningkatan kelompok anak di bawah umur sebagai pelaku kejahatan.
Kasus terbanyak: pencurian
Kasus pencurian mendominasi data kriminal anak, dengan 437 laporan selama periode Januari–Februari 2025 Salah satu contoh terjadi di Pangkalpinang, Bangka Belitung, pada 18 Februari 2025—12 anak ditangkap mencuri sepeda di berbagai lokasi
Penganiayaan dan pengeroyokan
Lebih dari 460 anak dilaporkan terlibat kasus penganiayaan dan pengeroyokan sejak awal tahun Contoh tawuran pelajar berdarah terjadi di Sukabumi pada 19 Februari 2025, menyebabkan dua siswa terluka parah
Keterlibatan narkoba
Sebanyak 349 anak tercatat sebagai terlapor dalam kasus narkoba, menunjukkan ranah tersebut tak terlepas dari anak di bawah umur Polri mencatat keterlibatan usia di bawah 12 tahun pun terjadi.
Kasus tawuran di Madan
Tawuran pungutan senjata tajam muncul di Sukabumi, Kupang, Bogor, dan Jakarta Pusat—seperti di Senen, Jakarta Pusat, pada 14 Februari 2025; tiga remaja ditahan dan enam celurit disita
Alur penegakan hukum
Para anak sebagai terlapor diproses hukum berdasarkan Undang‑Undang dengan pendampingan hukum dan orang tua. Untuk tawuran, jika membawa senjata tajam bisa dijerat UU Darurat Nomor 12/1951
Faktor internal kenakalan
Pusiknas menyebut perilaku kriminal dipengaruhi oleh krisis identitas selama masa pubertas: impulsif dan lemah kontrol emosional
Faktor eksternal penyebab
Kurangnya kasih sayang orang tua dan lingkungan pendukung negatif juga menjadi pemicu anak melakukan kejahatan .
Trauma dan pengaruh lingkungan
Anak yang pernah mengalami kekerasan rentan melakukan kriminal; lingkungan sekolah dan sekitar memegang peran penting dalam memicu kenakalan
Meskipun mayoritas berusia remaja 13–18 tahun, ada juga pelaku di bawah 12 tahun—menyoroti keterlibatan usia sangat muda
Jenis kejahatan lainnya
Selain pencurian, penganiayaan, dan narkoba, anak juga dilaporkan dalam tindak pelanggaran persekusi, prostitusi anak, dan penyebaran konten pornografi.
Peran Pusiknas
Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri dan dibentuk melalui UU Nomor 2/2002 serta Perpol Nomor 1/2024, berfungsi menyuplai data kriminal nasional
Teknologi dalam pengumpulan data
Sistem EMP memudahkan penegak hukum dalam mengakses, melaporkan, dan memetakan data kriminal termasuk yang melibatkan anak.
Tujuan pemetaan kriminal
Data dipakai untuk analisis tren, merumuskan strategi pencegahan, dan mendukung kebijakan perlindungan anak.
Kerjasama lintas instansi
Pusiknas bekerja sama dengan dinas pendidikan, sosial, dan keluarga dalam upaya pencegahan dan intervensi.
Tindak lanjut sosial
Penanganan mencakup mediasi keluarga, rehabilitasi bagi pengguna narkoba, serta konseling psikologis.
Upaya pencegahan kasus tawuran
Kapolres setempat rutin mensosialisasikan ancaman hukum membawa senjata saat tawuran kepada pelajar.
Peran sekolah
Sekolah didorong mengadakan program karakter dan pendidikan emosi sejak dini untuk menekan kenakalan.
Inisiatif orang tua
Ditekankan pentingnya pengawasan, komunikasi terbuka dan keterlibatan orang tua dalam keseharian anak.
Dukungan masyarakat
Masyarakat diimbau melaporkan jika melihat anak terlibat perilaku menyimpang agar segera ditangani.
Kekhawatiran tren kejahatan anak
Peningkatan jumlah anak terlapor sejak awal 2025 menjadi alarm nasional untuk penanganan sistemik.
Analisis ahli
Pakar psikologi mendukung peran kombinasi intervensi dini, pelibatan keluarga, dan pengawasan lingkungan.
Insentif hukum
Penegakan hukum tetap dilakukan namun difokuskan pada sistem peradilan anak yang restorative dan edukatif.
Tantangan penanganan
Beberapa daerah masih kekurangan sumber daya dan akses ke layanan rehabilitasi kejiwaan dan medis.
Harapan perbaikan data
Pengembangan sistem EMP diharapkan mampu melacak secara real time dan mempermudah tindak lanjut.
Pelaporan transparan
Pusiknas berupaya meningkatkan transparansi data lewat integrasi dengan platform publik dan media.
Evaluasi berkala
Polri bersama pemangku kepentingan merencanakan evaluasi insiden kriminal anak setiap semester.
Perbandingan wilayah
Data menunjukkan variabilitas kasus antar kota; beberapa wilayah menyumbang angka paling tinggi.
Komitmen presisi
Polri menyatakan akan menindaklanjuti dengan strategi presisi: prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan.
Kebijakan nasional
Data Pusiknas jadi dasar penyusunan kebijakan perlindungan anak nasional oleh pemerintah pusat.
Dukungan UU perlindungan anak
UU Perlindungan Anak dimaksimalkan sebagai kerangka hukum dalam penanganan anak pelaku dan korban.
Perlunya kampanye publik
Kampanye anti-kenakalan dan anti-kekerasan anak terus digencarkan lewat media sosial, TV, dan sekolah.
Kesadaran rakyat
Kesadaran masyarakat terhadap bahaya tawuran dan kekerasan semakin penting untuk diciptakan.
Tanggung jawab bersama
Penanganan kasus anak tak dapat dilakukan Polri sendirian, melibatkan orang tua, sekolah, tokoh masyarakat.
Langkah ke depan
Dianjurkan pendirian pos layanan anak terpadu di tiap kecamatan untuk deteksi dini.
Studi lanjut
Disarankan penelitian lebih mendalam sebab eksternal dan internal agar solusi mampu tepat sasaran.
Penguatan sistem hukum anak
Butuh penguatan kapasitas peradilan anak, hakim, jaksa, dan pengacara dalam pendekatan restorative.
Akhirnya, optimisme
Dengan integrasi data, intervensi dini, dan kerja sama multisektoral, diharapkan tren kriminal anak dapat ditekan sejak dini.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v