Nganjuk, EKOIN.CO – Kepolisian Resor Nganjuk menetapkan seorang pria berinisial DA (23) sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan identitas dalam program afiliasi daring. Warga asal Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, itu diduga membuat 130 akun Shopee Affiliate dengan menggunakan dokumen identitas milik orang lain tanpa izin.
Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dari masyarakat yang merasa data pribadinya telah digunakan secara tidak sah. Dalam pemeriksaan, diketahui bahwa DA memanfaatkan foto KTP dan NPWP dari sejumlah orang untuk mendaftarkan akun affiliate demi memperoleh komisi dari tautan belanja.
Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Nganjuk, Iptu Reyhan Bagus Wicaksono, pelaku mengambil data dari internet dan sejumlah forum terbuka. Data tersebut digunakan untuk mendaftarkan akun-akun di sistem Shopee Affiliate yang memberi imbal hasil dari promosi produk.
“Pelaku membuat 130 akun menggunakan identitas orang lain yang dikumpulkan secara daring, lalu menyebarkan link afiliasi ke media sosial untuk mendapatkan komisi,” ujar Reyhan dalam konferensi pers, Senin (24/6/2025), dikutip dari Kompas.com.
DA disebut telah menjalankan aksi ini sejak awal 2024. Dalam prosesnya, ia memanfaatkan lemahnya sistem verifikasi akun yang diterapkan oleh platform e-commerce tersebut.
Dari penelusuran polisi, banyak identitas korban yang digunakan tanpa sepengetahuan mereka. Beberapa di antaranya baru mengetahui saat menerima pemberitahuan pajak dari otoritas perpajakan.
Kapolres Nganjuk, AKBP Muhammad, menyampaikan bahwa kasus ini tengah didalami lebih lanjut untuk mencari kemungkinan keterlibatan pihak lain. “Kami mendalami apakah ada pelaku tambahan atau jaringan di balik aksi ini,” katanya.
Dalam penyidikan sementara, polisi mendapati bahwa DA memperoleh keuntungan berupa komisi dari tautan afiliasi yang dibagikan. Akun-akun tersebut aktif menyebarkan link melalui platform media sosial untuk memancing transaksi.
Setiap transaksi yang dilakukan melalui link tersebut akan menghasilkan persentase keuntungan yang langsung masuk ke akun pelaku. Aksi ini terus dilakukan selama berbulan-bulan.
Kepolisian juga mendalami jumlah keuntungan yang telah diraup pelaku selama menjalankan modus ini. Total kerugian pihak lain maupun platform e-commerce masih dalam proses penghitungan.
Dari pengakuan awal, pelaku mengaku terdorong faktor ekonomi dan kebutuhan hidup untuk melancarkan aksinya.
“Motif sementara adalah karena kebutuhan biaya hidup dan membayar utang,” jelas Iptu Reyhan.
Namun demikian, polisi menegaskan bahwa alasan tersebut tidak menghapus unsur pelanggaran hukum yang telah dilakukan.
Tersangka DA dijerat dengan Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya mencapai 12 tahun penjara.
Polisi juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga data pribadi mereka, termasuk tidak sembarangan mengunggah foto identitas di media sosial.
“Data seperti KTP dan NPWP sangat rawan disalahgunakan jika tersebar sembarangan,” tambah AKBP Muhammad.
Polres Nganjuk membuka posko pengaduan bagi warga yang merasa identitasnya disalahgunakan dalam program afiliasi atau layanan daring lainnya.
Pihak Shopee disebut telah memblokir akun-akun afiliasi mencurigakan yang didaftarkan dengan identitas yang tidak sah.
Shopee juga menyatakan akan memperketat proses verifikasi pengguna sebagai langkah pencegahan terhadap penyalahgunaan data pribadi di kemudian hari.
Dalam rilis resmi, Shopee menyampaikan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam penyelidikan kasus ini.
Hingga kini, penyidikan masih berjalan untuk mengidentifikasi apakah ada aliran dana mencurigakan ke pihak ketiga atau penggunaan identitas lain yang belum terdeteksi.
Komisi terkait perlindungan data pribadi juga ikut memantau jalannya penyelidikan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran berulang.
Kasus ini menjadi peringatan serius tentang pentingnya menjaga data pribadi di era digital, terutama saat aktivitas ekonomi semakin berpindah ke ranah daring.
Polisi mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur dengan program yang menjanjikan komisi tinggi tanpa memperhatikan keabsahan identitas yang digunakan.
Beberapa akun afiliasi yang terkait dengan tersangka telah dibekukan, sementara proses pelacakan terus dilakukan terhadap akun lainnya yang dicurigai.
Penyidik juga akan bekerja sama dengan instansi lain, seperti Direktorat Jenderal Pajak, untuk menelusuri dampak hukum lanjutan terhadap para korban.
Hingga saat ini, puluhan warga telah melaporkan bahwa identitas mereka digunakan dalam pendaftaran akun affiliate tanpa persetujuan.
Tersangka kini mendekam di tahanan Polres Nganjuk guna menjalani proses hukum lebih lanjut. Selama pemeriksaan, tersangka kooperatif dan mengakui seluruh perbuatannya.
Pihak keluarga belum memberikan keterangan resmi terkait penangkapan DA. Polisi juga belum menemukan indikasi keterlibatan anggota keluarga dalam tindak kejahatan ini.
Kasus ini menjadi evaluasi bagi perusahaan digital untuk mengembangkan sistem pencegahan yang lebih efektif terhadap tindakan manipulatif.
Kepolisian mendorong perusahaan berbasis platform untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan pengguna, tetapi juga pada keamanan sistem dan data pengguna.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk tidak sembarangan mengirimkan dokumen pribadi ke pihak yang tidak memiliki legalitas jelas.
Shopee juga diharapkan dapat memberi ganti rugi atau tindak lanjut khusus kepada pengguna yang menjadi korban penyalahgunaan identitas.
Langkah ke depan, pihak berwenang mengupayakan adanya penataan regulasi lebih ketat dalam perlindungan konsumen digital, khususnya di program afiliasi.
Kasus seperti ini menunjukkan bahwa keamanan digital tidak bisa dianggap remeh dan perlu penanganan serius dari semua pihak terkait.
Polisi berharap dengan penegakan hukum terhadap DA, bisa memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang berencana melakukan tindakan serupa.
Masyarakat diimbau agar tidak mudah memberikan data pribadi mereka, apalagi melalui media sosial atau forum jual beli yang rentan penyalahgunaan. Edukasi mengenai literasi digital dan pentingnya menjaga kerahasiaan informasi pribadi perlu terus digalakkan, khususnya di kalangan pengguna aktif internet.
Setiap individu bertanggung jawab untuk melindungi identitas pribadinya. Langkah kecil seperti tidak mempublikasikan foto KTP dan dokumen penting dapat mencegah penyalahgunaan oleh pihak tak dikenal. Keamanan digital dimulai dari kesadaran diri.
Pemerintah juga didorong untuk mempercepat implementasi dan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi agar pengguna internet memiliki perlindungan hukum yang memadai. Pelaku pelanggaran data juga harus diproses dengan hukum tegas.
Platform digital wajib menyusun sistem pengawasan internal dan penyaringan data yang lebih ketat. Hal ini penting agar masyarakat tetap merasa aman dalam bertransaksi dan mengikuti program seperti afiliasi yang dijalankan perusahaan teknologi.
Kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, penyedia layanan digital, dan masyarakat adalah kunci utama untuk mewujudkan lingkungan digital yang aman, bertanggung jawab, dan bebas dari penyalahgunaan data. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v