Bengkulu, EKOIN.CO – Korupsi Mega Mall jadi sorotan. Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta Selatan pada Rabu, 30 Juli 2025, telah memeriksa Helmi Hasan, mantan Wali Kota Bengkulu periode 2013-2023, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkait pembangunan Mega Mall Bengkulu. Pemeriksaan ini menjadi sorotan publik mengingat posisi strategis Helmi Hasan selama menjabat.
Helmi Hasan tiba di Gedung Kejagung untuk memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu yang tengah mendalami perkara tersebut. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk mengungkap tuntas dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan daerah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi status pemeriksaan Helmi Hasan. Ia menjelaskan bahwa Helmi diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi yang memiliki informasi relevan terkait kasus Mega Mall di Bengkulu. Hal ini menandakan fokus penyelidikan pada aliran dana dan perizinan selama pembangunan proyek tersebut.
Anang Supriatna lebih lanjut menyampaikan bahwa Helmi Hasan diperiksa karena kapasitasnya sebagai Wali Kota Bengkulu pada periode 2013 hingga 2023. Peran serta kebijakannya selama menjabat menjadi perhatian utama penyidik dalam menganalisis potensi keterlibatannya dalam kasus ini.
Kasus dugaan korupsi ini telah menyeret enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Wali Kota Bengkulu Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan, dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono.
Selain itu, penyidik juga menetapkan HR selaku Direktur PT Tigadi Lestari, SB selaku Komisaris PT Tigadi Lestari, dan CDP dari BPN Kota Bengkulu sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini menunjukkan bahwa penyelidikan telah berjalan cukup jauh dengan bukti-bukti yang kuat.
Perkara ini bermula pada tahun 2004 ketika lahan yang menjadi lokasi Mega Mall dan PTM dialihkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Langkah ini menjadi titik awal permasalahan yang kini tengah diusut oleh pihak berwenang.
SHGB tersebut selanjutnya dipecah menjadi dua bagian, satu dialokasikan untuk Mega Mall dan satu lagi untuk PTM. Pemecahan sertifikat ini memungkinkan pengembangan dua proyek properti yang berbeda di atas lahan yang sama.
Lahan tersebut mulanya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Bengkulu. Status HPL memberikan kontrol penuh kepada pemerintah daerah atas pemanfaatan lahan tersebut.
Kemudian, SHGB diagunkan oleh pihak pengelola ke perbankan sebagai jaminan pinjaman. Ketika kredit mengalami tunggakan, sertifikat itu diagunkan kembali ke bank lain. Situasi ini menunjukkan adanya masalah dalam pengelolaan keuangan proyek yang dilakukan oleh pihak pengembang.
Akibatnya, lahan milik Pemerintah Kota Bengkulu tersebut terancam diambil alih oleh pihak ketiga apabila utang tidak segera dilunasi oleh manajemen Mega Mall. Ancaman ini tentu sangat merugikan pemerintah daerah dan masyarakat Bengkulu.
Selain itu, sejak Mega Mall beroperasi, pihak pengelola dilaporkan tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah. Ini merupakan kerugian finansial yang signifikan bagi Pemerintah Kota Bengkulu, yang seharusnya menerima bagian dari pendapatan tersebut.
Penyelidikan mendalam terus dilakukan untuk mengungkap seluruh fakta terkait dugaan korupsi ini. Pihak berwenang bertekad untuk menuntaskan kasus ini demi keadilan dan pemulihan kerugian negara.
Proses hukum terhadap para tersangka dan saksi akan terus berlanjut. Diharapkan, semua pihak yang terlibat dapat memberikan informasi yang transparan dan kooperatif demi kelancaran proses hukum.
Kasus Mega Mall Bengkulu menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek pembangunan. Setiap pihak yang terlibat, baik pemerintah maupun swasta, harus mematuhi aturan hukum yang berlaku.
Dugaan Kerugian Daerah dari Proyek Mega Mall
Kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Mega Mall Bengkulu telah menimbulkan kerugian signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bengkulu. Penyelidikan terus berlanjut untuk menghitung secara pasti jumlah kerugian yang terjadi akibat penyimpangan ini. Fokus utama penyelidikan adalah pada bagaimana proses perizinan dan pengelolaan keuangan proyek ini dapat menyebabkan kebocoran PAD yang seharusnya menjadi hak pemerintah daerah.
Penanganan kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap proyek pembangunan di masa depan akan dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan transparan.
Peran Mantan Wali Kota dalam Pusaran Kasus
Pemeriksaan terhadap Helmi Hasan sebagai saksi menunjukkan adanya upaya untuk memahami seluruh alur kebijakan dan keputusan yang diambil selama proyek Mega Mall berjalan. Sebagai mantan Wali Kota, Helmi Hasan memiliki informasi penting mengenai proses persetujuan, perizinan, dan pemanfaatan lahan yang berpotensi menjadi kunci dalam mengungkap duduk perkara kasus ini. Penyelidikan lebih lanjut akan menentukan sejauh mana keterlibatan berbagai pihak dalam dugaan korupsi ini.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap aset-aset pemerintah daerah. Mekanisme kontrol dan pengawasan harus diperkuat agar potensi penyalahgunaan tidak terjadi.
Pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam setiap proyek pembangunan, terutama yang melibatkan aset publik, tidak dapat diabaikan. Kasus dugaan korupsi Mega Mall Bengkulu ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik pemerintah maupun swasta. Transparansi dalam setiap tahapan, mulai dari perencanaan hingga operasional, adalah kunci untuk mencegah kerugian negara.
Pemerintah daerah harus memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal. Audit rutin dan pemeriksaan mendalam perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa setiap proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya proyek juga sangat krana untuk menciptakan tata kelola yang baik.
Di sisi lain, pihak swasta yang bekerja sama dengan pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk mematuhi semua ketentuan hukum. Etika bisnis yang baik dan kepatuhan terhadap regulasi adalah fondasi untuk membangun kepercayaan publik dan menciptakan iklim investasi yang sehat. Kasus ini menunjukkan bahwa pelanggaran etika dan hukum dapat berujung pada konsekuensi serius, baik bagi individu maupun perusahaan.
Pada akhirnya, penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu adalah elemen krusial dalam memerangi korupsi. Kejaksaan dan lembaga penegak hukum lainnya harus terus bekerja secara profesional dan independen untuk mengungkap dan menindak setiap praktik korupsi. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang bersih dari praktik-praktik ilegal, demi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan pembangunan.
( * )