BERLIN, EKOIN.CO – Jerman resmi menutup tiga pembangkit nuklir terakhirnya pada 14 April 2023, menandai berakhirnya era tenaga atom di negara dengan ekonomi terbesar di Eropa ini. Langkah tersebut menjadi sorotan dunia karena di tengah tren global menuju energi hijau, sebagian besar negara justru mempertahankan atau mengembangkan tenaga nuklir sebagai sumber listrik rendah emisi.
(Baca Juga : Jerman Tolak Nuklir untuk Masa Depan)
Keputusan ini diambil meski energi nuklir dikenal mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar tanpa mengeluarkan emisi karbon berbahaya. Pemerintah Jerman menilai risiko keamanan dan dampak lingkungan dalam jangka panjang lebih berat dibanding manfaatnya.
Sejarah Kelam Nuklir di Jerman
Bencana Chernobyl pada 1986 menjadi titik balik besar dalam sikap Jerman terhadap tenaga nuklir. Ledakan di Ukraina kala itu menyebarkan radiasi berbahaya ke berbagai negara, termasuk Jerman. Angin membawa partikel radioaktif cesium melintasi perbatasan, memapar jutaan orang di Eropa.
(Baca Juga : Sejarah Bencana Nuklir Chernobyl)
Paparan ini tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga mencemari tanah, air, dan udara. Kontaminasi radiasi yang sulit dihapuskan menjadi trauma kolektif bagi masyarakat Jerman, mendorong kebijakan penolakan energi nuklir secara bertahap.
Dampak dan Keputusan Politik
Menurut pakar energi di Berlin, langkah ini merupakan puncak dari program “Energiewende” atau transisi energi yang dicanangkan Jerman. Program tersebut mengarahkan negara untuk beralih ke energi terbarukan seperti angin dan surya, sambil menutup semua fasilitas nuklir.
(Baca Juga : Kebijakan Energi Terbarukan Jerman)
Walau demikian, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Pendukungnya menilai keputusan tersebut selaras dengan visi energi bersih, sementara kritik mempertanyakan kesiapan infrastruktur energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional tanpa nuklir.
Penutupan terakhir dilakukan terhadap reaktor Emsland, Isar 2, dan Neckarwestheim 2. Ketiga fasilitas tersebut sebelumnya menyumbang sebagian besar listrik bebas karbon Jerman.
Pemerintah beralasan bahwa selain faktor sejarah kelam, risiko keamanan jangka panjang dan pengelolaan limbah radioaktif menjadi hambatan utama mempertahankan energi nuklir.
Meski begitu, sebagian pihak memperingatkan potensi kenaikan emisi akibat peningkatan penggunaan pembangkit berbahan bakar fosil untuk menutup kekurangan listrik.
Bagi Jerman, keputusan ini adalah pertaruhan besar. Negara harus memastikan transisi menuju energi terbarukan dapat berlangsung cepat dan andal, tanpa mengorbankan stabilitas pasokan listrik.
(Baca Juga : Masa Depan Energi Jerman)
Beberapa analis memperkirakan bahwa negara-negara lain akan mengamati langkah Jerman dengan cermat, untuk menilai apakah meninggalkan nuklir sepenuhnya adalah keputusan tepat atau justru berisiko bagi keamanan energi.
Penutupan seluruh pembangkit nuklir di Jerman menandai pergeseran besar dalam kebijakan energi global. Keputusan ini mencerminkan sikap tegas terhadap risiko keamanan dan dampak lingkungan dari tenaga atom.
Ke depan, Jerman perlu memastikan investasi masif pada infrastruktur energi terbarukan, memperkuat jaringan listrik, serta mengembangkan teknologi penyimpanan energi agar tidak bergantung pada bahan bakar fosil kembali.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v