JAKARTA, EKOIN.CO – Harga beras dunia jatuh ke titik terendah dalam delapan tahun terakhir. Lonjakan panen dan pencabutan larangan ekspor India membuat pasokan melimpah di pasar global. Indonesia turut menjadi faktor penentu karena tahun ini tidak melakukan impor beras, sehingga permintaan melemah signifikan.
Harga ekspor beras putih 5 persen pecah asal Thailand—yang menjadi acuan internasional—turun ke 372,50 dolar AS per ton dalam beberapa hari terakhir. Angka itu 26 persen lebih rendah dibandingkan akhir 2024, sekaligus menjadi level terendah sejak 2017. Indeks Harga Beras Global FAO juga melaporkan penurunan 13 persen sepanjang 2025.
“Masalahnya sederhana, stok terlalu banyak,” ujar Direktur Centre for Sustainable Agriculture and Development Studies, Universitas Pertanian Negara Bagian Telangana, India, Samarendu Mohanty, dikutip dari Financial Times, Ahad (17/8/2025).
Beras dan Lonjakan Produksi Global
Mohanty menjelaskan, India mencatat panen beras tertinggi tahun lalu dan diperkirakan kembali memecahkan rekor pada 2025. Kondisi ini sangat berbeda dari awal 2024 ketika harga beras melonjak akibat kebijakan pembatasan ekspor India yang memicu kepanikan pasar dunia.
Menurut analis senior Rabobank, Oscar Tjakra, turunnya harga beras dipicu kebijakan India yang kembali membuka keran ekspor usai panen raya 2023/2024. Situasi itu diperkuat dengan panen besar dari Thailand dan Vietnam, sehingga produksi global mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah.
Di sisi permintaan, pasar juga kian melemah. Indonesia yang biasanya menjadi pembeli utama sudah mengamankan stok sejak 2024 dan belum masuk pasar pada 2025. Filipina bahkan melarang impor hingga Oktober demi menjaga harga domestik saat panen raya berlangsung.
“Indonesia tidak membeli, Filipina juga tidak. Permintaan beras putih saat ini nyaris tidak ada,” kata Mohanty menegaskan.
Beras dan Dampak Harga Murah di Asia
India semakin kuat berkat modernisasi pertanian. Hampir seluruh sawah utama sudah memiliki sistem irigasi, petani menggunakan benih baru, memperluas lahan tanam, serta terlindungi harga minimum pemerintah (MSP) dan insentif bonus.
Namun, petani di banyak negara Asia lain justru terpukul. “Harga rendah akan menggerus pendapatan petani, terlebih di tengah biaya produksi tinggi dan inflasi,” ujar Tjakra.
Di sisi lain, konsumen mendapat keuntungan. Negara pengimpor diprediksi merasakan dampak positif berupa inflasi yang lebih terkendali serta daya beli rumah tangga yang lebih kuat.
Mohanty memperkirakan harga beras masih bisa turun lagi sekitar 10 persen. Ia mencatat stok beras di gudang pemerintah India pada Mei 2025 mencapai 60 juta ton, sekitar 15 juta ton di atas rata-rata tahunan. Sebagian stok sudah disalurkan ke pasar domestik serta produksi etanol dengan harga lebih murah demi memberi ruang bagi panen baru.
“Kita sedang memasuki periode harga komoditas rendah,” tegas Mohanty.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v