Pekanbaru, EKOIN.CO – Praktik penipuan dalam distribusi bahan pokok berhasil diungkap oleh Polda Riau. Seorang pria berinisial R (35), yang merupakan distributor tunggal beras, ditangkap atas dugaan pengoplosan beras kualitas rendah atau rijek dengan beras medium. Beras tersebut dikemas ulang menggunakan karung merek beras premium dan bahkan karung SPHP milik Bulog.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan menjelaskan bahwa praktik ini telah berlangsung selama dua tahun. Sementara pengoplosan dengan karung SPHP Bulog baru dilakukan enam bulan terakhir. “Tersangka ini nitip jual. Tiap bulan dikutipnya ke pemilik toko,” ungkap Ade, Selasa (29/7/2025).
Beras rijek tersebut semestinya digunakan sebagai pakan ternak dan dibeli dengan harga murah oleh pelaku. Selanjutnya, beras itu dicampur dengan beras medium sebelum dikemas ulang dengan merek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriek Kusuik.
Polisi juga menemukan bahwa pelaku menggunakan karung SPHP Bulog tanpa izin. Karung-karung kosong itu diperoleh dari Pasar Bawah, Pekanbaru. Saat ini polisi masih menyelidiki lebih lanjut sumber karung tersebut dan kemungkinan keterlibatan pihak lain.
Dalam waktu enam bulan, pelaku berhasil meraup keuntungan sebesar Rp 500 juta. Harga jual beras oplosan ini berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 16.000 per kilogram. Padahal, harga modal untuk beras rijek hanya Rp 6.000 per kilogram dan beras medium Rp 11.000.
Penggerebekan dan Penemuan Barang Bukti
Kasus ini terungkap setelah penggerebekan dilakukan oleh Subdit Industri dan Perdagangan (Indag) Ditreskrimsus Polda Riau. Toko tempat pengoplosan beras berada di Jalan Lembaga Pemasyarakatan, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru.
Dari penggerebekan tersebut, polisi menyita seluruh barang bukti dengan total berat mencapai 9,75 ton. Barang bukti tersebut terdiri dari beras oplosan yang telah dikemas dalam karung-karung berlabel merek premium dan SPHP Bulog.
Beras-beras ini disebarkan ke 22 toko di Pekanbaru dengan sistem titip jual. Para pemilik toko mengaku tidak mengetahui bahwa beras yang mereka jual merupakan beras oplosan. Polisi menyatakan akan memeriksa seluruh toko tersebut untuk mendalami keterlibatan mereka.
Selain beras, petugas juga menyita sejumlah alat pengoplosan dan pengemasan beras dari lokasi. Seluruh temuan ini menjadi bukti kuat untuk proses hukum terhadap pelaku.
Ancaman Hukum dan Imbauan Kepada Masyarakat
Atas perbuatannya, R dijerat dengan Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ia terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 2 miliar.
Polisi mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dan jeli dalam membeli kebutuhan pokok, khususnya beras. Konsumen diminta untuk memperhatikan kemasan, label, serta sumber distribusi beras yang dibeli.
Selain itu, masyarakat diharapkan segera melaporkan jika menemukan indikasi beras palsu atau oplosan. Kejelian konsumen dinilai sangat penting untuk memutus praktik kecurangan seperti ini.
Kepolisian juga berencana memperluas pengawasan terhadap peredaran beras, khususnya di pasar-pasar tradisional dan pusat distribusi bahan pokok. Pemeriksaan acak akan dilakukan secara rutin untuk memastikan keamanan pangan masyarakat.
Kombes Ade Kuncoro Ridwan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi praktik penipuan semacam ini. “Kami akan menindak tegas pelaku-pelaku lain jika ditemukan praktik serupa di wilayah hukum Polda Riau,” katanya.
Dengan terbongkarnya kasus ini, polisi berharap menjadi peringatan bagi para pelaku usaha agar menjalankan bisnis dengan jujur dan sesuai ketentuan hukum. Pemerintah daerah juga diminta untuk turut aktif mengawasi distribusi pangan.
dari pengungkapan kasus ini menegaskan bahwa pengawasan terhadap distribusi pangan sangat krusial untuk melindungi masyarakat. Praktik penipuan seperti pengoplosan beras berdampak langsung pada kesehatan dan ekonomi konsumen.
Konsumen yang membeli beras dengan harga tinggi mengira telah mendapatkan produk berkualitas, padahal kenyataannya mereka tertipu dengan produk oplosan yang berbahaya. Selain kerugian materi, beras rijek berpotensi mengandung zat berbahaya jika dikonsumsi manusia.
Kasus ini juga memperlihatkan kelemahan dalam sistem distribusi karung SPHP Bulog, yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Perlu ada pengawasan lebih ketat terkait distribusi kemasan dan label resmi.
Pihak berwenang diharapkan meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam mengawasi distribusi dan produksi pangan. Termasuk pula melibatkan masyarakat dalam sistem pelaporan yang mudah dan responsif.
Sebagai masyarakat hendaknya membeli beras dari distributor resmi dan terpercaya. Selalu periksa kemasan, label, dan asal-usul produk. Jika ada kejanggalan, segera laporkan ke pihak berwenang.
Pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri produk pangan asli dan palsu. Kampanye kesadaran konsumen harus digalakkan agar tidak mudah tertipu.
Selain itu, Bulog dan instansi terkait perlu memperketat distribusi karung dan kemasan resmi, agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang ingin mencari keuntungan ilegal.
Upaya hukum harus ditingkatkan, termasuk dengan pemberian hukuman maksimal kepada pelaku sebagai efek jera. Hal ini penting agar tidak terjadi kasus serupa di masa depan.
Terakhir, aparat penegak hukum diharapkan bersikap proaktif dengan memperluas penyelidikan ke daerah lain. Pengawasan intensif sangat diperlukan untuk menjamin keamanan pangan nasional. (*)