Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa implementasi kebijakan LPG 3 kilogram (kg) Satu Harga akan dimulai pada tahun 2026. Hal ini sejalan dengan pengetatan kebijakan pembelian LPG 3 kg yang mengharuskan masyarakat menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) terdaftar.
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa rencana implementasi LPG satu harga akan berjalan seiring dengan pengetatan pembelian LPG 3 kg bagi masyarakat yang sudah terdaftar. “Iya (beriringan), rencananya begitu,” ujar Tri saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar subsidi yang dikucurkan oleh negara melalui LPG 3 kg dapat tersalurkan secara lebih tepat sasaran. Seperti yang diketahui, implementasi pembelian LPG 3 kg dengan data KTP masyarakat sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2024.
Lebih lanjut, Tri Winarno menambahkan bahwa sistem yang diterapkan akan semakin tertata. “Yang jelas semakin ke sini kan subsidi (LPG 3 kg) harusnya semakin tertata, pokoknya gitu. Gimana caranya menata ya salah satunya dengan caranya dengan (masyarakat beli LPG 3 kg terdaftar) KTP,” katanya. Ia juga menjelaskan, meski pembelian dilakukan setiap hari, penggunaannya akan lebih diperketat. “Setau saya, tapi mungkin lebih, lebih ini lah, lebih tight. Misalnya saya pakai KTP, terus beli (LPG 3 kg) sehari sekali kan, ya pakai KTP juga. Tapi kan lebih, lebih ini lah, lebih diperketat,” tambahnya.
Pemerintah akan terus mempersiapkan data masyarakat yang berhak hingga akhir tahun 2025 dengan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). “Ya terus, (tahun 2025) kerja sama sama BPS,” tandasnya.
Perihal kebijakan LPG 3 kg satu harga, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan bahwa regulasi yang tengah disusun merupakan revisi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Peraturan ini terkait dengan penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tertentu.
Revisi ini bertujuan untuk mewujudkan energi berkeadilan, memperbaiki tata kelola, dan meningkatkan jaminan ketersediaan serta distribusi LPG 3 kg untuk rumah tangga, usaha mikro, nelayan, dan petani. Selain itu, regulasi ini akan secara komprehensif mengatur mekanisme penetapan satu harga berdasarkan biaya logistik. “Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ungkap Bahlil beberapa waktu lalu.
Senada dengan pernyataan Bahlil, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa kebijakan baru ini bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan harga LPG 3 kg di masyarakat. “Itu nanti untuk setiap provinsi. Jadi ditetapkan itu satu harganya. Misalnya itu ada yang Rp 14.000, ada yang Rp 15.000. Tergantung transportasi. Jadi nanti akan kita evaluasi untuk setiap provinsi,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, dikutip Kamis, 3 Juli 2025.
Yuliot menambahkan bahwa revisi Perpres Nomor 104 Tahun 2007 akan menjadi landasan hukum dari rencana ini, yang ditargetkan bisa diimplementasikan pada tahun depan. “Kan pengaturan yang disampaikan sama Pak Menteri tadi kan targetnya tahun depan,” bebernya. Skema yang akan dijalankan nantinya mirip dengan skema Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi, di mana harga LPG di setiap daerah ditentukan berdasarkan biaya transportasi. Yuliot mencontohkan, di beberapa daerah, harga LPG bisa mencapai Rp50.000 per tabung, padahal harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah seharusnya Rp14.000.