Jakarta, EKOIN.CO – Artefak bukan lagi sekadar benda mati yang tersembunyi dalam lemari penyimpanan. Kini, benda-benda bersejarah tersebut mulai dihidupkan kembali melalui pendekatan ilmiah dan kolaborasi antarlembaga. Pesan ini mengemuka dalam kunjungan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, ke Gedung Keanekaragaman Hayati milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Senin (30/06).
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengungkapkan bahwa seluruh koleksi ilmiah arkeologi yang disimpan saat ini telah memenuhi standar internasional. Koleksi tersebut mencakup artefak, ekofak, manuskrip, serta data tradisi lisan dan bahasa lokal.
Handoko menyebutkan bahwa fasilitas penyimpanan yang berada di Gedung Keragaman Hayati awalnya diperuntukkan bagi spesimen flora dan fauna. Namun, sistem penyimpanan tersebut kini dimanfaatkan juga untuk menyimpan koleksi arkeologi karena keamanannya dan kelayakan untuk riset lanjutan.
Ia menambahkan, BRIN berencana membangun fasilitas penyimpanan khusus benda arkeologi yang letaknya tidak jauh dari gedung tersebut. Tujuannya untuk memastikan seluruh artefak disimpan di satu tempat yang aman dan memenuhi ketentuan riset ilmiah.
Setelah melalui proses penelitian dan pembuktian ilmiah, koleksi tersebut akan diserahkan kepada Kementerian Kebudayaan untuk dikelola lebih lanjut. Hal ini bertujuan agar warisan budaya tidak hanya terjaga, tetapi juga memberi manfaat edukatif dan sosial.
Kolaborasi untuk Hidupkan Narasi Sejarah
BRIN juga mengembangkan teknologi arkeometri untuk mendalami kehidupan manusia masa lampau. Teknologi ini dapat mengungkap pola makan, cara hidup, dan jejak budaya purba secara ilmiah.
Handoko menjelaskan bahwa digitalisasi koleksi dilakukan untuk mendukung edukasi tanpa perlu menyentuh artefak aslinya. Hal ini bertujuan menjaga kondisi fisik koleksi agar tidak rusak akibat penanganan langsung.
“Dengan sistem digital ini, artefak bisa dikaji secara berkelanjutan dan aman. Kita ingin edukasi terus berjalan tanpa mengorbankan benda aslinya,” jelas Handoko saat mendampingi Menteri Kebudayaan.
Fadli Zon menyambut baik kesiapan BRIN dalam mendukung riset kebudayaan. Ia menegaskan bahwa pelestarian warisan budaya tidak boleh berhenti pada tahap penyimpanan saja.
“Pelestarian warisan budaya bukan sekadar kerja sektoral, tapi kerja peradaban. Kolaborasi dengan BRIN penting agar artefak tidak hanya disimpan, tetapi diteliti dan dihidupkan kembali sebagai bagian dari narasi sejarah bangsa,” ujar Fadli.
Dorongan Repatriasi dan Diplomasi Budaya
Fadli juga menekankan pentingnya menempatkan artefak dalam konteks narasi utuh sejarah. Ia menyarankan pengembangan museum interaktif dan ruang edukasi sebagai sarana yang relevan bagi generasi saat ini.
Ia menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan tengah mengupayakan repatriasi koleksi arkeologi dari luar negeri. Salah satu fokusnya adalah fosil-fosil yang dibawa ke Belanda pada masa penjajahan.
“Negosiasi repatriasi sedang berjalan. Kita ingin membuktikan bahwa Indonesia siap menjadi pusat kebudayaan dunia,” kata Fadli dalam sambutannya di lokasi.
Kolaborasi BRIN dan Kementerian Kebudayaan dipandang strategis dalam memperkuat diplomasi budaya Indonesia. Sinergi ini menjadi upaya konkret membangun masa depan yang berakar pada sejarah.
“Dengan sinergi ini, kita melindungi masa lalu sekaligus membangun masa depan,” tutup Fadli Zon, mengakhiri kunjungannya di Gedung Keragaman Hayati.
Langkah revitalisasi artefak melalui pendekatan ilmiah merupakan lompatan besar dalam upaya pelestarian warisan budaya. Kolaborasi antara BRIN dan Kementerian Kebudayaan menciptakan ekosistem riset yang tidak hanya menyimpan benda-benda sejarah, tetapi juga menghidupkannya kembali dalam konteks narasi bangsa.
Pemanfaatan teknologi digital dan sistem penyimpanan berbasis sains menjadi tulang punggung dalam perlindungan koleksi arkeologi. Dengan sistem ini, proses edukasi dan penelitian dapat dilakukan secara luas tanpa risiko kerusakan terhadap benda aslinya. Ini merupakan bentuk tanggung jawab ilmiah terhadap masa lalu yang bernilai tinggi.
Di sisi lain, upaya repatriasi koleksi dari luar negeri menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengembalikan warisan budaya ke tanah air. Jika berhasil, langkah ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berdaulat secara budaya dan siap bersaing di kancah global melalui diplomasi sejarah yang kuat.(*)