Jakarta, EKOIN.CO – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menerima kunjungan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia, Prof Stella Christie PhD, pada Selasa (27/5). Kunjungan ini dilakukan dalam rangka diskusi strategis mengenai arah riset dan pengembangan akademik ITS.
Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan, Gedung Rektorat ITS, dan dipandu oleh Wakil Rektor IV Bidang Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Kealumnian, Prof Agus Muhamad Hatta ST MSi PhD. Diskusi berlangsung hangat dengan partisipasi berbagai elemen pimpinan ITS.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Hatta menekankan peran ITS dalam membangun ekosistem riset yang inovatif melalui Science Techno Park (STP). STP disebutnya sebagai wadah hilirisasi hasil riset yang menjembatani dunia akademik dengan industri.
“ITS telah membangun Science Techno Park sebagai simpul pengembangan inovasi dan hilirisasi produk riset,” ungkapnya saat memaparkan strategi transformasi ITS dari universitas riset menjadi universitas inovasi.
Ia menjelaskan bahwa STP ITS dikembangkan melalui empat klaster utama, yakni kemaritiman, teknologi informasi dan robotika, industri kreatif, serta teknologi berkelanjutan. Empat bidang tersebut dipilih berdasarkan potensi unggulan ITS dan kebutuhan nasional.
Apresiasi dan Dukungan Wakil Menteri
Wakil Menteri Diktisaintek, Prof Stella Christie, menyampaikan apresiasinya terhadap capaian ITS. Ia menilai ITS memiliki posisi yang sangat strategis dalam mendukung prioritas nasional di bidang riset dan inovasi.
“Dengan kekayaan biodiversitas dan sumber daya maritim, Indonesia harus unggul di bidang ini dan ITS punya peran penting mewujudkannya,” ucap Stella dalam sambutannya.
Ia menyoroti pentingnya hilirisasi hasil riset agar tidak berhenti pada tataran publikasi ilmiah. Menurutnya, keberhasilan riset diukur dari kemampuannya menciptakan inovasi dan produk nyata.
Prof Stella juga menegaskan bahwa Kemdiktisaintek akan memperkuat dukungan terhadap perguruan tinggi dalam upaya hilirisasi. Termasuk di antaranya adalah pendanaan, regulasi, dan kolaborasi lintas sektor.
“Riset adalah fondasi utama, dan kami ingin memastikan hasil riset tidak berhenti di laboratorium,” jelasnya menegaskan komitmen kementerian.
Tantangan Regulasi dan Legalitas
Dalam diskusi, Sekretaris Institut ITS, Prof Dr Umi Laili Yuhana SKom MSc, mengungkapkan tantangan yang dihadapi ITS dalam hilirisasi produk riset. Ia menyebut banyak hasil penelitian telah siap masuk ke industri.
Namun, ia menambahkan, proses legalisasi dan pengukuran nilai ekonomi menjadi hambatan. “Regulasi menjadi tantangan utama dalam proses hilirisasi,” ujarnya dalam forum tersebut.
Ia berharap pemerintah pusat dapat menghadirkan panduan yang jelas untuk mempermudah transisi produk dari laboratorium ke pasar. Menurutnya, pendampingan dari kementerian sangat dibutuhkan.
Berbagai temuan inovatif ITS dinilai telah memenuhi kriteria komersialisasi. Namun tanpa dukungan konkret dalam bentuk regulasi yang berpihak pada inovator, potensi tersebut akan sulit berkembang.
Komitmen Menuju Universitas Kewirausahaan
Dalam penutupan diskusi, Stella kembali menekankan arah pengembangan perguruan tinggi ke depan. Menurutnya, ITS harus menjadi pelopor universitas berbasis kewirausahaan dan inovasi.
Ia menyebut bahwa kementerian telah menyiapkan berbagai skema untuk memperkuat STP ITS dan membuka kolaborasi dengan industri nasional maupun internasional. Fokusnya adalah pada riset terapan dan komersialisasi.
“ITS punya landasan kuat. Kita akan dukung agar ITS menjadi role model universitas inovasi nasional,” ucap Stella.
Diskusi ini sekaligus menjadi sarana pemetaan potensi riset unggulan di ITS. Dengan pendekatan lintas sektor dan penguatan ekosistem inovasi, diharapkan ITS mampu mempercepat kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional.
ITS juga menargetkan keterlibatan industri yang lebih luas, baik dalam pendanaan riset maupun uji coba produk. Sinergi ini diyakini akan memperkuat daya saing inovasi teknologi Indonesia di pasar global.
Penutup Diskusi dan Harapan Ke Depan
Sebagai bentuk konkret kolaborasi, Stella menyampaikan rencana kunjungan lanjutan untuk memetakan proyek riset strategis yang siap hilirisasi. Ia juga mengusulkan kerja sama tripartit antara ITS, pemerintah, dan sektor swasta.
Diskusi yang berlangsung selama lebih dari dua jam itu ditutup dengan komitmen bersama untuk mempercepat pengembangan inovasi yang berdampak sosial dan ekonomi. Semua pihak sepakat bahwa transformasi universitas harus melibatkan kebijakan yang adaptif dan pendanaan yang memadai.
“Kolaborasi adalah kunci. Kami akan bantu agar ITS bisa menghasilkan solusi nyata bagi masyarakat,” tutup Stella dengan nada optimistis.
Penguatan hilirisasi hasil riset di perguruan tinggi seperti ITS harus disertai dengan kemudahan regulasi, perlindungan hak kekayaan intelektual, serta kepastian legalitas produk. Pemerintah dan kampus perlu menyusun panduan terpadu untuk mempercepat adopsi hasil riset ke sektor industri. Tanpa kebijakan yang mendukung, banyak inovasi berisiko berhenti pada tataran konsep semata.
ITS telah menunjukkan kesiapan dalam membangun ekosistem riset yang terintegrasi dengan kebutuhan industri melalui STP. Dengan dukungan kementerian dan sektor swasta, potensi ITS dalam bidang maritim, energi bersih, dan teknologi berkelanjutan bisa menjadi keunggulan nasional. Kolaborasi lintas sektor menjadi penting untuk mempercepat lahirnya startup teknologi yang berbasis hasil riset kampus.
Ke depan, pendekatan universitas sebagai pusat inovasi dan kewirausahaan harus terus diperkuat. Perguruan tinggi tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai inkubator solusi bagi masalah bangsa. Dengan pemetaan riset unggulan dan keberpihakan kebijakan, ITS dapat menjadi pionir dalam menciptakan inovasi berdampak luas di Indonesia.(*)