Jakarta EKOIN.CO – Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama menerapkan lima prinsip dalam tata kelola data keagamaan, yaitu single, credible, actual, secure, dan accessible. Penerapan prinsip ini bertujuan mewujudkan “Satu Data Kementerian Agama” yang terintegrasi, akurat, dan bermanfaat dalam penyusunan kebijakan.
Kata kunci fokus tata kelola data Bimas Islam menjadi pusat perhatian dalam upaya ini, sebagaimana diungkapkan Direktur Jenderal Bimas Islam, Abu Rokhmad. Ia menegaskan pentingnya data sebagai instrumen perencanaan, monitoring, dan evaluasi. “Data bukan sekadar alat pelaporan. Jika datanya salah, maka kebijakan juga akan salah,” ujarnya dalam acara Rekonsiliasi Data Kebimasislaman Tingkat Nasional di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Baca juga : BKN dan Kemenag Bahas Pengembangan SDM ASN
Menurut Abu, data yang valid dan terkelola dengan baik merupakan modal penting dalam pengambilan keputusan, perencanaan program, evaluasi, serta pengawasan layanan publik. “Data harus dimanfaatkan untuk memperkuat efektivitas kerja, meningkatkan efisiensi, dan menjaga integritas. Transparansi dan akuntabilitas adalah bagian dari prinsip good governance yang wajib kita junjung,” kata Abu.
Prinsip Tata Kelola Data
Prinsip pertama, data kebimasislaman harus tunggal (single), terintegrasi, dan tidak mengalami tumpang tindih antarunit. Sumber data harus jelas dan konsisten untuk menghindari perbedaan informasi di lapangan. Kedua, keakuratan dan keabsahan data (credible) menjadi prioritas utama agar dapat dipercaya dan dijadikan dasar pengambilan kebijakan yang tepat.
Ketiga, data harus selalu diperbarui secara berkala (actual) untuk menjaga relevansi dan akurasi. Keempat, keamanan data dijaga ketat (secure), agar tidak disalahgunakan atau diakses oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kelima, data harus mudah diakses oleh pihak berwenang dan masyarakat dalam batas tertentu (accessible) sehingga mendorong transparansi dan partisipasi publik.
Abu menambahkan, keragaman umat Islam di Indonesia memerlukan data yang akurat untuk memetakan potensi dan tantangan masyarakat. “Dengan data yang tepat, kebijakan yang diambil akan lebih efektif dan berdampak nyata dalam memperkuat kehidupan beragama yang harmonis,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa rekonsiliasi data harus menjadi kegiatan berkelanjutan, bukan sekadar formalitas. Update data secara triwulanan atau tahunan menjadi target baru yang akan dijalankan Bimas Islam.
Abu juga menggarisbawahi pentingnya keseragaman persepsi dan format data antarunit kerja. Menurutnya, koordinasi yang baik antara pengelola data pusat dan daerah dapat mempercepat penyelesaian permasalahan yang muncul.
Koordinasi ini diharapkan mampu menyatukan langkah seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Agama agar proses pengelolaan data lebih terarah dan efisien.
Membangun Budaya Kerja Berbasis Data
Abu mengajak semua pihak di Kementerian Agama membangun budaya kerja yang berbasis data. Hal ini, menurutnya, akan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat kepercayaan masyarakat.
Penerapan prinsip tata kelola data Bimas Islam juga dinilai akan memperkokoh akuntabilitas lembaga. Data yang dapat diakses publik pada batas tertentu diharapkan mampu memicu keterlibatan masyarakat dalam pengawasan layanan keagamaan.
Dengan akses yang lebih luas, masyarakat bisa ikut memantau perkembangan program pemerintah. Hal ini akan menciptakan hubungan yang lebih terbuka antara pemerintah dan warga.
Abu menilai, data yang terintegrasi dan transparan akan mengurangi risiko kebijakan yang tidak tepat sasaran. Keputusan berbasis data dianggap lebih objektif dan memiliki dampak nyata bagi umat.
Ia juga mengingatkan bahwa pengelolaan data harus selaras dengan regulasi perlindungan data pribadi. Keamanan menjadi faktor kunci agar informasi yang dikelola tetap aman dari penyalahgunaan.
Penerapan prinsip ini akan dilanjutkan dengan pelatihan teknis bagi para pengelola data di berbagai wilayah. Tujuannya, agar seluruh aparat Kementerian Agama memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga kualitas data.
Selain itu, Bimas Islam juga akan mengembangkan sistem digital yang memungkinkan pengumpulan dan pemutakhiran data dilakukan secara cepat dan akurat.
Dengan langkah ini, proses monitoring dan evaluasi program keagamaan akan menjadi lebih efektif. Hasilnya diharapkan dapat menjadi acuan dalam menyusun kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat.
Abu optimistis penerapan prinsip tata kelola data akan mendorong modernisasi layanan publik di sektor keagamaan. “Langkah ini tidak hanya memperkuat pelayanan publik, tetapi juga memperkokoh kepercayaan masyarakat terhadap institusi,” pungkasnya.
Sebagai saran, penguatan SDM di bidang teknologi informasi perlu menjadi fokus selanjutnya agar tata kelola data semakin optimal. Keterampilan pengelolaan data yang memadai akan meminimalkan risiko kesalahan input dan menjaga kualitas informasi.
Kesimpulannya, penerapan tata kelola data Bimas Islam menjadi langkah strategis dalam menciptakan sistem informasi keagamaan yang transparan dan akurat. Kolaborasi antara pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan.
Ke depan, pembaruan sistem dan pelatihan rutin harus terus dilakukan agar kualitas data terjaga. Prinsip yang diterapkan saat ini diharapkan mampu menjadi standar di seluruh unit kerja Kementerian Agama.
Dengan dukungan semua pihak, tujuan menciptakan “Satu Data Kementerian Agama” yang terintegrasi dapat tercapai. Data yang valid akan menjadi fondasi kuat bagi kebijakan publik yang tepat sasaran.
Langkah ini juga selaras dengan tuntutan era digital, di mana data menjadi aset strategis bagi pemerintah. Transparansi dan partisipasi publik akan memperkuat demokrasi dalam pelayanan keagamaan.
Jika konsistensi terjaga, tata kelola data yang baik akan membawa manfaat luas bagi masyarakat dan negara. Upaya ini menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang berbasis bukti nyata.( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v