Jakarta Timur, EKOIN.CO – Menjelang perayaan Iduladha, aktivitas di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Perumda Dharma Jaya yang terletak di Jalan Raya Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur mulai meningkat. Namun, tidak semua sapi yang tersedia di pasar dapat digunakan untuk hewan kurban. Khusus untuk sapi impor asal Australia, ada regulasi ketat yang membuatnya tak bisa dipotong sembarangan.
Hal ini dijelaskan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternak Sapi Indonesia (Gapuspindo), Djoni Liano. Ia mengatakan bahwa sapi-sapi bakalan impor dari Australia hanya boleh disembelih di RPH yang telah lolos audit terkait penerapan standar kesejahteraan hewan atau animal welfare.
“Kalau sapi bakalan impor, itu kalau untuk kurban dia harus dipotongnya di RPH yang sudah lolos audit terhadap animal welfare. Jadi tidak diperkenankan dipotong di depan masjid atau tempat-tempat yang bukan RPH,” ujar Djoni kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/5/2025).
Aturan tersebut, lanjut Djoni, merupakan bagian dari ketentuan ketat yang diberlakukan oleh pemerintah Australia sebagai negara asal sapi. Indonesia sebagai negara tujuan ekspor wajib mematuhi ketentuan tersebut.
“Australia kan sangat concern terhadap animal welfare itu. Jadi kita juga mengikuti. Kalau sapi yang kita adakan dari Australia, kita harus mengikuti aturan animal welfare yang sifatnya universal itu,” ungkapnya.
Permintaan terhadap sapi kurban menjelang Iduladha biasanya naik antara 30 hingga 40 persen. Namun, kebutuhan terhadap sapi bakalan impor tetap rendah karena prosedur pemotongannya yang lebih rumit dibanding sapi lokal.
“Karena kita punya aturan, kalau dewan pengurus masjid atau DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) mau beli sapi dari feedlot (tempat penggemukan hewan ternak), maka harus dipotong di RPH. Di RPH itu DKM yang datang dan melakukan proses pemotongan sesuai akidah agama, dan juga sesuai aturan animal welfare,” terangnya.
Meskipun belum dominan, tren penggunaan sapi dari feedlot untuk keperluan kurban mulai menunjukkan peningkatan. Beberapa DKM mulai tertarik karena sistem pemotongan di RPH dianggap lebih praktis.
“Sudah mulai DKM-DKM itu beli sapi seperti itu (dari feedlot). Karena tidak repot, potong di RPH. Nanti RPH-nya bisa kirim dalam bentuk karkas ke masjid, atau bahkan sudah dikemas kiloan satu per satu, sesuai permintaan,” ujar Djoni.
Namun demikian, Djoni menegaskan bahwa tidak semua RPH bisa digunakan untuk pemotongan sapi dari feedlot. Hanya RPH yang telah tersertifikasi dan lolos audit kesejahteraan hewan yang dapat melakukannya.
“Sudah ada (DKM yang pakai sapi feedlot), tapi dengan persyaratan harus potong di RPH. RPH-nya pun harus sudah lolos audit pemotongan sapi yang mengikuti kaidah animal welfare. Kan tidak semua RPH yang sudah lolos audit itu,” pungkasnya.(*)